Saya, Noha, Faiz, Cempaka |
Hutang Manta.
Perjalanan ini bermula saat saya ingin sekali kembali ke Derawan tahun
ini. Niat saya mengompori teman-teman kantor supaya bisa ikut kesana
rupanya tidak berujung pada berangkatnya kami kesana. Banyak yang hanya
mau terima beres, tipikal rekan perjalanan yang nantinya merepotkan dan
saya hindari. Sulit sekali menemukan rekan perjalanan yang mau "susah
senang ditanggung bersama". Pancingan saya di media sosial pun tidak
ditanggapi serius oleh teman-teman pejalan lain. Mungkin karena memang
perlu biaya ekstra untuk kesana sehingga sulit mencari backpacker yang
mau kesana. Lagipula, perjalanan kesana selalu tentang laut dan
keindahan bahari di dalamnya, dan akan garing jadinya kalau malah dapat
teman-teman yang orientasinya nyantai dan mantai (hahaha).
Saya jadi teringat perjalanan saya kesana pada bulan Juni tahun 2012 lalu.
Saya yang kebetulan penasaran tentang cerita keindahan bahari kepulauan
Derawan mendapat sambutan dari grup pejalan di media sosial yang kami
buat selesai saat perjalanan backpacker kami ke Sawarna, supaya tetap
menjalin komunikasi antar sesama backpacker aliran "murni" alias
"spontan, dinamis dan share responsibility (bukan cuma share cost) -
menurut saya ini tipe backpacker yang klop dengan saya". Buktinya banyak
perjalananan-perjalanan yang sudah kami lewati bersama hingga dikira
sebagai sebuah EO perjalanan (?) Mana ada EO perjalanan yang mengubah
rencana perjalanan seenak jidat di tengah-tengah karena penasaran dari
cerita porter, sopir, atau bahkan penjual kopi? Karena kami dinamis!!...
Buktinya jalan-jalan para "weekenders" ke Bromo, beberapa pesertanya
bisa diracun untuk lanjut ke Sempu (camping), lalu beberapa di antaranya
juga keracun juga ikut lanjut lagi ke Semeru... pada perjalanan yang
sama... ya!, 14 hari total perjalanan saat itu dari awalnya hanya 3
hari. Amazing kan? Perubahan rencana itu spontan beberapa hari sebelum
keberangkatan lho.
Sayangnya grup media sosial tersebut
disisipi oleh EO jasa wisata sehingga menjadi ramai iklan dan membuat
backpacker minggat satu-satu (atau perasaan saya saja?). Yang jelas
groupnya menjadi "sepi" dalam artian sudah jarang yang open discussion
dengan kata-kata "ayo kita kemana guys!, cuaca mulai bersahabat nih",
tapi malah penuh dengan "dibuka trip xxx untuk xxx orang, limited seat
harga Rp. xxx DP Rp. xxx tidak bisa cancel hanya ganti nama, dst dst
dst". Oya, jangan lupa sama orang yang rajin sekali promosi blog
pribadinya... cuma di Indonesia yang ada kaya begini, mungkin di blognya
dipasang iklan sehingga cari duit dari pengunjung yang masuk?
Kembali
lagi ke rencana saya dimana saya sudah "kebelet" ke Derawan lagi tahun ini. Teman-teman
kuliah saya dahulu juga punya rencana juga kesana bulan Juni nanti,
namun bentrok dengan jadwal kerja saya yang shifting/piket setiap 2
minggu sekali. Mau reschedule juga sulit karena saya harus memilih
antara lebaran di rumah atau Derawan dengan teman-teman, maka saya memilih keluarga saya
(sorry guys, bukannya menolak kompak). Target saya ke Derawan adalah pada bulan
April atau Mei tahun ini, agar bisa bertemu Manta, jadi mulai Januari
awal tahun ini, saya mulai mencari-cari rekan perjalanan kesana. Jadi
akhirnya saya kembali ke forumnya backpacker yang terkenal di Indonesia.
Scrolling-scrolling
mencari agenda jalan kesana namun banyak yang berupa trip dari EO
wisata dan penyedia penginapan. Ada yang cuma tanya-tanya namun tidak
berujung pada tanggal. Sempat putus asa dan diputuskan nge-draft thread
baru ajakan kesana di forum itu, tiba-tiba saya lihat ada thread baru
dari seorang cewek manis (hehe, dari foto profilnya) yang tanggalnya pas sekali dengan
tanggal shift libur saya dan dia mengajak shared cost. Saya bookmark dan
memantau ini akun beneran, atau EO wisata menyamar. Threadnya malah sepi
dan cenderung tenggelam, sehingga saya coba sundul dengan komentar
mengenai pengalaman saya shared cost dulu. Karena tidak ada respon di
forum oleh si TS nya, daripada hilang kesempatan dapat teman perjalanan,
saya memberanikan diri mengontak dia dengan whatsapp (supaya kelihatan
foto aslinya). Dan akhirnya dia merespon. Yesss!
