Travelling

Exploring Indonesian's magnificent places is my passion

Mountain Bike

The most exercise I did during my free time

Photography

To capture the beauty of the places I've visited

Culinary

The other reason why I love to go traveling

Engineering

Because big dreams never come so easy

Moto-Adventure

Graze the road and enjoy the adventure from each and every miles

Penambang Belerang, Gas Vulkanik, Dan Danau Pelebur Baja

Saya teringat beberapa bulan lalu, saat penerbangan ke Bali dari Sidoarjo. Saat itu cuaca sangat cerah, dimana di penerbangan yang singkat tersebut, saya yang duduk di kursi dekat jendela, terus melacak daratan di bawah, untuk menguji kemampuan geografis saya. Sampai suatu ketika pandangan saya terpaku pada pemandangan satu gunung berbentuk kerucut sempurna dengan asap membumbung dari kawahnya yang berwarna merah menyala. Tidak jauh dari situ terdapat danau luas berwarna hijau tosca yang langsung saya kenali sebagai Kawah Ijen. Rasa penasaran itu saya bawa sampai ke hotel di Bali. Sambil tiduran di ranjang yang agak keras, saya mencari info mengenai gunung ini. Dari ketiga gunung yang mengapit Kawah Ijen, saya yakin 1,000% kalau gunung berpijar yang saya lihat dari atas pesawat adalah Gunung Raung.
I remembered a few months ago, during my flight to Bali from Sidoarjo. The sky was clear, while looking outside the airplane window,  I tracked the ground below and tested my own geography knowledge. Until one time I saw a summit, a perfect coned shape, with its incandescent crater releasing a large amount of smoke, but I don't know anything about this active volcano. Nearby, I saw a tosca green large lake with smokes from its corner, that I could directly recognized it as Ijen Crater. This curiosity still accompanied me to the hotel in Bali. While relaxing on the couch and browsing using hotel's wifi, I was looking for any information about that mount. From three mounts nearby Ijen Crater, 1,000% sure it was Raung Mount. Then I promised myself will took a closer look. I will visit Ijen Crater
Kawah Ijen // Ijen Crater Rim

Sudah tiga bulan lamanya dan akhirnya sekarang saya sedang berada di Kaki Gunung Ijen, tepatnya di Pos Paltuding, kantor yang menangani kegiatan tambang belerang sehari-hari. Sudah pukul 05:00 pagi, artinya kami sudah terlambat untuk menyaksikan si Api Biru "Blue Fire" Ijen. Perjalanan menanjak sejauh 3 km sudah menanti saya.
Three months later, I visited Merapi-Ijen Mount for Ijen Crater. It was 05:00 am. that I already missed the phenomenal blue fire. The 3 km ascending track was waiting to be conquered
Kawah Ijen // Ijen Crater

Waktu tempuh ke pinggir kawah rata-rata adalah 2 jam. Dan 2 jam berikutnya saya disuguhi pemandangan yang sangat indah, meskipun di baliknya terdapat pejuang-pejuang keluarga yang mempertaruhkan keselamatannya untuk menghidupi keluarganya. Membawa pikulan dua keranjang penuh bongkahan belerang kuning 300m di dasar kawah, lalu dilanjutkan dengan 1.5km ke pos pengumpul, bukan pekerjaan yang kebanyakan orang mampu melakukannya. Lapisan otot yang mengeras di bahu mereka memperlihatkan betapa keras hidup para penambang ini. Danau Kawah Ijen sendiri bersifat sangat asam, yaitu dengan pH sekitar 0.5, sudah kategori asam kuat. Sangat kecil kemungkinan selamat jika sampai tercebur ke danau tersebut. Karena itu ada batas-batas zona bahaya untuk menghindari bahaya terperosok ke dalam kawah. Untuk mendapat pendapatan lebih, para penambang membuat kerajinan dari batuan belerang murni. Namun di balik keindahannya, belerang adalah belerang. Selain berbau busuk, belerang murni sebenarnya beracun untuk tubuh, bahkan untuk sekedar terkena kulit. Untuk digunakan sebagai antiseptik saat mandi, sabun antiseptik pun memiliki kadar belerang yang kecil.
The time required to reach the crater rim is approximately 2 hours for most people. The scenery was beautiful but behind this beauty, there were many workers that risking their life to feed their family. They brought two basket full of pure solid sulfur from the crater below up to crater rim 300m ahead then down the sandy track 3 km to Paltuding gathering station. The hardened skin on their shoulder revealed how hard their work. The Lake itself is a pool of strong sulfuric acid with pH approximately 0.5. A miracle if someone accidentally get into the lake and survived. That is the reason the safety perimeter was deployed by the warning sign around the rim. The gas also poisonous if breathed directly and causing someone to lose consciousness. To get extra earnings, the miners sell the souvenir made from sulfur casts. Pure sulfur actually is poisonous and produce strong odor. That sulfur rock can't be used as antiseptic soap, because the use of sulfur in antiseptic soap is in a little concentration and scientifically measured
Beban penambang belerang // The load Sulfur miners carried

Mengenai Kawah Ijen
Kawah Ijen berada di antara Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Sebenarnya masuk kategori cagar alam, namun sudah dieksploitasi sebagai obyek wisata. Ventilasi gas vulkanik yang membawa belerang cair dari perut bumi, dialirkan ke kubangan lalu dibiarkan beku. Batuan belerang tersebut dipecahkan menjadi bongkahan-bongkahan untuk diangkut.
About Ijen Crater
Ijen Crater located between Banyuwangi and Bondowoso. It actually reserved as Natural Conservation, but has been long exploited as tourist attraction. Volcanic gas vent that brought sulfur gas from the earth are condensed and streamed to the pools. The liquid sulfur then solidified, crushed into small pieces, then carried to gathering station.
 Danau asam sulfat berwarna hijau tosca // The tosca greenish sulphuric acid lake
Turis asing yang berkunjung ke Kawah Ijen // Foreign visitor at Ijen Crater

Menuju Kesana
Jujur saja saya tertidur saat perjalanan ke tempat ini. Jadi saya belum bisa memberikan petunjuk arah menuju kesana.
How to get there
Honestly, I don't have any idea the route my driver used to get there. I slept along the trip.
Rombongan perjalanan (foto oleh Saleh Hamid) // Traveler Group (photo by Saleh Hamid)
Kerajinan dari bekuan sulfur cair // Handycraft made from liquid sulfur cast

Laguna Cantik Pulau Sempu

Pada trip backpacker kali ini, berawal dari ide seorang backpacker cewek di grup backpacker ke Sawarna untuk melakukan petualangan panjang Papuma, Ijen, Baluran, yang akhirnya Papuma dibatalkan karena kondisi cuaca, sehingga menjadi Sempu, Ijen, dan Baluran. Pulau Sempu menjadi tujuan pertama perjalanan ini, karena paling dekat dari stasiun Malang. Dari Jakarta kami berangkat menggunakan KA. Matarmaja kelas ekonomi, perjalanan melelahkan selama hampir 18 Jam sudah dilewati dengan duduk di kursi kereta yang keras. Saya tidak bisa tidur selama di perjalanan karena para penjual makanan dan minuman selalu menawarkan jualannya di dalam kereta yang penuh. Seorang backpacker asal Wonogiri mengatur penyewaan minibus ELF yang akan kami pakai dalam perjalanan ini. ELF tersebut parkir di depan Stasiun Kota Malang Baru, dan tidak menunggu lama sejak kereta tiba di Malang, kami langsung naik ke ELF dan menuju Pantai Sendang Biru.
In this backpacker trip, it was started by the idea from female backpacker from previous group to Sawarna to do the long trip to Papuma, Ijen, and Baluran, which then Papuma was cancelled due to weather condition, so the trip destination was changed to Sempu, Ijen, and Baluran. Sempu island will be our first destination because it was the closest distance amongst other destination from Malang Kota Baru train station. We got here using Matarmaja train economy class, an exhausting journey on train for about 18 hours sitting on the hard passenger's seat. I couldn't barely sleep at all, because of the food and drink seller offering their goods inside the crowded train. A backpacker from Wonogiri organize our transportation along the trip, which was minibus ELF. The ELF was parked in front of Malang Kota Baru train station's exit. Without any delay, we directly get in on the ELF and went straight to Sendang Biru beach.
Laguna Segara Anakan di Pulau Sempu // Segara Anakan Lagoon in Sempu Island
Kami sampai di Sendang Biru pada tengah siang hari. Sebagian dari kami langsung mencari kapal nelayan yang biasa mengantarkan wisatawan menyebrang ke Pulau Sempu. Sebagian lainnya pergi untuk Shalat Jumat dan menyiapkan Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Setelah selesai istirahat, sholat, dan makan siang, kami melanjutkan perjalanan menyebrang ke Pulau Sempu. Kami tidak membawa tenda karena kami merencanakan perjalanan pulang pergi. Tidak seperti pada tahun 2011 dimana saya dan beberapa rekan backpacker Sawarna memutuskan untuk menginap di Pulau Sempu dan tragisnya, kami terkepung badai dan gelombang tinggi sehingga kami terpaksa evakuasi ke daerah tinggi di Pulau Sempu pada tengah malam hari. Pada perjalanan ini, kami sudah melakukan perjanjian dengan pemilik kapal untuk menjemput kami sore nanti.
We arrived at noon at Sendang Biru. Some of us went searching fisherman's boat that usually picking up tourist to Sempu Island. Some others went for friday praying and then getting entrance permit into conservation area (SIMAKSI). After resting, praying, and taking our lunch, we continue our journey to Sempu Island. We didn't prepare to camp there overnight because we were planning return trip at Sempu. Unlike in 2011 where me and my fellow backpacker from Sawarna group decided to camp overnight at Sempu island which it turned to tragic evacuation in the midnight because of storm and huge waves. This time, we already made agreement with the boat owner to picked us at the afternoon.
Gelombang raksasa dan badai ketika saya mengunjungi Sempu di 2011, ketinggian hempasan ombak diperkirakan 50 meter // The huge waves and storm when I came to Sempu in 2011, The height of the splash approx. 50 meters