Dia
sudah ada teman yang juga tertarik kesana namun yang saya tangkap dari
pembicaraan hari itu adalah, dia belum punya rencana dan belum pernah
kesana. Ibarat gayung bersambut, ini dia yang saya cari. Lalu kami
berdua mulai menyusun itinerari kesana dari googling-googling spot
menarik di Derawan dan pengalaman saya kesana dulu. Hampir tiap hari
itinerari berubah karena masukan spot yang ingin dikunjungi, termasuk
danau Labuan Cermin yang ternyata jaraknya masih jauh dari Berau (6 jam
perjalanan darat sekali jalan brow!! Tepos dah ntar ini bemper belakang),
akhirnya Labuan Cermin di-skip. Setelah itin agak fix saya menyarankan
mencari peserta satu lagi agar bisa mendapat formasi 4 orang, pas dengan kapasitas speedboat yang akan kami gunakan. Selain itu saya minta agar
temannya juga ikut di conversation whatsapp sekalian kenalan.
Noha |
Ternyata,
"teman" nya adalah saudara sepupunya. Sepupunya akan mengajak pacarnya
kesana (saya kira pacarnya, jadi dia single? Oooh :p). Mulai saat ini
kita panggil dia Noha dan saudara sepupunya si Faiz, punya pacar si
Cempaka. Si Faiz sudah browsing kemana-mana mengenai Derawan sejak 2013,
kelihatan dari komentar-komentarnya di blog lainnya tentang Derawan,
namun dia lebih condong tertarik ke Maratua. Itin yang sudah ada
dirombak lagi dan akhirnya dari rencana awalnya yang backpacker paket
hemat, menjadi backpacker full resort. Kalau di program TV dulu berubah
dari gaya ransel ke gaya koper. Saya pikir, "kenapa tidak?", gaya ransel
sudah saya lakukan 2012 lalu, tidak ada salahnya mencoba kemewahan
Resort? Kalau ada kapal pesiar atau live-on-board juga dijabanin deh.
Beberapa isi itin kami termasuk resort Derawan Dive, resort Maratua
Paradise, Hidden Lagoon di Kakaban, Goa Haji Mangku, dan Danau Haji
Buang (danau ubur-ubur tanpa sengat di Maratua), Manta Parade/Manta Run,
Turtle Traffic, Fish Tunnel sisanya standar Derawan. Rencananya 10-15
April 2014, artinya durasinya 6 hari... wow. Pas dah tuh setelah sehari
sebelumnya nyoblos pemilu legislatif. Lumayanlah, tidak melalaikan
kewajiban sebagai warga negara yang baik.
Namun apa daya,
di musim low season begini resort-resort malah full booked oleh tamu
mancanegara. Cerdas! Harga tiket pesawat sedang low fare, banyak bule
nih nanti disana. Kami mulai membagi tugas mencari penginapan lainnya.
Tapi hampir semua penuh.. atau pura-pura penuh (contohnya si M***t
D*****n L*****i yang saya pakai tahun 2012 juga bilang penuh, tapi pada
saat saya kesana, penginapannya satu kosong satu tutup). Mungkin karena
takut dikerjai, mereka memilih untuk tamu yang "go show" namun mana ada
pejalan yang datang ke pulau terpencil dan tidak pasti menginap dimana,
dengan jumlah penginapan terbatas??. Akhirnya satu persatu itin kami
mulai jelas dan dapat booked penginapan dan resort. Termasuk di Maratua
Paradise karena kami harus antri dengan tamu mancanegara, sehingga satu
hari kami menginap di penginapan penduduk yang katanya direkomendasikan
teman si Faiz. Tinggal 1 hari terakhir yang belum fix tapi bisa diakali
dengan Maratua Paradise atau penginapan itu lagi. Kapal booked juga, dan
akhirnya kami siap berangkat.
Dengan modal Garudamiles,
saya tukarkan poin mileage saya menjadi tiket Balikpapan-Berau pp.
Teman-teman lain juga menggunakan Garuda untuk semua perjalanan udara,
jadi kami selalu satu pesawat. Pukul 10:00 kami rencananya bertemu di
terminal 2F di Bandara Soekarno Hatta. Dengan pertimbangan kami tidak
menetap di satu penginapan terus-menerus, maka kami memutuskan membawa
peralatan snorkeling kami sendiri. Di antara kami berempat, saya, Noha,
dan Faiz sudah familiar dengan laut dan alat-alat snorkeling. Bahkan
Noha dan Faiz yang berasal dari keluarga diver (cerita Noha, ayahnya
adalah seorang dive instructor dan seorang penghobi mancing laut,... wow!),
mereka sudah punya lisensi scuba open water pastinya logbook yang sudah
banyak terisi. Hanya Cempaka yang belum familiar, sehingga kami mewajibkan
dia menggunakan pelampung.
Hari Pertama, 10 April 2014. Hutang Baru.
Hari itu, tepat sehari setelah Pemilu Legislatif, kami akhirnya bertemu pertama kali di
dunia nyata setelah berdebat sengit 2 minggu lamanya di dunia maya soal
itin. Saya langsung mengenali si Noha saat itu, karena kontak pertama
kali adalah dengannya, hampir seminggu lamanya sebelum dikenalkan ke si
Faiz. Setelah berkenalan juga dengan si Cempaka, kami memeriksa checklist
peralatan dan apa yang bisa kami bawa dari Jakarta, terutama uang cash,
karena di pulau2 nantinya tidak ada ATM dan penginapan yang punya mesin
EDC, hanya di resort Maratua Paradise (dengan fee tambahan 10%) itu pun
tergantung sinyal. Hitung-hitung budget kasar, disepakati tiap orang
membawa cash Rp. 4 juta meski hitung2an hanya 3.2 an. In case ada oleh2
yang mau dibeli dan hal-hal yang tidak diinginkan. Uang cash tersebut
harus dalam pecahan bermacam2 agar memudahkan pembayaran, kalau bisa
pecahan kecil (kombinasi pecahan 5rb, 10rb, 20rb, dan 50rb).
Karena
maskapai yang dipakai selalu Garuda, maka kami memilih check in
connecting flight/transfer. Hal ini memudahkan kami daripada antri
bagasi dan check in lagi di Bandara Sepinggan. Kami berangkat pukul
13:00 WIB dan tiba di Balikpapan pukul 16:00 WITA. Transfer Balikpapan
dan melanjutkan ke Berau, tiba pukul 17:30 WITA. Bandara Kalimarau ini
berbeda dengan bandara yang dulu saya datangi. Saya ingat tahun 2012
lalu masih menggunakan bandara lama yang luasnya tidak lebih besar dari
gedung SMA saya dulu. Kali ini bandara terlihat gagah dan modern, dengan
simbol patung burung-burung walet di bagian kanan dan penyu-penyu di
bagian kiri dari gerbang pintu masuk bandara ini. Namun kondisi bandara
yang katanya internasional ini, sepi.
Karena kami tiba
petang hari, kami sudah mengantisipasi untuk menginap sehari di Tanjung Batu. Penginapan Mega Buana menjadi penginapan pertama kami. Pemilik
penginapan (namanya Pak Amin) juga dengan baik hati mengatur
transportasi kami dari Bandara Kalimarau ke Tanjung Batu dan nanti saat
kembali ke Bandara Kalimarau. Mobil avanza hitam yang disopiri pengemudi
travel akap handal bernama Mas Bejo sudah menunggu kami di Tanjung
Redeb, 30 menit dari Kalimarau. Tepat pukul 18:00 kami berangkat.
Berbeda dengan perjalanan saya tahun 2012 yang siang hari, kali ini
malam hari melewati gelap gulita jalan poros Tg.Redeb - Tg.Batu dengan
kecepatan rata-rata 60km/jam. 3 jam kami lewati malam itu dengan
menegangkan (jalannya gelap men! berkelok-kelok, dan banyak lubang)
akhirnya kami sampai di Penginapan Mega Buana pukul 21:00 WITA. Kamar
ber-AC dengan kamar mandi di luar kamar. Kami memesan dua kamar masing-masing untuk Noha dan Cempaka, lalu saya dan Faiz. Setelah menyimpan
barang-barang, kami makan malam di Cafe The Pantai. Menu yang ditawarkan
adalah seafood dengan harga terjangkau, sekitar 30rb untuk setiap menu.
Saya memesan cumi bakar namun kecewa karena cumi bukan hewan laut yang
banyak terdapat disini. Sementara teman-teman saya mendapat seporsi ikan
bakar besar, saya dapat 4 tusuk cumi bakar kecil. Karena dasarnya
sharing, kami makan semua menu secara bersama-sama. Setelah makan malam,
Pak Amin mengajak saya memancing malam itu di dermaga, namun saya
menolaknya karena memilih beristirahat. Jujur saya menyesal menolaknya
kalau tahu perairan di sekitar dermaganya dalam dan banyak ikan-ikan
besar (hutang lagi... cape deh).
Hari Kedua, 11 April 2014. Halo Lagi Para Sesepuh Penyu.
Hasil tangkapan di dermaga |
Skip.. Pak Feri akhirnya telpon kalau kita
salah dermaga, posisi kapalnya tambat di dermaga yang lebih cocok untuk
speedboat kecil, terletak di dekat kantor pelabuhan yang kami lewati
tadi pagi. Ya sudah, angkat lagi barang-barang dan kami berjalan balik
lagi. Setelah menuruni tangga, dermaga yang lebih cocok disebut ponton
apung ini terdiri dari puzzle-puzzle plastik yang naik turun sesuai
ketinggian air laut (namanya juga ponton). Pak Feri yang hitam manis
ini, adalah suku Bajau, jadi ya memang anak laut. Di kapalnya terdapat
logo Berau Seaman Association atau Asosiasi Pelaut Berau, macam pro
bener dah ini skipper. Tanpa banyak ba bi bu, langsung semua barang naik
dulu ke kapal, dirapikan biar tempat duduk leluasa. Kami menyewa kapal
Pak Feri selain mengantar kami dari Tanjung Batu ke Derawan, juga untuk
hopping island besoknya dengan rute Sangalaki-Kakaban dan berakhir di
Maratua. Dengan sedikit nego, akhirnya Pak Feri memberi bonus sekalian
diantar ke gusung pasir Derawan dan Coral Garden sore nanti. Padahal
hari ini kami sama sekali tidak ada rencana mau ngapain seharian di
Derawan.
Speedboat berangkat, tidak terlalu berisik untuk
ukuran speedboat. Sekitar 45 menit, akhirnya kami sampai ke penginapan
kami yang kedua, Penginapan Dira & Reza Derawan. Penginapan ini
sistemnya bungalow yaitu satu bungalow full furnished di atas laut untuk
2 orang.. akhirnya menikmati penginapan atas air pertama saya di
Derawan. Kami memesan dua bungalow, dengan formasi sama, Cempaka dengan Noha, lalu saya dengan Faiz. Saat itu hari Jumat dan kami sampai pukul 11:00. Sempat
berdebat apakah shalat jumat dulu atau langsung nyebur? Melihat
jernihnya air disana saya memutuskan kita shalat zuhur saja (hehe jangan
ditiru ya). Tepat di bawah pelantar bungalow kami, terdapat taman laut
buatan berukuran sekitar 2m x 2m. Di pelantarnya terdapat jaring
membentuk sangkar yang saya tebak sebagai tempat berlindung ikan kecil
karena ada lubang di dasarnya. Disitu terdapat 3 anemon (2 anemon
rumbai, 1 anemon brokoli) beberapa kima (giant oyster), dan terdapat
ikan clownfish berwarna hitam, orange strip putih, serta macan. Juga
terlihat ikan pufferfish, ikan scorpion fish, ikan todak (needle fish),
ikan rinyau, ikan angelfish, ikan sergeant mayor (stripped damselfish),
lion fish, juga belut karang (moray eel). Jangan lupa, di pelantar ini
setiap sore diapungkan selembar daun pisang untuk makanan penyu raksasa.