Tujuan target kami di Pulau Sempu adalah laguna-nya yang terletak di bagian paling selatan di Pulau ini. Laguna itu dinamakan Segara Anakan, nama yang sama dengan danau vulkanik di Gunung Rinjani. Untuk menuju kesana, diperlukan trekking selama 1.5 jam menyusuri bukit-bukit karang dan tanah lempung yang licin bila hujan. Waktu tempuh tersebut standar, diasumsikan istirahat secukupnya dan kondisi jalanan kering. Danau atau laguna tersebut akan terlihat indah saat hari cerah. Padahal pulau ini masuk kategori hutan lindung, namun tetap saja ada yang melakukan kemping dengan tidak mengindahkan peraturan di SIMAKSI, yaitu tidak merambah kayu-kayu untuk api unggun serta membawa kembali sampah ke Sendang Biru. Dengan mudahnya kami menemukan sampah disana dan beberapa tenda yang sudah didirikan beserta tumpukan kayu untuk api unggun. Ya sudahlah, akhirnya kami tiba di pasir pantai Laguna dan menikmati pemandangan. Saya dan sebagian lainnya mencoba untuk memanjat tebing tertinggi di sisi tembok pulau Sempu yang menghalau gelombang tinggi dari Samudera Hindia. Setelah menikmati pemandangan dari atas, kami bersiap-siap untuk kembali ke Sendang Biru.
The target destination at Sempu Island is its lagoon at the most southern part of this island. It named Segara Anakan Lagoon, the same name with the volcanic lake at Rinjani Mount. To get there, 1.5 hours trekking is required through sharp coral rocks and clay soil those very slippery if wet. The standard trekking duration of 1.5 hours will be attained if took enough rest and the track is not wet. The lake or the lagoon will be beautifully sighted in the clear weather. Although this Island belongs to conservation area, some irresponsible visitor camped here by violating the rules written on SIMAKSI, which notably are the ban of taking the branches for campfire and the rule to bring the garbage back to Sendang Biru. Well, we can't do nothing about it, so we enjoy the view of the lagoon at the sandy beach. Me and some others tried to climb the rocky hill at the outer side of Laguna wall, which separate the lagoon with the fierce waves from Indian Oceans. After we finished enjoying the sight from above, we prepare to return to Sendang Biru.
Pemandangan dari atas tebing // The view on top the cliff
Pemandangan tebing ke arah laut // The cliff view to the Oceans
Sisi dinding terluar yang berbatasan dengan Samudra Hindia // The outer side of the wall that directly aside with Indian Oceans

Tips : Jangan lupa membawa buah-buahan kesini karena akan sangat membantu dalam mengobati rasa haus dan memulihkan tenaga setelah trekking, terutama jika akan pergi bolak-balik.
Tips : Don't forget to bring some fruits here because it will help to re-hydration and recuperate the energy spent on trekking, moreover if the trip is round trip.
Apel Malang sangat cocok untuk dibawa sebagai bekal // Malang Apple is very suitable for the energy snack

Pura Luhur Panataran Tanah Lot

Kunjungan saya ke pura ini sebenarnya kebetulan, karena ada acara pernikahan rekan kantor saya di Surabaya. Daripada langsung pulang ke Jakarta setelah acara, saya merencanakan perjalanan ke Bali bersama adik saya, sekaligus pengalaman pertamanya naik pesawat. Saya menginap satu malam di Hotel Sinar 2 jika tidak salah, di Sidoarjo, dekat dengan Bandara Juanda. Adik saya dititipkan di hotel sementara saya menghadiri acara pernikahan. Kami berencana mengambil penerbangan pagi ke Bandara Ngurah Rai di Bali. Layanan antar jemput hotel mengantar kami ke Bandara untuk mengejar penerbangan tersebut.
My visit to this temple was actually during opportunity of my colleague's wedding in Surabaya. Despite of directly return to Jakarta after the ceremony, I planned to took the flight to Bali with my little brother, because it was his first time traveling with an airplane. I spend one night in Sidoarjo, in a hotel, Sinar Hotel 2 I recalled, near Juanda airport. I told my brother to rest there while I attended the wedding ceremony. The day after, we took the morning flight to Ngurah Rai Airport in Bali. The hotel shuttle service carried us to Juanda airport to catch the flight.

Ombak menghantam karang tempat Pura Tanah Lot // Sea waves hit the rock where lies Temple at Tanah Lot
Monumen bom bali // Bali bombing monument

Setibanya di Bali, kami menggunakan jasa Ojek untuk mengantar kami ke Hotel Sandat Inn di Legian, yang merupakan salah satu hotel budget disana. Alasan kami memilih ojek agar bisa melewati gang-gang sempit di Gang Poppies dan terhindar dari macet di Jalan Kuta dan Legian itu sendiri. Hotel tersebut sudah saya pesan beberapa hari sebelumnya dan merupakan kali ketiga saya menggunakan hotel itu untuk berlibur di Bali. Menurut saya, harga yang ditawarkan hotel tersebut sangat cocok di kantong dan dibandingkan dengan hotel bertarif sama di Gang Poppies, fasilitas di hotel itu lebih baik, yaitu kolam renang, wifi gratis yang sampai ke kolam renang dan kamar, parkir luas yang bisa untuk mobil dan motor (sesuatu yang tidak ditemukan di Gang Poppies), serta posisinya di hampir ujung Jalan Legian sehingga memudahkan jika harus mengejar pesawat atau pergi keluar tanpa harus mengikuti jalur Kuta dan Legian lagi. Kekurangannya, karena terletak di Jalan Legian yang terkenal dengan dunia malamnya, suara dentuman musik di malam hari tidak bisa dihindari. Tidak cocok untuk yang mencari ketenangan berlibur di Bali. Setelah sampai di hotel dan membereskan barang-barang bawaan di kamar, saya mencari motor sewaan untuk dipakai selama 2 hari. Kami rencananya hanya menginap semalam dan akan kembali ke Jakarta besoknya. Itinerari saya sederhana, hanya Tanah Lot di hari pertama lalu belanja oleh-oleh di hari kedua.
As we arrived in Bali, we use motorcycle taxi to carry us to Sandat Inn Hotel at Legian, one of the budget hotel available. The reason we choose motorcycle taxi was its ability to use shortcut route via Poppies lane thus avoid traffic at Kuta street and Legian street. The hotel had been booked a few days before and that was my third time using that hotel during vacation at Bali. In my opinion, that hotel has the best facilities amongst the same tarif of budget hotel around Poppies lane, which is swimming pool, free wifi that accessible up to pool and rooms, large parking area for cars and motorcycle (the one thing that hotels in Poppies lane didn't have), also its position near the end of Legian street, which easily accessible if we are in hurry to Airport or going around, where we don't have to drive through Kuta lanes and Legian street. The cons are its location at Legian street where known as nightlife heaven, the sound of bar and pub music are unavoidable. This place is not intended for the one vacation demanding Balinese serenity. Once we arrived at the Hotel and unpacking our backpacks, we find a motorcycle for rent for two days. Our plan was just spending two days one night here before return to Jakarta. Our itinerary was simple, which was Tanah Lot for the first day and Souvenir hunting for the second day.