Sayang kamera underwater saya (Intova IC-12) tewas disana karena memang
sebelumnya sudah rusak sih.
Setelah snorkeling, kami
memutuskan untuk makan siang di RM April. Kami makan siang dengan
rombongan penyelam Jakarta yang rata-rata etnis Tionghua. Menu ikan
bakarnya saya bilang tega karena ukurannya lebih cocok seporsi berdua,
apalagi bawal bakarnya Noha. Saya mendapat kakap merah yang langsung
saya caplok matanya selagi hangat (nyammm). Turis bule dan rombongan tadi langsung histeris dan menatap saya dengan penuh kegelian, seakan memakan mata ikan adalah hal yang menjijikan (aneh emang orang-orang ini). Namun setelah mereka mencoba sendiri, beberapa dari mereka berubah pendapat hehehe. Es jeruk segar sangat pas
menutup menu makan siang yang bertema laut ini. Dasar tipikal divers,
orangnya memang asyik dan supel. Kami dengan cepat akrab dengan mereka,
dan ternyata mereka-lah yang membuat kami antri untuk menggunakan
fasilitas Resort Maratua Paradise.
Penyu Derawan |
Setelah makan siang
saya mengajak teman-teman ke Pos Angkatan Laut Derawan, namun mereka
lebih memilih memutar ke Derawan Dive Resort yang ternyata sepi. Disini
ikan-ikannya lebih banyak, besar, dan bermacam-macam, seperti angelfish,
ikan ketarap, ikan kakatua, wrasse, dll. Tepat pukul 14:00 kami kembali
ke bungalow untuk minum kopi/teh. Karena kamera saya tewas, Faiz
meminjamkan kamera tangguhnya Pentax Optio WG-2 untuk saya pakai. Dia
memakai Go Pro Hero 3, red filter, dan tongsis yang dibeli dari kaskus.
Noha masih berkutat dengan Nikon Coolpix AW-100. Kami menunggu Pak Feri,
dan meskipun bonus, Pak Feri tepat waktu mengantar kami. Kami
berangkat ke coral garden. Waktunya kurang pas karena saat itu air sudah
pasang naik sehingga ombak cukup tinggi dan arus mengaduk-aduk... tidak
nyaman, sehingga kami memutuskan langsung saja ke Gusung pasir. Disana
pun tidak terlalu lama karena air sudah pasang naik kan? Pulau pasir
yang tadinya pulau besar, kini hanya cukup buat kami berempat. Sambil
berjemur dan mulai menyadari pulau ini makin lama tenggelam, kami
memutuskan kembali ke bungalow karena info Pak Feri pagi tadi, penyu
raksasa akan mencari makan di sekitar pulau saat air pasang. Benar saja,
sesaat kami datang, mulai terlihat penyu satu persatu. Belum berukuran
raksasa, ukuran standar, jadi biar si Mbah penyunya datang, Cempaka meminta
daun pisang untuk umpan penyu ke anak-anak pulau dengan imbalan Rp. 10,000 (dasar guru TK, cepat sekali akrab dengan anak-anak). Bukannya diikat
dengan tali, daun pisang itu malah dibawa Cempaka sambil berenang. Penyu-penyu
malah berenang menjauh. Begitu daun pisang dilepas dan hanyut, baru daun
itu dikeroyok penyu (mubazir kan jadinya?). Tidak perlu dikejar, penyu raksasa itu akhirnya datang
juga mendekat pelantaran. Ternyata makanan alaminya yaitu rumput pantai
banyak terdapat di sekitar bungalow. Karena ukurannya yang besar,
gerakannya sangat lamban. Akhirnya kami mulai berfoto dengan penyu
tersebut yang cuek dengan kehadiran kami.
Setelah puas
snorkeling dengan penyu, kami memulai hobi masing-masing. Saya
menyiapkan kamera saya lengkap dengan tripod, filter CPL, filter
ND8, serta lensa wide standar 17-50mm f2.8 dan tele kit 55-250mm
f3.5-5.6. Sasaran saya adalah blue hour dengan PoI berupa resort dan
pantai serta BG lautan luas, teknik slow speed. Faiz menyiapkan DJI Phantom 2,
quadcopternya yang dipasangi Go Pro nya untuk mengambil foto/video udara atau
birdview. Yang ini membuat anak-anak sekitar heboh melihat quadcopter
yang dikiranya sebagai mainan remote control. Para Ladies? terakhir katanya mereka akan mandi dan
setelah itu entahlah. Tidak mungkin menonton tv karena tidak ada tv di
bungalow. Sementara saya sedang asyik di dermaga sebelah, berkutat dengan kamera. Lucu juga merekam tingkah laku anak-anak yang tampak heboh melihat quadcopter menyala-nyala seakan melihat UFO.
Cuplikan aerial dari video "Heaven on Earth" |
Malamnya
kami makan malam di RM April lagi dan kali ini kami belajar dari
kesalahan siang hari. Kami memesan 2 ikan saja untuk berempat, namun apa
yang terjadi?? Seekor ikannya ukurannya tiga kali lebih besar dari yang tadi siang..!!
(yeaaaah hahaha). Ya sudah, dengan agak lunglai kekenyangan kami memesan
nasi kotak untuk bekal besok. Malam harinya lampu bungalow sengaja
dimatikan dan dalam suasana romantis bertabur bintang di atas dermaga
kayu, dimulailah sesi curhat... tentang kucing peliharaan... tentang
pekerjaan... tentang bullying orang2 dan keluarga terhadap jomblowan dan
jomblowati di dermaga ini... tentang ngidam Fanta-nya Faiz yang ternyata sudah kadaluarsa...
ya tentang apapun. Malam itu juga kami sepakat untuk tetap memakai jasa
Pak Feri lagi untuk mengantar kami hopping island di hari ke-lima dan
sekaligus mengantar kami kembali ke Tanjung Batu dari Maratua (rencana awalnya sih akan mencari boatman lokal di Maratua). Kami merasa sudah cocok dengan
Pak Feri, terutama pelayanannya yang ramah. Kami berpamitan untuk tidur, lalu kembali
ke bungalow masing-masing untuk tidur (padahal kamarnya sebelahan). Akhirnya beakhirlah perjalanan kami menjelajahi Pulau Derawan hari itu.
Hari Ketiga, 12 April 2014. Hutang Manta Terbayar.
Pagi itu saya terbangun akibat bunyi desis angin di luar. Rupanya
sedang hujan deras dan berangin alias badai. Sekitar pukul 07:00 pagi
hujan mulai reda namun di lautan arah Sangalaki, Kakaban dan sekitarnya
masih tertutup awan gelap. Sambil ditemani gemericik gerimis, kami
menikmati sarapan berupa roti goreng isi kelapa (lagi?) dan kue bolu (saya tidak suka cake).
Pukul 08:00 cuaca tidak kunjung membaik malah mulai hujan. Kami
memutuskan tetap packing barang-barang karena hopping island kali ini sekaligus
pindah penginapan ke pulau Maratua. Pukul 09:00 hujan berhenti namun
laut masih belum cerah. Pak Feri sudah datang dan meyakinkan kami kalau
cuaca akan membaik. Akhirnya Faiz mengambil nasi kotak di RM April, Noha
membayar penginapan, sedangkan saya dan Cempaka mengangkut barang-barang
ke kapal sambil melihat apakah ada yang tertinggal.
Akhirnya
semua sudah siap, kami pun berangkat. Laut yang kami tuju masih
berselimut awan hitam. Pak Feri bersikeras kalau cuaca akan cerah dan
kalau tidak berangkat cepat-cepat, air pasang akan terlewat padahal pada
saat itulah arus sedang kencang dan kaya akan plankton, sehingga besar
kemungkinan bertemu manta. Kelihatannya benar air memang sedang pasang,
namun belum seluruhnya sehingga taruhan Pak Feri mengambil jalan pintas
membuat kapal hampir kandas di terumbu dangkal. Untung kapal masih bisa
dimundurkan lalu dengan hati-hati dan kecepatan lambat kami memutar
melewati terumbu dangkal yang agak dalam dan bisa dilewati (bingung kan?). Terumbu karang
dan koral terlihat subur di bawah. Akhirnya setelah cukup lama, kami akhirnya
bertemu kembali perairan dalam dan kapal kembali bisa dikebut.
Begitu
sampai perairan Sangalaki, dengan mata tajamnya Pak Feri mengatakan
sudah sampai. Saya tanya "disini Pak?" Lalu diiyakan oleh Pak Feri.
Goyangan ombak dan sampah-sampah daun dan kayu mengapung cepat
memperlihatkan betapa deras arus di bawah kapal. Pak Feri bilang "ayo
turun" namun kami seakan tidak percaya jika benar ini tempatnya sampai
Pak Feri menunjuk satu bayangan hitam di permukaan bergerak perlahan
melawan arus. Spontan semua berdiri di atas kapal dan itu dia, itu
Manta! dan jumlahnya banyak. Satu per satu mereka melewati kapal (kapal
tidak dijangkarkan). Dengan semangat satu persatu dari kami turun. Pak
Feri mengingatkan jangan berenang melawan arus atau mengikuti manta,
mengapung saja ikuti arus. Tapi kami yang sudah kegirangan melihat manta
sebanyak ini langsung mengejarnya satu persatu. Awalnya saya sama juga,
mengejar-ngejar manta sampai saya kelelahan dan akhirnya memutuskan
mengapung saja mengikuti arus. Namun justru inilah jalan terbaik. Dengan
tidak bergerak, manta menjadi tidak takut dengan keberadaan kami,
sehingga mereka berani berenang dekat dengan posisi kita. Sangat dekat
hingga saya ditampar oleh manta yang kaget dengan kehadiran saya.