Suasana kolam Hotel Sandat // Swimming pool at Sandat Inn
A statue Sandat dancer in Bali Sandat Inn hotel // Patung penari Sandat di hotel Bali Sandat Inn
Pura Batu Bolong // Batu Bolong Temple

Perjalanan ke Tanah Lot sangat membingungkan jika kita menggunakan Google maps, percaya deh. Jalur yang paling mudah tapi jauh adalah lewat jalan utama Sunset Road dan kita akan menemukan penanda arah sepanjang perjalanan. Tapi jika mau tantangan, merasakan Bali lebih alami, dan lebih cepat lewat jalan pintas, maka jalan melewati desa dan persawahan adalah yang terbaik. Tapi kita harus mempersiapkan jalur alternatif karena jalur pedesaan kadang ditutup untuk upacara keagamaan. Saya mengalaminya berkali-kali karena jalan yang saya ingat saat dulu ke Tanah Lot mengikuti rombongan turis asing berkendara motor, ternyata ditutup. Saya sudah mencari jalur alternatif berkali-kali namun yang saya temui juga jalan ditutup. Metode yang paling efektif adalah lupakan GPS dan mulai bertanya pada penduduk lokal, dan metode ini berhasil, hehehe.
Journey to Tanah Lot is tricky if we used Google maps, trust me. The easy one is following sunset Road and you'll find the sign. But if we want shortcut, the road through villages and local's farms is the best. But we have to be prepare for finding another route if the road is blocked for a religious ceremony was held. I experienced this because I remember the route from my last visit to Tanah Lot, because I just followed a foreign tourist' motorcycle convoy. But when I tracked this route that time, the road was blocked. Silly me, so I have to diverted my route a lot of times and found another blockade. The most effective method was forget about GPS and start asking direction to locals, and that was worked, lol.
Peselancar di Tanah Lot // Surfer at Tanah Lot

Saat itu di Tanah Lot tidak terlalu dipenuhi pengunjung, namun tetap ramai. Mungkin karena hari kerja. Saya berkeliling dari Pura Luhur Panataran Tanah Lot, Pura Batu Bolong, lalu berlanjut ke ujung Barat dimana ada restoran di tepi Jurang yang dipersiapkan untuk acara Pernikahan. Saat itu juga saya bertemu artis Indonesia, yaitu Indra Bekty, namun karena saya tidak ngefans, saya acuhkan saja dia. Saya disana hingga sunset tenggelam dan pulang ke hotel pada malam hari. Menikmati sunset disana merupakan pengalaman yang sangat indah dan sangat merelaksasi pikiran.
Tanah Lot was not crowded that time but still a lot of visitor seen. Maybe it because that day is a normal working day. I wandered around Luhur Panataran Temple, Batu Bolong Temple, until the most west edge of this complex where a restaurant aside of cliff was being prepared for wedding ceremonial. I also saw Indonesian artist, Indra Bekty, but because I'm not a fan of him, I don't give any single attention. I was there until the sunset and return at night. Enjoying sunset here was a relaxing experience with the beautiful view there.
Matahari terbenam di Pura Luhur Panataran // Sunset at Luhur Panataran Temple

Babi Hutan Pulau Peucang, Ujung Kulon

Dermaga Pulau Peucang // Peucang Island Docks

Dari undangan jalan-jalan yang saya terima dari satu kelompok pejalan di forum, yang ternyata salah satu anggotanya adalah teman saya, maka pada libur lapangan ini saya memutuskan untuk mengikuti perjalanan tersebut. Tujuan perjalanannya adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Perjalanan ini sudah dikoordinasikan dengan baik, serasa seperti mengikuti agen perjalanan. Transportasi, penginapan, izin, makan dan minum sudah disediakan. Meskipun sudah diingatkan, saya tidak meminum tablet kina atau pencegahan malaria apapun. Saya hanya membawa losion pengusir nyamuk dan sunblock, yang saya kira cukup efektif mencegah gigitan serangga. Lalu pada hari H, kami berkumpul di depan Slipi Jaya Mall. Titik kumpul ini dipilih karena memiliki akses langsung ke jalan tol Jakarta-Merak. Pada sekitar jam 21:00, kami memutuskan berangkat menggunakan bus umum ke titik kumpul kedua di Serang, tepatnya di depan Mall of Serang. Disana sudah terparkir mobil minibus sewaan yang akan membawa kami ke Desa Sumur lewat Pandeglang, yang terletak di koordinat 6°43'35"LS 105°30'58"BT. Disana kami sudah mempersiapkan kapal sewaan yang akan mengantar kami ke Pulau Peucang dan sekitarnya melintasi Teluk Ujung Kulon. Ujung Kulon sendiri adalah Taman Nasional dan area konservasi Badak Bercula Satu, sehingga wajib mengurus SIMAKSI terlebih dahulu. Untuk mengetahui cara pembuatan SIMAKSI Ujung Kulon, kontak BKSDA atau website ini. Penginapan disana juga terbatas dan kemping dilarang, sehingga kamar harus dipesan sebelum kedatangan kita kesana. Jika tidak memesan, bisa-bisa kita harus kembali ke Desa Sumur hari itu juga. Penginapan bisa dipesan saat mengurus SIMAKSI atau disini.

Foto Prewedding di Pulau Peucang // Pre-wedding photo session at Peucang Island
Sampai dengan selamat disini // Arrived safely here
Menikmati makan siang yang disediakan pengelola // Enjoying lunch provided by the cottage


It started when I've got invitation to join a trip of a traveler's group in the forum. One of the member was actually my friend, so during this field break, I decided to join them. The trip destination was Ujung Kulon National Park (TNUK). The trip had already well coordinated, just like using a travel agent. Transport, permit, lodge, meals, and drinks were already provided. Despite it was urged to do so, I didn't take kina tablet or malaria prevention whatsoever. I was just brought a mosquito-repellant lotions and sunblocks, that I thought quite effective to prevent of bugs bites. So then we gathered in the front of Slipi Jaya Mall as rendezvous point. This place was selected because it has direct access to Jakarta-Merak highway. At approximately 21:00 we departed using public bus to Serang, our second rendezvous point. Exactly, in front of Mall of Serang. There already parked our rented minibus ELF to continue our Journey to Sumur Village via Pandeglang, which located at 6°43'35"S 105°30'58"E. There we have coordinate with local boat services to carry us crossing Ujung Kulon peninsula to Peucang Island and nearby places. Ujung Kulon is indeed a National Park and conservation area for one horned rhinoceros, so we already got our entry permit (SIMAKSI). To know more about SIMAKSI Ujung Kulon, contact the BKSDA or this website. There is also limited number of cottage and camping is forbidden, so we have to book for the room a long time before our arrival. Failed to do so, you will return to Sumur Village the same day. The cottage can also be booked during signing up for SIMAKSI or here.
Sunset di Pulau Peucang // Sunset at Peucang Island
Pohon raksasa di Pulau Peucang // Huge trees at Peucang Island
Pohon di sisi paling tepi Pulau Jawa // A tree on the most edge of Java Island

Total waktu perjalanan saat itu adalah 1.5 jam Jakarta - Serang, dilanjutkan dengan 3 jam Serang - Desa Sumur, lalu 3 jam perjalanan laut Sumur ke Pulau Peucang. Di Pulau Peucang, terdapat hewan liar yang mudah ditemui seperti rusa, monyet abu-abu, biawak, elang, dan babi hutan. Mereka sepertinya sudah terbiasa dengan pengujung disini sehingga sering melintas di depan penginapan. Bahkan di pintu penginapan dipasang peringatan agar pintu selalu ditutup karena adanya monyet-monyet nakal yang suka mencuri barang-barang dari dalam tas. Di Pulau Peucang terdapat pohon-pohon yang berukuran sangat besar, seperti di Kebun Raya Bogor, yang berada di sekitar jalur trekking ke Karang Copong. Karang Copong adalah tempat dimana terdapat karang yang berlubang. Tidak ada yang spesial dari karang ini, namun yang membuat saya tertarik adalah terdapat laguna yang langsung berbatasan dengan selat Sunda dan Samudera Hindia, dimana di dalam laguna tersebut, karang-karang terlihat dangkal dan berair tenang sehingga banyak sekali ikan-ikan besar bersliweran di bawahnya, mungkin berlindung dari derasnya gelombang dari Samudera sana atau hanya mencari makan.

Babi hutan yang sering berkeliaran di sekitar pondokan // Wild boar that frequently wandering around cottages
Di sore hari, bisa bertemu rusa liar juga // In the afternoon, the reindeer is also wandering here
Himbauan menutup pintu karena monyet pencuri // The warning to always close the door due to bad monkeys
Bulu burung merak yang tadi terlihat di tempat saya berdiri // The feather of peacock that sighted at that location before it runaway

The time spent to Peucang Island is approximately 1.5 hours riding public Bus from Jakarta to Serang, continued 3 hours riding minibus from Serang to Sumur Village, then finally 3 hours on boat from Sumur Village to Peucang Island. In here, there were wild animals those easily sighted like reindeer, macaque monkeys, monitor lizards, eagles, and wild boars. They seems familiar with human presence here, even though they likely to walking by around the cottage. Even in the cottage's door, there were warning to always close the door, because the thieves monkeys that took our food and stuffs inside the bag. Along the trekking path to Karang Copong, there lives huge trees, like the one I always see in Bogor Botanical Garden. Karang Copong itself is just a barrier rocks that naturally had hole/tunnel in it. There's nothing special to me for this rock, but nearby that rock, there was lagoon that directly faced Sunda Strait and Indian Oceans. Inside the lagoon, the water is shallow and calm, compared with the sea surrounding, so there were many big fish wandering around escaping from the waves or simply find food.
Dermaga menuju Padang Cidaon // The Docks entry to Cidaon field
Menunggu banteng di Cidaon // Waiting for the wild bulls at Cidaon