Seekor pari Manta ray |
Selain
manta, banyak hewan laut lainnya yang menikmati panen plankton di laut
saat itu. Ikan-ikan pelagis seperti anak tongkol (bonito) membanjiri
laut saat itu. Demikian pula dengan ikan teri dan sardin yang banyak
juga saat itu. Kedua ikan ini biasanya menjadi umpan memancing ikan
predator lainnya seperti trevally, tenggiri (mackarel), tuna,
lumba-lumba atau bahkan hiu. Saya mulai melihat ke bawah, jangan-jangan
juga ada hiu disini, tapi tidak ada, hanya penyu. Pak Feri bahkan pernah
mengalami yang lebih hebat lagi, yaitu ikan hiu paus atau gurano
babintang pernah terlihat disini saat dia mengantarkan tamunya melihat
manta, bonusnya ngga kira-kira itu mah.
Setelah itu kami merapat ke Pulau
Sangalaki untuk memakan bekal nasi kotak yang kami bawa. Sebelum makan
siang, kami menjelajahi pulau. Pos pemantauan penyu yang dulu
bekerjasama dengan WWF kini hanya dihuni jagawana dari Departemen
Kehutanan dan BKSDA. Seperti dahulu kala, disini terdapat penyu-penyu
yang baru menetas (tukik) yang akan dilepas pada malam hari untuk
menghindari predator burung elang laut yang banyak terdapat disini.
Biawak (monitor lizard) juga merupakan predator tukik. Tidak seperti di
Pulau Seribu, tukik tidak dibesarkan terlebih dahulu baru dilepas
melainkan langsung dilepas saat masih baru menetas. Kata petugasnya,
jika terlalu lama di darat, dia akan kehilangan kemampuan navigasinya
serta kadang bermasalah pada cangkang, sehingga penyu menjadi
tidak kuat menyelam. Selain tukik, disini banyak burung. Yang paling
jelas adalah burung tekukur, blekok dan elang laut yang terdengar
suaranya menggema di seluruh pulau. Jika jeli, juga terdapat burung
kingfisher. Di depan pos pemantau arah pantai, terdapat rumah pohon dan
alat kebugaran apa adanya. Sangat nyaman berada disana.
Setelah
berkeliling kami memakan nasi kotak. Pak Feri lebih memilih makan
bersama temannya. Sampah kami bawa kembali ke kapal untuk dibuang ke
tempat sampah perkampungan Maratua. Selanjutnya kami akan mengunjungi
danau atol purba tempat berdiam koloni ubur-ubur tanpa sengat. Perjumpaan dengan puluhan Pari Manta di Sangalaki sangat istimewa dan tidak pernah terlupakan.
Tidak
sampai sejam, kami sudah tiba di dermaga Pulau Kakaban. Dermaga saat
itu sepi, hanya satu kapal kecil tertambat. Dermaga dari kayu ini tidak
memiliki pagar di kanan-kirinya, namun cukup lebar sehingga kecil
kemungkinan terjatuh. Di bawah dermaga, air yang dangkal membuat karang
terlihat berserta ikan-ikan penghuninya. Takjub sekali melihat
sekeliling laut ini dipenuhi karang hingga hampir ke tepian pantai.
Ikan-ikannya pun sangat beragam dan berwarna-warni. Kami berembuk dan
sepakat akan menjajal dinding koral Kakaban yang terkenal itu setelah
danau ubur-ubur tanpa sengat. Di ujung dermaga terdapat gapura yang
bertuliskan selamat datang di Pulau Kakaban. Ketika kami mencapai gapura
tersebut, rombongan yang memakai kapal tertambat tadi itu terlihat
menuruni tangga, menyapa sambil melewati kami, lalu menuju ke kapalnya.
Berarti sekarang kami adalah rombongan satu-satunya di pulau ini.
Melewati gerbang masuk kami naik dan mencapai loket masuk ke Danau
Kakaban. Harga tiket masuknya adalah Rp. 20,000 per orang. Tiket ini
dikelola olah Pemerintah Daerah bekerja sama dengan Pemerintah Adat
setempat. Selesai membayar tiket, kami menuju undakan tangga dan meniti
jalan pelantaran kayu sepanjang 500 meter hingga kami menemukan turunan
tangga menuju danau. Di turunan ini ada pondok berteduh beserta ruang
ganti baju (pantas saja ada retribusi masuknya). Namun perlu diingat,
tidak ada toilet disini karena danau itu harus steril dari kontaminasi
manusia. Saya rasa percuma juga ada ruang ganti baju disini toh kami
memakai rushguard/wetsuit dan pastinya akan melanjutkan nyebur lagi di
lain tempat.
Danau Kakaban |
Yang
pertama kegirangan dan berlari menuju dermaga adalah Faiz dengan
tongsis + Go Pro nya diikuti Cempaka. Saya dan Noha masih
narsis-narsisan di atas tangga lalu menyusul belakangan. Belum lama di
dermaga danau ini, badan kami langsung dikerubungi lalat, bukan lalat
biasa, namun lalat yang menggigit dan menghisap darah selayaknya nyamuk.
Lalat ini biasanya menyerang kerbau, kuda, atau mamalia besar lainnya,
dan kami adalah spesies mamalia satu-satunya disini. Daripada
gatal-gatal digigit lalat itu, kami menceburkan diri ke danau
(mudah-mudahan tidak ada ikan penghisap darah juga disini). Berhasil.
Lalat tersebut tidak lagi menggigiti kami, namun berterbangan di atas
danau menunggu bagian tubuh kami muncul dari air. Di danau ini kami
langsung melihat beberapa ubur-ubur tanpa sengat yang terkenal itu.
Tidak sebanyak perkiraan saya sebelumnya, namun cukup untuk membuat
teman-teman saya yang baru pertama kali kesini sangat bersemangat.
Awalnya masih takut-takut untuk menyentuh, namun akhirnya berani juga.
Bentuknya yang kenyal seperti agar-agar ini dinamai Noha istilahnya
"nyoi-nyoi", ubur-ubur itu dibolak-balik Noha seakan tidak percaya bisa
menyentuh hewan yang biasanya akan menyengat kalau terpegang. Faiz masih
sibuk dengan Go Pro + Tongsisnya, Cempaka masih berkutat dengan
live-vest yang selalu dibawanya kemana-mana, sedangkan saya dan kamera
underwater pinjaman Faiz mencoba mengambil foto ubur-ubur ini dengan
detail yang maksimal. Apa daya, terlalu banyak partikel pasir halus
sehingga sulit membuat foto yang bersih. Saya mencoba menemukan spesies
ubur-ubur lainnya yang ada di dasar dengan menyelam. Saya menemukannya,
ubur-ubur seperti mangkok putih yang melambai-lambai di dasar danau yang
berpasir, namun tidak bergerak bebas. Ubur-ubur itu terikat ke dasar
danau, bentuknya lebih seperti jamur dengan cendawan terbalik.
Di
bawah dermaga danau pun tidak kalah menakjubkan. Koral-koral
berwarna-warni seperti pelangi menempel di tiang-tiang danau. Ikan
flutefish bersliweran sangat banyak disini, termasuk frog-fish. Sangat
berbeda dengan ekosistem di laut. Setelah selesai berenang di danau
ubur-ubur, kami berjalan menuuju loket masuk tadi diikuti lalat-lalat
penghisap darah yang tidak bosan-bosannya menggigiti kami. Sampai di
dermaga pinggir laut pun masih saja diikuti, sehingga tanpa banyak ba bi
bu, kami langsung memakai perlengkapan snorkeling kami kembali.
Menyelam bebas |
Perlahan tapi pasti kami berenang beriringan, namun pada akhirnya terpisah menjadi dua bagian, Faiz dengan Cempaka yang berenang duluan, sedangkan saya dan Noha yang berenang lebih lambat, karena secara bergantian menyelam untuk mengambil foto-foto koral menakjubkan dari dekat. Kesan pertama mengunjungi dinding koral ini... LUAR BIASA. Sangat indah bahkan terkesan absurd. Penyu dengan santainya hilir mudik diantara koral yang menempel di dinding vertikal atol Kakaban ini. Koral dan karang yang kaya serta keragaman ikannya yang sulit ditandingi olah memori saya menikmati keindahan laut selama ini. Tempat ini bahkan lebih menakjubkan dibanding taman soft coral di Sangalaki yang saya kunjungi dulu. Sepanjang dinding ini, kami berenang dan tidak bisa berhenti mendecak kagum. Kami terus berenang hingga saya sadari kaki saya mulai terasa keram, mungkin akibat berenang melawan arus di Manta Point tadi. Saya meminta izin berpisah dari rombongan dan berenang menuju dermaga kembali sendirian. Dengan tenang dan perlahan, saya berhasil mengalahkan rasa kram di kaki dan sampai di Dermaga. Setelah melepas fin dan booties, saya meluruskan kaki dan memijat bagian kaki yang keram. Di dermaga ada kapal lain yang bersandar, sepertinya turis lokal keturunan tionghua yang juga duduk-duduk di dermaga. Lalu kami mengobrol, terutama tentang fin yang saya pakai, Cressi Prolight yang terbuat dari neoprene, ketimbang fin mereka yang berbentuk sangat sederhana dan sepertinya dari bahan karet berwarna-warni. Mereka tertarik untuk memiliki fin yang terbuat dari Neoprene karena fin karet mereka terlalu lunak saat dipakai berenang. Sedang asyik mengobrol, lalat-lalat pulau kembali menyerang, sehingga saya memutuskan untuk kembali masuk ke air. Faiz, Noha, dan Cempaka terlihat di sisi dinding sebelah kiri. Namun saya tidak ingin jauh-jauh, saya ingin bertemu dengan siput laut/slug/nudibranch yang dulu terlihat di dekat dermaga ini, apalagi kamera Faiz bisa untuk mengambil foto makro dalam air. Saya menyelam sekeliling dermaga, tidak ada nudibranch satupun, malah ketemu batfish besar-besar yang bergerombol berteduh di bawah dermaga. Saya dekati rombogan batfish itu, namun mereka malah berenang menjauh. Pak Feri memanggil kalau sebaiknya kami menyudahi aktivitas kami disana, yaitu bercengkrama dengan ubur-ubur tanpa sengat Danau Atol Kakaban dan menjelajahi dinding bawah laut pulau yang eksotis ini karena sudah mulai petang.