Penyu Hijau Raksasa Kepulauan Derawan


Dalam hitungan jam, saya akan kembali bertugas sebagai pekerja Migas di salah satu KKKS yang beroperasi di Kalimantan Timur. Rutinitas dua mingguan akan saya jalani, dimulai dengan transportasi pergantian kru besok siang di Bandara Sepinggan. Perjalanan selama beberapa hari sebelumnya ke Kepulauan Derawan masih berkesan di ingatan. Rasa perih luka bakar matahari di lengan dan wajah mulai terasa mengganggu. Namun bayangan alam bawah air Kepulauan Derawan adalah yang terbaik menurut saya, meskipun saya belum pernah ke Wakatobi maupun Raja Ampat yang terkenal itu.
In a few hours, I will returned to job site as Oil and Gas staff in one of PSC company operating in East Kalimantan. My routine two-weekly job rhythm was waiting, started with crew-change trip from our dispatcher in Sepinggan Airport Int'l in Balikpapan to Muara Badak. But the memory of traveling experience the days before to Derawan islands is still impressing in my mind. The sunburn at my arms and face start to gave pain, but underwater experience in my mind acted as a painkiller. I must admit underwater marvel in Derawan was the best ever, temporary until I visit Wakatobi or Raja Ampat
Penyu Raksasa Derawan // Derawan Giant Sea Turtle

Sebelumnya saya pernah mengulas pesona bawah laut Pulau Sangalaki, namun bukan cuma itu, Pulau Derawan juga memiliki keunikan tersendiri. Penyu-penyu yang sudah terbiasa dengan aktivitas penduduk, seolah cuek, hilir mudik di antara kaki-kaki bangunan dan memakan daun pisang yang disuguhkan kepadanya. Di antara cerita kelam mengenai keserakahan sebagian penduduk yang mengeksploitasi telur, daging, dan tempurung mereka, keberadaan mereka disini seolah-olah tidak ada masalah hubungan antara penyu dan penduduk sekitar. Di pulau Derawan sendiri, komoditi jualan dan suvenir dari penyu sendiri hampir saya katakan sulit ditemukan. Kebanyakan adalah kaus, kerang-kerangan, dan boneka penyu. Penyu awetan mungkin ada beberapa, namun saya berpikir positif saja kalau penyu tersebut tidak sengaja mati terjaring saat nelayan menangkap ikan.
I have written the underwater world beauty in Sangalaki, but Derawan has also its unique identity. Giant green sea turtles were integrated with local people's live here. They didn't afraid to human, calmly swimming around the local houses jetty, and eating banana leaves provided by locals. It was bad history of local's interaction with this creature long time ago, when locals exploit the eggs, meat, and carapace. But after this animal became harder to find, they realized that they shall change their habit. They started to conduct rehabilitation and conservation, and now as a result, they have good relationship with sea turtle. They started to believe in locals. At Derawan, I rarely found any souvenir that made from sea turtle's part. Mostly they sell t-shirt, shell handicraft, and dolls. I found one or two preserved sea turtle but I thought it may came from naturally dead sea turtle or accidentally trapped in fisherman's net
Penyu memakan daun pisang // Sea turtle is eating banana leaves

Untuk berinteraksi dengan penyu di alam bebas, hanya di tempat ini yang saya rasa mudah didekati tanpa memerlukan peralatan selam scuba. Setiap sore semburan air dan desah napas berat si penyu di bawah balkoni kadang mengagetkan kita yang sedang menikmati keindahan sunset disini. Penduduk secara rutin mengapungkan sebilah daun pisang segar untuk dimakan sang penyu. Sedikit tips untuk mengambil gambar penyu di daerah ini, yang pertama adalah cari di sekitar penginapan atau restoran apung yang rutin memberi makan penyu dengan daun pisang. Para penyu pasti berada di sekitar situ. Tinggal mencari bayangan hitam besar di dasar pantai dari atas balkoni atau speed boat. Jika menggunakan speedboat, angkat baling-baling agar tidak berpotensi mengenai si penyu.Tips yang kedua adalah cari penyu berukuran besar yang sering terlihat memakan daun pisang itu, karena dari bobot badannya, gerakannya menjadi lambat, namun cukup merepotkan untuk dikejar. Jangan membuang waktu mendekati penyu ukuran kecil atau sedang, karena kecepatan berenangnya seperti layaknya ikan, sangat cepat.
To have interaction with sea turtle in natural habitat, I conclude that only here the sea turtles was easily approached without sophisticated scuba equipment. Every afternoon, the noise blow when it exhales below balcony will startled us whom standing above. Locals regularly feed them with banana leaves, float them with ropes and waiting the turtles to eat them. To get a good picture of sea turtle in natural habitat, use this opportunity to swim approaching the turtle, and when it finish eating the leaves, it will rest and slowing down. When you didn't met this opportunity, just locate any jetty that regularly used to float the leaves. The turtles will swim near that location in the afternoon. Just circling around with boat to find any dark shadow in sandy sea floor. Raise your propel carefully to minimize the possibility they accidentally hit the turtles. There are many of them, but just chase the big ones, a coffee table size one. Small turtles swim too fast, even if you chase them with boat
Tukik yang baru keluar dari telur // Turtle baby hatched from eggs

Mengenai Pulau Derawan
Pulau Derawan adalah salah satu pulau di Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur. Merupakan tempat singgah dimana banyak penginapan dan operator kapal untuk tour hopping islands dari yang berkelas hingga yang terjangkau. Selain di Derawan, tempat dengan fasilitas berkelas lainnya lainnya terdapat di Pulau Maratua dan Sangalaki.
About Derawan Island
Derawan Island is main island in Derawan Islands, East/North Kalimantan. It has many guest house with broad range of rate, from backpacker style to deluxe cabanas. It also has many hopping islands tour operator with also broad range of rate. It has diving facilities and turtle conservation. Another island like Maratua and Sangalaki only provide deluxe resort with deluxe facilities.
 Menuju Kesana
Lihat tulisan di blog ini tentang Sangalaki dan Kakaban
How to Get There
See Sangalaki and Kakaban story in this blog
Penyu raksasa bermanuver cepat // Giant turtle is moving fast

Surga Terumbu Karang Pulau Sangalaki Kalimantan Timur

Suara speed boat yang meraung halus mulai terdengar terbatuk-batuk. Sang juru mudi tampaknya mulai memperlambat laju kapal fiberglass bermesin tempel bahan bakar solar yang kami naiki. Dia terlihat seperti kebingungan mencari sesuatu di bawah laut. Sambil terus bergerak pelan di arus laut yang jelas terlihat deras, dia terus menerus mencari sesuatu, menengok ke kiri dan ke kanan. Lalu dia tiba-tiba berkata pada kami berempat, "Mas, sepertinya Mas-Mas belum beruntung, di sini adalah Manta Point, seharusnya banyak Manta berukuran besar disini". Hampir bersamaan dia selesai mengucapkan kalimat itu, saya yang duduk di sisi kiri kapal yang sedari tadi mengamati dasar laut yang nampaknya didominasi oleh pasir putih, tiba-tiba melihat sekelebat bayangan hitam pekat bergerak cepat di bawah air. Agaknya yang saya lihat adalah Manta kecil atau penyu hijau yang banyak terdapat disini.
The smooth sound of speedboat engine began to knocking. The captain was slowing down this fiberglass boat equipped with latch on diesel engine. He was searching for something underneath the boat while the boat moving slowly, looking at right side and left side repeatedly. Then suddenly he said 'Pak, it seems you are not lucky this time, here is Manta Point, supposedly many big Manta stingray wandering around here'. Alsmost the same time he finish his said, while watching the white sandy sea bed, I saw a dark shadow of something moving fast under the water. I might saw little Manta or little green sea-turtle that many of them lived here.
Ikan bannerfish Sangalaki yang sedang kawin // The Mating Sangalaki bannerfish

"Ya sudah Mas, kita ke spot snorkeling favorit saya saja". Meskipun agak kecewa, namun seiring kapal bergerak dasar laut yang tadinya kosong hanya pasir dan berarus deras perlahan mulai berwarna gelap. Kapal mulai mencari titik parkir di dekat ujung Jetty yang tidak bisa didekati karena air sedang surut. Masih belum terlihat ada apa di bawah sana karena air masih beriak karena gerakan kapal. Tanpa aba-aba sang juru mudi meraih jangkar dan terjun ke air. Melihat saya yang masih asyik mengamati kemana arah ujung Jetty ini, teman saya yang duduk di depan mengatakan indah sekali terumbu di bawah kami. Setelah kapal tertambat, sang juru mudi naik kembali ke kapal dan meminta kami makan siang dulu sebelum terjun. Setelah makan, kami bersiap memakai peralatan snorkeling, lalu terjun. Apa yang kami lihat sungguh indah. Tidak seperti terumbu karang yang saya lihat selama ini di Jakarta, terumbu karang di sini semuanya hidup. Soft coral dan hard coral tampak rimbun dan ikan-ikan hias berukuran besar bermacam-macam jenis bersliweran dimana-mana tanpa diberi "chumming" atau makanan penarik perhatian ikan yang selama ini dilakukan juru mudi di tempat lain. Dan yang aneh, tampaknya mereka sudah terbiasa dengan kehadiran manusia, karena tidak berenang menjauh ketika kami mendekat, namun tidak mendekati menanti makanan seperti ikan-ikan hias di Pulau Seribu. 
OK Pak, lets go to my favorite snorkeling spot" the captain said. Although disappointed, along with the boat move around the island, the white sandy sea bed now become dark. The boat is parked nearby the jetty pillar. The current was in low tide, so we can't land our boat on the island. I can't see clearly what beneath the boat because the water is rippled due to boat movement. Suddenly the captain jump into the sea to placed the anchor and wrapped it on the pillar. I enjoyed the island panorama and curious where this long jetty's end. When the boat successfully parked, the captain returned to the boat and asked us to take our lunch before snorkeling. After lunch, I prepared my snorkeling gear and began snorkeling. What I saw there is beyond my expectation. Unlike the coral/reef  in Jakarta bay, in here the corals are alive and colorful. Soft coral and hard coral population was very dense and the colorful fish, small and big fish, wandering around without stimulation of chumming. They were so familiar with human presence, because they were not avoiding us nor approaching us waiting for food
Kekayaan terumbu karang Sangalaki "The Coral Garden" / The dense reef in Sangalaki "The Coral Garden"


Ya, inilah salah satu titik snorkeling terbaik di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Pulau Sangalaki sudah terkenal sebagai tempat penelitian penyu bahkan terdapat pusat penelitian WWF dan Kehutanan disini. Pulau Sangalaki juga terkenal karena beberapa titik parade Manta raksasa. Beragam jenis ikan yang saya lihat di titik ini mulai dari konvoi bluefin trevally, banner fish, angelfish, berbagai jenis chromish, penyu, bintang laut, teripang, clown fish berbagai warna, scorpion fish, kerapu, pufferfish, boxfish, ikan kakatua, dll. Coralnya pun bermacam-macam, seperti fire coral, anemone, tube/terompet, brain, kima, dll. Tidak terdapat ubur-ubur di sini, tidak seperti di Maratua.
Here is the best snorkeling spot in Derawan Islands, East Kalimantan. Sangalaki Island is well known for green sea-turtle rehabilitation site, even here located WWF office and Indonesian Forestry Ministry field office. Here are also famous with many Giant Manta Parade points. A lot of fish I saw there such as blue-fin trevally, banner fish, angelfish, many variety of chromish, sea turtle, starfish, sea cucumber, clown fish in variety of colors, scorpion fish, grouper, pufferfish, boxfish, parrot fish, etc. There were many variants of corals, like fire fan coral, anemone, tube, brain, giant clampshell, etc. There were no stinging jellyfish here.
Ikan tupai Sangalaki // Sangalaki squirrel fish


Satu hal yang pasti, adanya koral hidup yang memberi keindahan namun juga menambah bahaya. Penggunaan wetsuit full body sangat dianjurkan karena ketika tersentuh koral api, sakitnya luar biasa. Saya mengetahui hal itu dengan cara yang menyakitkan.
One sure thing is, the presence of coral fish will not only make underwater scenery more colorful also make it dangerous. The use of full body wetsuit is very recommended because once it physically contact our skin, it will sting and produce exaggerating pain. I learned that in hard way.

Mengenai Pulau Sangalaki
Pulau Sangalaki adalah salah satu pulau di Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur. Merupakan tempat konservasi dan observasi internasional dan pemerintah untuk Manta raksasa dan penyu. Jenis penyu yang bertelur di pulau ini kebanyakan penyu hijau dan beberapa penyu sisik. Selain di Sangalaki, tempat observasi lainnya terdapat di Pulau Nabucco.
About Sangalaki Island
Sangalaki Island is one of many islands in Derawan. This place is famous with conservation, rehabilitation, and observation for Manta Rays and Sea turtle, especially green sea-turtle and hawksbill sea turtle. The other island that has rehabilitation and conservation unit is Nabucco island.

Menuju Kesana
Perjalanan ke Pulau Sangalaki bisa melalui Berau atau Tarakan.
Dari bandara Tarakan, perjalanan dilanjutkan dengan jalur laut menggunakan speedboat besar selama 3 - 4 jam ke tempat penginapan di Derawan. Dari bandara Berau, perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan darat ke Tanjung Batu selama sekitar 3 jam, lalu menyebrang ke Derawan menggunakan speedboat kecil selama sekitar 30 menit. Dari Derawan, Pulau Sangalaki biasanya bagian dari hopping islands, yaitu Maratua, Kakaban, Sangalaki, Nabucco, Samama, dan pulau-pulau sekitarnya.
How To Get There
The starting point may be via Berau or Tarakan. From Juwata Airport in Tarakan, we can continue the journey by using large speedboat (cap. 20-30 persons) approx. 3-4 hours directly to Derawan. Large group may have advantages using this option. For small group, ideally a multiple of 4 persons, may using Berau route. From Kalimarau Airport in Berau or Berau terminal if using inter-province bus, we can continue with travel (car rent include driver) to Tanjung Batu by car (MPV 7 seaters) for approx. 3 hours. Then from Tanjung Batu, we can continue to Derawan by boat-taxi for 30 minutes. From Derawan, Sangalaki island usually a part of hopping island tour to nearby islands around Derawan, like Maratua, Kakaban, Sangalaki, Nabucco, Samama, etc.
Lihat juga : Pulau Derawan dan Pulau Kakaban
See also : Derawan Island and Kakaban Island 


Ikan badut Sangalaki merah-putih di Anemon hijau // Sangalaki red-white stripes clown fish in green anemone

Atol Purba Pulau Kakaban

Setelah tulisan mengenai Pulau Sangalaki dan Pulau Derawan, sepertinya tidak adil kalau saya tidak membahas juga Pulau yang unik ini, Pulau Kakaban. Saat itu perjalanan ke Kakaban benar-benar perjalanan terburuk selama hopping islands di Kepulauan Derawan. Badai yang terjadi tadi malam masih menyisakan suasana kelam di cakrawala. Jarak yang paling jauh dan cuaca yang belum pasti, membuat saya ragu dan meminta urutan hopping islands diubah, agar ke Kakaban digeser setelah hari cerah. Namun, ternyata tidak bisa. Kakaban selalu menjadi tujuan pertama snorkeling pada setiap permulaan hari hopping islands, apapun urutannya. Tujuannya untuk kesehatan si makhluk lembut ini, ubur-ubur, bukan sembarang ubur-ubur, namun ubur-ubur tanpa sengat. Dikhawatirkan, jika berenang di tempat lain terlebih dahulu, ada parasit ataupun penyakit dari laut lepas yang terbawa pakaian perenang, lalu menulari sang ubur-ubur ini. Ubur-ubur tanpa sengat hanya ada beberapa di dunia ini. Selain Kakaban, yang terkenal juga terdapat di pulau Eil Malk di Palau, Polinesia dan Bucas Grande di Filipina. Padahal di Indonesia, terdapat beberapa tempat yang juga bernaung hewan ini, yaitu di tengah Pulau Maratua, Kep. Derawan, danau-danau tersembunyi di Pulau Misool Raja Ampat, dan konon ada di Pulau Togean, Sulawesi Tengah.
After my writings about Sangalaki and Derawan, this writing will be focused on Kakaban island. At that time, the sky was total black cloud, the remaining of the storm last night still can be seen from the shore. The distance to Kakaban from Derawan is the farthest, so that weather made me in doubt whether to continue or waiting the weather to got better. I asked the skipper to change the hopping island sequence but he didn't allowed. Kakaban always be the first island to be visited whatever the distance of other island. The purpose was for protection of this unique animal, stingless jellyfish, to avoid contamination biologically and or chemically. Parasite from open sea might be accidentally brought along the swimmers cloth. There's only a few place that known has stingless jellyfish, they are Kakaban, Eil Malik island in Palau - Polynesia, Bucas Grande in Philippines, and some others are in Indonesia, like some lake in the middle of Maratua island in Derawan, hidden lake in Misool in Raja Ampat, and one said Pulau Togean in Central Sulawesi also has this animal
Ubur-ubur tanpa sengat Kakaban // Kakaban's Stingless Jellyfish

Danau atol ini rata-rata proses terbentuknya sama, yaitu proses tektonik di dasar laut mendorong dasar laut ke permukaan, yang akhirnya menjebak makhluk laut di dalamnya. Sang ubur-ubur yang bertahan ini lama kelamaan "kehilangan" pemangsa sehingga melepaskan pertahanan dirinya, yaitu sengat beracunnya. Sebenarnya danau Kakaban ini tidak sepenuhnya terisolasi dari lautan sekitarnya, karena terdapat goa dasar laut yang menghubungkan keduanya.Air danau ini terasa asin.
Atoll lake formation is similar, which is tectonic force under sea bed shifting the ground below a coral upwards beyond the sea level and trapped the ecosystem within. Some animal died, some were survived. This jellyfish survived and reproduce, but without their predators, they disarm their poisonous stings, so be it stingless jellyfish. Actually this lake is not completely isolated with surrounding sea water. One believe there is a tunnel that connect the water inside the lake and sea water. The water tastes salty
Ubur-ubur tanpa sengat yang sangat banyak terdapat di danau Kakaban // Pristine stingless jellyfish in Kakaban lake

1. Jangan melompat ke danau.
Meskipun danau ini sangat indah, namun tetap harus diingat ada makhluk lembut ini di bawahnya. Di sisi kiri kanan dermaga ada undakan tangga agar bisa masuk dengan hati-hati.
1. Dont jump into the lake
Even the lake is so calmly beauty, please be advised that there is a fragile creatures live within. There is stairs for access into the lake so take the entry carefully.
2. Usahakan higienis.
Lakukan usaha meminimalkan kontaminasi biologis dan kimiawi ke danau ini. Mendahulukan sesi hopping islands, tidak melepas hewan laut lain ke dalam danau, dan tidak makan di pinggir danau, serta tidak buang air kecil/besar ke danau adalah cara untuk mengurangi kontaminasi biologis. Tidak menggunakan sunblock atau bahan kimia lainnya, tidak mencuci dengan sabun, adalah cara untuk mengurangi kontaminasi kimiawi.
2. Always Hygiene.
Avoid  biological and chemical contamination into this lake, by make it always first of hopping islands sequence, don't bring in other sea creature, don't eat at the lakeside, don't use the lake for toilet, don't use sunblock or any lotion or chemical, and don't introduce detergent.
Kepiting berwarna unik // An unique colorful crab
3. Tidak menggunakan fin
Teknik renang yang tenang dan tidak menggunakan fin bisa mengurangi tingkat kematian ubur-ubur ini akibat terkena tendangan kaki atau sirip.
3. Never use fins inside the lake
Steady swimming technique and without fins may reduce the death by accidental rate of jellyfish due to improper swimming and get hit by fins.
Selain danaunya yang menakjubkan, dermaga kayu di depan pulaunya dikelilingi terumbu karang yang indah. Bahkan saya menemukan dua scorpion fish besar berenang dengan anggunnya di bawah dermaga. Dari dermaga, kita bisa melihat bahwa ada batas kedalaman di sekitar kakaban dari dangkal, langsung terdapat jurang (drop off) yang hampir vertikal. Justru disinilah lokasi selam favorit yang berupa dinding yang dipenuhi terumbu. Konon di sekitar pulau ini terdapat kawanan barakuda dan hiu martil yang agresif.
The shallow water around the island also provide beautiful view above water and underwater. I saw two dwarf lionfish swimming just below the jetty. We can also see the border between shallow reef and the famous drop off that often utilize for wall scuba diving. There live barracuda schools and seasonal hammerhead shark
Dermaga Kakaban yang juga sangat cantik // Beautiful underwater view of Kakaban jetty

Mengenai Pulau Kakaban
Pulau Kakaban adalah pulau atol purba di Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur. Merupakan tempat konservasi untuk ubur-ubur tanpa sengat. Selain danau air asin, titik penyelaman menantang terdapat disini, seperti penyelaman dinding maupun penyelaman peminatan khusus seperti penyelaman susur goa.
About Kakaban Island
Kakaban island is pre-historic atoll di Derawan Islands in East Kalimantan. It is a conservation area for stingless jellyfish. A challenging dive spot is available around the island, like wall diving and cave diving.
Seekor Boxfish mencoba bersembunyi di sela-sela koral // A boxfish hid itself inside the corals

Menuju Kesana
Sudah diulas dalam tulisan mengenai Pulau Sangalaki dan Derawan
How to Get There
See previous writings about Sangalaki and Derawan Island
Empat bintang laut di terumbu karang Kakaban // Four starfish on Kakaban hard coral

Catatan Perjalanan : Backpacker Pekerja Migas ke Pulau Derawan 5-8 Mei 2012

Rasa Penasaran Tentang Derawan

Berawal dari halaman media sosial facebook seorang rekan kantor yang baru pulang dari perjalanan menyelam ke Derawan, saya menjadi cukup penasaran dengan tempat yang bernama Derawan. Bahkan catatan perjalanannya bertemu dengan siput laut (Nudibranch) di kedalaman Kakaban yang dimuat di majalah online Backpackin Magazine, serta cerita mengenai penyu berumur ratusan tahun, ikan manta, barakuda, bahkan hiu martil benar-benar menggelitik rasa ingin tahu saya mengenai Pulau apakah itu. Mengapa pulau itu seperti sangat spesial, sebanding dengan Wakatobi, Raja Ampat, Karimun Jawa, bahkan katanya melebihi keindahan di Pulau Pramuka? Dibandingkan dengan reportase teman-teman saya di Majalah Ransel mengenai Karimun Jawa, saya rasa keindahan alam Karimun Jawa pun tidak ada apa-apanya.
Saya, Hartoyo, Kiki, dan Havid
Akhirnya saya membulatkan tekad, bahwa saya ingin ke Derawan pada libur lapangan saya selanjutnya. Saya pun mulai mencari-cari teman perjalanan, dan yang pertama kali saya cari adalah melalui grup backpacker "satu warna" yang ada di media sosial saya. Bagai gayung bersambut, ternyata salah satu anggota satu warna ada yang juga mencari teman perjalanan kesana, dia adalah Havid, anggota asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Ketika saya menyatakan ikut bergabung, maka dimulailah petualangan kami. Tidak ada budget dan rencana, hanya kata-kata, siapkan saja uang cash sebanyak Rp. 2,000,000 dan tiket penerbangan pagi ke Berau. Beruntungnya saya, durasi perjalanan ini sangat pas, hingga di akhir perjalanan, saya bisa menghemat penerbangan bolak-balik Balikpapan-Jakarta-Balikpapan, karena saya langsung ikut jadwal pergantian crew ke lapangan. Jadi secara tidak langsung, saya menggunakan tiket pergantian crew yang diberikan oleh kantor, dan hanya menanggung tiket menuju Berau-nya saja. Oh ya, perjalanan kali ini, kami sepakat akan melakukan perjalanan Backpacker alias merakyat alias ngegembel.

Backpacker Pekerja Migas

Pagi itu, saya berangkat menggunakan pesawat Lion Air yang berangkat cukup pagi, yaitu pukul 06:15 pagi. Tujuannya agar saya sudah tiba pukul 09:00 waktu setempat di Balikpapan. Sesuai jadwal, saya tiba di Balikpapan dan langsung menghubungi Havid, dan diminta menunggu di depan pintu Terminal A Bandara Sepinggan di Balikpapan. Sambil menunggu waktu, saya melipir ke Terminal B dan membeli sarapan cepat saji ayam goreng CFC. Selesai makan, saya kembali ke Terminal A dan saya langsung mengenali Havid. Ternyata Havid adalah pekerja migas dari KKKS di Kalimantan Timur, yaitu Total Indonesie. Bersama Havid, sudah ada Mas Hartoyo yang juga pekerja migas dari GE-VGI (General Electric - Vetco Gray Indonesia). Saya sendiri bekerja di KKKS juga di Kalimantan Timur. Jadi jangan-jangan semuanya pekerja Migas? ooo belum tentu, kami masih menunggu satu orang lagi, dimana tiketnya sudah dipegang Havid. Saya tanya, siapa seorang lagi? dan ternyata dia adalah Kiki, teman kerja Havid di Total. Yeaaaaaah, jadilah tema kali ini backpacker pekerja migas melarikan diri dari tanggung jawab, eh, maksudnya dari kesibukan dan tekanan kerja.. hehehehehe.. 

Sambil menunggu Kiki, kami cek in duluan (dasar ngga kompak, hehehe), tapi kita coba-coba merayu agar tiket Kiki bisa di check-in kan, dan ternyata bisa hehehehe. Setelah check-in, kami keluar lagi, karena Mas Hartoyo belum tarik uang tunai di ATM. Di Derawan tidak ada ATM, jadi persiapan uang tunai harus disegerakan disini, kalau tidak mau repot di Berau nantinya. Setelah itu kami menunggu Kiki. Sudah masuk waktu boarding pesawat kami ke Berau, yaitu Batavia Air yang berangkat pukul 10:20, Kiki belum kelihatan, untung sudah check-in. Panggilan masuk pesawat sudah terdengar, dan akhirnya Kiki sampai ke Bandara Sepinggan. Kami langsung menariknya masuk dan mengejar pintu keberangkatan agar tidak ditinggal pesawat.
Bandara Kalimarau yang sederhana
Pukul 12:40 kami mendarat di Bandara Kalimarau di Berau, Bandara yang memiliki landasan yang unik, karena begitu pesawat mendarat sampai ujung landasan, pesawat balik arah ke lokasi Bandara baru yang sedang dibangun. Disitu kami diturunkan dan sudah ada petugas pemeriksa bagasi. Ya Benar, bagasi kami langsung diserah terimakan disitu, tepat di bawah pesawat yang sedang dibuka kargonya (berasa di pedalaman, tidak ada conveyor pengambilan bagasi). Lalu setelah mendapat bagasi, kami menunggu hingga semua bagasi berpindah ke tangan pemiliknya. Lalu kami dijemput oleh semacam bis 3/4 yang dimodifikasi seperti angkot, kami duduk menyamping dan diantar ke Bandara yang operasional, yaitu Bandara kecil (kalau boleh tega, seukuran kantor pembayaran PAM di Bogor) di ujung lain landasan tadi. Terlihat disini halaman bandara sempit dan tidak memungkinkan pesawat jet Airbus tumpangan kami melipir kesitu. Kami menyempatkan berfoto di depan taman yang ada papan penanda Bandara Kalimarau di Berau.

Keindahan Pulau Derawan (searah jarum jam) : Suasana di depan penginapan, Penginapan apung, Elang laut yang banyak terdapat disini, Dermaga rakyat yang berada di kompleks Derawan Dive Resort
Setelah keluar Bandara Kalimarau, kami mencari tumpangan ke Tanjung Batu. Kata Havid, biasanya ada mobil Avanza yang mencari penumpang sewa ke Tanjung Batu. Tapi kali ini, tidak terlihat sama sekali, yang ada hanya calo-calo yang menempeli kami sejak keluar Bandara. Kami menuju mushala terdekat dan shalat Zuhur jama Ashar dan istirahat sebentar. Ngobrol-ngobrol dengan calo, satu avanza atau orang sini bilang Taxi, akan dimuati 5 orang, yaitu 1 depan, 3 tengah dan 1 belakang bersama tumpukan barang bawaan. Artinya kami tinggal mencari 1 orang lagi agar mobil bisa cepat penuh. Setelah sepakat, si calo tadi menelpon teman pengemudi taksinya yang berada di Kota Berau agar datang ke Bandara. Kota Berau (Tanjung Redeb) berjarak 30 menit dari Bandara Kalimarau. Sementara menunggu kami rencananya mau makan siang, tapi tidak ada apa-apa di sekitar Bandara. Akhirnya kami tidur-tiduran saja. Sejam kemudian, avanza yang ditunggu datang. Avanza berwarna biru telur asin, dan kami langsung menaikkan barang. Seperti perjanjian sebelumnya, kami menunggu satu penumpang lagi yang berarti menunggu kedatangan pesawat berikutnya (oh tidak). Akhirnya disepakati kami membeli satu kursi penumpang yang kosong tadi agar langsung berangkat. Hampir pukul 13:30 kami akhirnya berangkat. Karena penumpangnya cuma kita-kita saja, kami meminta Sopir untuk mampir ke Tanjung Redeb (pusat kota Berau) karena Kiki belum menarik uang tunai (plis deh ah!!). Sekalian makan siang, kami mengajak Sopir ikut serta. Sopir sih setuju saja, mumpung makan gratis. Di Tanjung Redeb, setelah mengambil uang tunai, kami makan siang dulu di RM Padang dekat dengan tepian sungai. Tampaknya sedang ada pekerjaan penguatan dinding sungai saat itu. Setelah makan, si Sopir cerita kenapa bisa satu jam baru sampa ke Bandara tadi siang, karena dia kehabisan bensin. Setelah mengantri di SPBU di Kota Tanjung Redeb, dia hanya kebagian sedikit saja dan tidak cukup untuk ke Tanjung Batu (whatt?). Kata dia, jangan khawatir, karena ada SPBU tepian sungai dekat depo Pertamina di tengah jalan.. saya balik tanya, kalau habis juga bagaimana? ya katanya kita menginap antri di SPBU itu sampai ada pasokan datang dari sungai (bujug ini orang sekate-kate nginep antri di SPBU seperti truk-truk di Kalimantan!).

Untungnya ada, kenalannya di depo itu sudah menunggu kami dengan beberapa jerigen penuh berisi bensin. Setelah mengisi bensin disitu, kami melanjutkan perjalanan ke Tanjung Batu. Perjalanan dari Bandara ke Tanjung Batu biasa memakan waktu 3-3.5 jam, tergantung cuaca dan kondisi jalan. Saat itu beberapa ruas jalan sudah habis menyisakan batu pondasinya dan tanah-tanah berlubang. Perjalanan kami juga sempat terhenti akibat kawanan kerbau-kerbau milik penduduk sekitar menyebrang jalan. Akhirnya pukul 16:00 kami sampai di Tanjung Batu dan diantarkan hingga ke Dermaganya. Cukup cepat juga ya, lebih cepat dari perkiraan. Disana sudah ada Taxi air yaitu speedboat yang akan mengantarkan ke Derawan, dimana satu speed berisi 5 penumpang (lagi?). Sepertinya dipaksakan mengikuti jumlah penumpang avanza kali ini boat.. Seperti tadi, akhirnya kami membayar satu kursi kosong itu agar tidak kemalaman ke Pulau Derawan. Perjalanan Tanjung Batu ke Derawan memakan waktu 1 jam dan pukul 17:00, masih sangat terang disana saat itu, kami segera menuju penginapan kami yang akan dipakai selama 3 malam. Penginapan ini harganya cukup murah, dengan fasilitas seadanya, yaitu satu kamar sempit yang pas 2 ranjang kayu kasur kapuk, menyisakan sedikit rongga untuk meja kecil dan tas ransel kami. Kipas angin tergantung, WC/Kamar mandi 2 buah bergabung dengan pemilik rumah, serta colokan yang cuma ada dua lubang.
Penginapan Derawan Lestari 2
Di penginapan itu, kami mulai nego mengenai kapal, alat-alat snorkeling, serta biaya masuk pulau-pulau tujuan ke Pak Haji pemilik penginapan itu. Setelah sepakat, kami memilih peralatan snorkeling untuk dicoba besok pagi. Lalu kami berkeliling ke Pos Angkatan Laut, lalu melewati kuburan keramat, balik lagi ke Penginapan lalu ke pelantaran melihat penyu yang menyantap daun pisang yang sedang diapungkan. Menjelang malam, setelah shalat magrib, kami keluar dan mencari makan di RM April. Menu ikan bakar yang sangat ramah di kantong dan sangat segar ikannya membuat kami puas dan kekenyangan. Tidak lupa malam harinya kami mampir ke jembatan pelantaran paling timur di Derawan Dive Resort untuk melihat anak-anak muda berkumpul dan memancing ikan. Kami sih ingin mencari penyu yang naik ke daratan untuk bertelur. Kata Pak Haji sih kalau mau mencari penyu harus lewat tengah malam. Namun karena lelah, kami ketiduran dan besok harinya kami mengejar matahari terbit. Tidak lupa dengan menu makan siang kotakan yang sudah dipesan tadi malam ke RM April.

Maratua Paradise Resort

Esok harinya kami mengejar matahari terbit di dermaga "rakyat" di area Derawan Dive Resort. Matahari tertutup awan tebal pagi itu, angin bertiup dingin, maka kami memutuskan kembali saja ke penginapan dan bersiap-siap. Sepanjang jalan kembali, lapangan voli di Derawan Dive Resort dipenuhi jejak-jejak seperti sesuatu yang besar dan berat diseret sepanjang pasir pantai. Di ujung jejak itu, terlihat lubang yang terlihat sudah dibongkar.. oh tidak, ini adalah jejak penyu dan artinya telur-telur penyu itu sudah diambil. Tidak lama kami bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai komunitas masyarakat disana yang melakukan konservasi penyu. Katanya telur-telur penyu itu dipindahkan ke tempat yang aman untuk ditetaskan. Syukurlah..

Jejak penyu yang seperti benda besar diseret, lubang di tengah lapangan adalah lubang telur-nya

Pagi itu, setelah menghabiskan sarapan dan alat snorkeling sewaan yang sudah di tangan, kami diminta langsung saja menuju dermaga kecil di belakang RM April. Nasi kotak sudah diambil oleh skipper kapal kami pagi itu. Tujuan hari pertama hopping island kami adalah Pulau Maratua saja. Pukul 08:00 kami berangkat dan sekitar dua jam kemudian kami sampai di Pulau Maratua. Di Pulau itu kami merapat di dermaga Maratua Paradise Resort, sebuah resort yang harganya cukup menguras kantong ini terlihat indah dan nyaman. Kami berjalan menuju pentainya dan setelah berfoto-foto sebentar, lalu kami kembali ke kapal kami yang berupa kapal fiberglass bermesin tempel 40 PK. Kami melanjutkan untuk snorkeling di sekitar karang Pulau Maratua. Tidak terlalu bagus pemandangan di sekitar sini, karang yang sudah memutih tidak terlalu memberikan gambaran saya mengenai alasan mengapa Pulau ini dipuja-puja keindahan bawah lautnya. Memang sih, saat itu ikan koral yang ada disana sangat bermacam-macam dan berukuran relatif besar. Namun ikan-ikan itu pemalu dan tidak mau dichumming dengan remah-remah roti agar keluar dari persembunyiannya. Artinya ikan-ikan disini masih sangat alami dan tidak bergantung dari makanan pengunjung. Suatu nilai positif dari saya saat itu. Akhirnya tepat tengah hari, kami memutuskan mengakhiri snorkeling disana.

Kami mendarat di Pulau Maratua, tempat perkampungan nelayan
Sebelum kembali ke Derawan, sang skipper meminta izin untuk mengirimkan titipan bungkusan dari Derawan ke kerabatnya di perkampungan nelayan Maratua. Kami merapat di suatu pantai yang entah dimana dikelilingi kebun kelapa dan tebing karang yang tinggi di belakangnya. Dimana kampungnya? setelah berjalan di pantai kami menembus kebun kelapa dan terpana pada tangga buatan penduduk dari batang pohon kelapa, menghubungkan pasir pantai di bawah dengan tepian tebing di atas sana, sekitar 20 meter tingginya. Dengan hati-hati kami memanjat tangga asal buat itu yang terdiri dari belahan batang kelapa yang disambung dengan tali sabut kelapa. Sangat tidak stabil dan reyot, sehingga setiap kami berpijak ke satu anak tangga, jalinan batang tangga itu bergoyang seperti akan roboh.

Snorkeling di Maratua

Di atas sana ternyata ada tiga rumah penduduk yang kosong, mungkin sedang melaut. Ada jalan raya yang membuat saya penasaran, sampai kemana jalan raya ini. Apakah ada mobil disini, kok ada jalan aspal? kemana warga minum air di tanah karang begini, air kelapa? dan beberapa pertanyaan lainnya. Setelah beberapa lama, skipper tadi terlihat lagi dan mengajak kami kembali ke kapal. Dia turun dan langsung memanjat pohon dan mengambilkan kami air kelapa. Kami makan siang dengan bekal nasi kotak yang kami bawa dari Derawan. Disana kami makan bersama, dan minum air kelapa segar yang joss. Setelah makan siang kami kembali ke Derawan, namun karena masih siang, kami meminta melipir sebentar ke Pulau Gusung pasir. Di tengah jalan, saya melihat beriak air di perairan dekat kapal, sebagai tanda ikan pelagis yang sedang makan (feeding frenzy). Iseng-iseng saya menanyakan skipper punya alat pancing tidak? dan diiyakan si skipper. Lalu dia mematikan kapal lalu mengambil alat pancing berupa tali pancing, mata kail yang ditutupi bulu ayam berwarna merah, yang dililit di botol bekas. Tidak menunggu lama, saya yang tadinya duduk di depan bertukar posisi dengan di belakang, lalu mulai melakukan pancing trolling/tunda dengan umpan palsu bulu ayam. Sambil mengulur bulu ayam tadi, kapal bergerak sangat pelan melewati pusaran ikan pelagis yang sedang kelaparan di bawah. Benar-benar hebat, kami berhasil melewati pusaran itu tanpa membubarkannya, lalu terlihatlah ikan-ikan seperti ikan tongkol dan trevally memutari ikan-ikan kecil yang seperti ikan Sardin/Tembang. Saya menaruh harapan saya semoga ada ikan predator yang mengigit umpan itu, namun hingga akhirnya pusaran itu bubar dan kami berputar-putar sekitar situ, tidak ada yang kena. Akhirnya kami sudahi dan langsung kembali menuju Pulau Gusung.

Pos TNI Angkatan Laut Perairan Derawan

Di Pulau Gusung, sesuai namanya, adalah hamparan pasir luas yang timbul jika air laut surut. Karena ketika kami datang, sedang dalam proses surut, kapal kami parkirkan agak jauh, agar tidak kandas. Disana kami cukup lama berfoto-foto ria dan menikmati hangat panasnya terik matahari saat itu. Saat kami akan pulang, kapal hampir saja kandas karena air laut surut. Dengan sedikit mendorong kapal dan menaikkan baling-baling, kami perlahan melaju kembali ke pantai Derawan. Dua orang dari kami duduk di depan sebagai pemberat agar baling-baling bisa dipakai mendorong. Karena masih sore, sedangkan perjanjian kami adalah hingga pukul 16:00, maka kami meminta skipper memutari Pulau Derawan, dan ternyata cuma sebentar saja kami sudah memutarinya, maka kami memutuskan memakai kapal itu untuk mencari penyu. Sambil kapal berjalan pelan, kami bersiap dengan alat snorkeling siap terjun ke air jika terlihat bayangan penyu di bawah, dan akhirnya berhasil.. kami mendapatkan penyu yang besar dan mengepungnya. Setelah seseorang dari kami berhasil memegang tempurungnya dan menahannya agar tidak kabur, kami mulai berfoto dengan penyu yang bahkan lebih besar dari ukuran badan saya. Sang skipper pamit kembali ke rumahnya dan kami mengizinkannya. Kami akan kembali ke pulau dengan berenang.

Sore itu setelah mandi, kami berkumpul di teras homestay. Karena saya membawa laptop dan modem, kami langsung saling mengupload foto masing-masing ke cloud agar bisa langsung berbagi. Di sore itu, ada sepasang turis mancanegara yang kelihatannya tidak punya rombongan jalan, sehingga akhirnya meminta bergabung dengan rombongan kami. Namun kapal yang kami sewa adalah kapal kecil yang pas 4 orang, sehingga kami secara halus menolaknya.

Malamnya, kami kembali makan malam di RM April dan memesan nasi kotak untuk besoknya.

Pulau Kakaban dan Sangalaki, Kekayaan Bahari Derawan

Besok paginya kami melewatkan untuk mencari sunrise karena akan berangkat lebih pagi. Tujuan kali ini adalah Pulau Kakaban lalu dilanjutkan ke Pulau Sangalaki. Kami berangkat pukul 07:30 pagi dan tiba pukul 09:00 di Pulau Kakaban. Tidak ada loket maupun penjaga pintu masuk, namun biaya sandar dan masuk pulau sudah diurus oleh Pak Memet dari Derawan. Menaiki anak tangga, dan meniti pelantar kayu akhirnya kami sampai di danau yang luas berwarna hijau tosca. Kami kelihatannya adalah pengunjung pertama danau ini hari ini. Tanpa basa-basi kami langsung menceburkan diri ke dalam danau ubur-ubur tanpa sengat yang hanya ada beberapa di dunia saat itu.

Nudibranch yang saya lihat di bawah dermaga Pulau Kakaban

Pukul 10:00 siang kami berangkat dari Pulau Kakaban ke Pulau Sangalaki. Tujuan kami kali itu adalah untuk melihat kawanan pari Manta, namun saat itu kami tidak beruntung karena Manta tidak terlihat. Sebagai gantinya, kami diajak ke coral garden di ujung dermaga/jetty Pulau Sangalaki yang lebat dengan soft coral. Anemon, gorgonian, dan hewan-hewan laut karang lainnya sangat banyak disini. Kawanan ikan bluefin trevally juga sempat terlihat disini, dimana mereka adalah salah satu predator ikan-ikan coral. Setelah selesai snorkeling, kami merapat ke Pulau Sangalaki untuk makan siang, namun karena air sedang surut, maka dermaga ini tidak bisa kami pakai karena terlalu tinggi, jadi kami akan benar-benar merapat ke Pulau Sangalaki. Namun air yang sedang surut juga menyulitkan kami untuk mendarat di pulau tersebut, sehingga kami harus turun dari kapal dan mendorong kapal hingga jarak yang cukup dari tepian. Setelah mendarat, kami diajak skipper ke pos pemantauan penyu yang dikelola oleh BKSDA dan WWF. Disana terdapat suvenir yang dibuat seperti kaos dan pernak-pernik dari kayu yang bertemakan perlindungan terhadap penyu, namun karena harganya mahal, dan saya pikir nanti juga ada di Pulau Derawan. Disini juga ada bak penetasan penyu dan beberapa penyu kecil atau Tukik yang akan dilepas nanti malam.

Pulau konservasi penyu Sangalaki

Disini kami makan siang bersama di depan Sangalaki Manta Resort yang sedang dalam tahap pembangunan. Pukul 14:00 kami meninggalkan pulau tersebut dan kembali ke Pulau Derawan. Air yang sudah pasang memudahkan kami meninggalkan pulau tanpa harus mendorong-dorong kapal lagi. Di tengah jalan ke Derawan, kami menemukan feeding frenzy ikan-ikan pelagis, dan sama seperti kemarin, saya mencoba memancingnya dengan cara trolling/pancing tunda. Namun lagi-lagi tidak ada ikan yang didapat. Sampai di Pulau Derawan, masih sama, masih sangat terang, yaitu Pukul 16:00 kami memutuskan untuk mencari penyu lagi, namun tidak mendapat hasil. Akhirnya kami kembali ke penginapan untuk berkemas karena akan pulang besok paginya.

Kami mendorong kapal ke tepian karena air laut benar-benar surut saat itu

Malam harinya kami makan malam di RM Dira dan saya terkejut dengan menu Kima atau tiram raksasa yang dilindungi, untung cuma jebakan. Lalu kami mencari suvenir-suvenir dari Derawan untuk keluarga. Harganya cukup mahal, sehingga saya menyesali tidak membeli suvenir di Pulau Sangalaki yang berlogo WWF itu. Setelah semua suvenir siap, lagi-lagi kami saling mengumpulkan foto dan menyimpan di cloud dan flashdisk masing-masing.

Kembali Ke Jakarta

Akhirnya selesai sudah perjalanan kami di Derawan 4H/3M itu. Perjalanan dengan budget backpacker akhirnya selesai disini. Kami akhirnya kembali ke Bandara Kalimarau untuk penerbangan pukul 14:00 siang ke Balikpapan. Di Balikpapan, kami akhirnya berpisah dan saya ikut mobil Hartoyo sampai ke Hotel di Balikpapan karena besok paginya saya akan crew change dan kembali bertugas di lapangan migas Kalimantan Timur.

Budget

  1. Tiket Pesawat pp. Balikpapan-Berau = Rp. 850,000 per orang
  2. Penginapan, Boat H+1, Snorkeling Set = Rp. 1,700,000 (4 orang) --> Kapal 1.2 jt
  3. Penginapan, Boat H+2, Snorkeling Set = Rp. 1,800,000 (4 orang) --> Kapal 1.2 jt
  4. Makan (total 4 hari) = Rp. 613,000 (4 orang)
  5. Mobil Kalimarau - Tg. Batu pp. = Rp. 700,000 (4 orang)
Biaya per orang,  Rp. 2,053,000 start dari Balikpapan untuk paket 4H/3M sudah termasuk Pesawat.