Selesai di Kakaban, kami diantar ke Penginapan Nuraini, yaitu penginapan sementara kami sebelum bisa menggunakan Maratua Paradise Resort yang full occupied. Pak Jahim, pemilik penginapan sudah menunggu kami. Penginapannya lumayan, kamar AC, ranjang spring bed, namun kamar mandi sangat sempit. Disini juga ada mesin karaoke yang lagu-lagunya update. Ternyata Maratua memiliki perkampungan juga disini, tepatnya desa Bohe Bukut yang artinya dalam bahasa Bajau adalah punggung air. Namun penginapan disini sangat sedikit. Hal ini dikarenakan kalah fasilitas dibanding Derawan yang sudah sangat lengkap. Di Maratua lebih cocok untuk yang mencari keheningan dan ketenangan. Pak Feri tidak menambatkan kapalnya di dermaga melainkan langsung di depan Penginapan. Penginapan tersebut memang tepat berada di pinggir pantai. Setelah menurunkan barang-barang, kami mengingatkan Pak Feri dengan rencana kami di hari kelima dan keenam. Lalu kemudian Pak Feri kembali ke Derawan sendirian. Di penginapan juga disediakan makan malam secara prasmanan. Hal ini bukan tanpa alasan, karena di perkampungan ini, warung makan yang buka hanya ada beberapa dan meskipun buka, ternyata stoknya tidak ada. Setelah menikmati pemandangan sunset dari dermaga, akhirnya kami bergabung makan malam bersama rombongan dari EO Kakaban Trip atau semacamnya. Kami berdiskusi dengan Pak Jahim, mengenai tempat-tempat yang diincar Faiz selama ini di Maratua, dan Pak Jahim mengenalkan kami pada Iwan, seorang petugas pemerintah yang melakukan riset pembangkit listrik tenaga surya di Maratua yang juga mengaku sebagai freediver/spearo di waktu luangnya. Iwan tahu seluk beluk Pulau ini dan dia akan mengantar kami berkeliling Maratua besoknya. Jadilah rencana kami besok untuk menjelajahi daratan Pulau Maratua.
Hari Keempat, 13 April 2014. Ekspedisi Darat Pulau Maratua.
Mas Iwan, Pak Jahim, dan si Anak Pulau |
Hari Keempat, 13 April 2014. Ekspedisi Darat Pulau Maratua.
Dari beberapa tempat yang kami ajukan, disederhanakan menjadi 3 tempat saja. Danau Haji Buang yang juga danau ubur-ubur tanpa sengat dan banyak Kepiting Kenari di sepanjang jalan kesana terpaksa dilewatkan karena jalannya jauh dan memakan waktu, terutama jika harus disandingkan dengan Goa Haji Mangku. Apalagi Goa Haji Mangku hanya bisa dikunjungi saat-saat tertentu saja, yaitu ketika air laut surut di siang hari dan kesempatan melihat ray of light-nya yang indah. Karena diminta memilih, akhirnya kami sepakat memilih Goa Haji Mangku karena Danau Haji Buang sudah mainstream, hehehe.. tetap saja penasaran (hutang lagi....). Akhirnya target disepakati Kai Daing, Keramba Apung, lalu Goa Haji Mangku. Untuk perjalanan ini, sama sekali tidak menggunakan kapal sewaan Pak Feri, karena lebih banyak lewat darat. Motor Iwan dan Motor Pak Jahim pun dipinjamkan untuk menuju ke Kai Daing. Untuk menuju Goa Haji Mangku, kami menyewa mobil Pick-up. Segera setelah sarapan, motor sudah siap di depan sementara rombongan EO kemarin berpamitan pulang. Noha dan Cempaka naik satu motor, saya dengan Pak Jahim, sedangkan Iwan dengan Faiz. Sampai kami di dermaga Maratua yang menghadap laguna Maratua, kami berjalan meniti dermaga yang pada beberapa bagian sudah berlubang. Di bawah dermaga terlihat air seperti dangkal dengan dasar lumpur yang tidak tahu seberapa dalamnya. Bisa saja lumpur hisap. Di sebuah kapal yang bersandar, Pak Jahim menaiki kapal itu disusul oleh kami. Besar juga kapal itu. Namun Pak Jahim turun lagi ke perahu sampan dan inilah jalan satu-satunya untuk menuju Kai Daing. Akses menuju Kai Daing adalah Goa Kelelawar yang hanya terbuka saat air laut surut. Karena itu kami harus pagi-pagi sekali kesini, karena surut kedua nanti siang, jatahnya untuk ke Goa Haji Mangku. Benar saja, lubang masuk goa itu kecil dan kami harus menunduk kalau tidak mau terbentuk dengan stalagtit. Setelah masuk pintu masuk tersebut, di dalamnya goa makin luas dan memang terlihat beberapa kelelawar tergantung dan sebagian berterbangan sambil mencicit. Makin dalam akhirnya kami sampai seperti suatu pulau di dalam Goa. Setelah menambatkan sampan pada karang, kami perlahan memanjat karang tajam tersebut ke sisi atasnya. Makin ke dalam, goa ini terlihat bersambung dengan aliran di goa kelelawar tadi. Makin ke dalam lagi akhirnya kami menemukan lubang goa yang hanya cukup tiga orang. Di dalam goa ini ada ruangan goa yang sangat luas dan berair lumayan dalam. Kata Pak Jahim, goa ini terhubung dengan laguna Maratua di sisi lain pulau ini, dimana menjadi tempat ikan bersembunyi. Ikan terbesar didalam goa ini adalah ikan kakap merah. Tempat ini spesial, karena saat air pasang, air di dalam goa ini akan dipenuhi oleh ikan-ikan karang berukuran besar.
Saya, Cempaka, dan Noha di dermaga Maratua |
Setelah selesai di Kai Daing, Pak Jahim mengundang kami untuk mengunjungi keramba ikan miliknya. Keramba ikan modern ini merupakan sumbangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan untuk usaha kecil dan menengah. Ikan yang dipelihara dijual langsung ke konsumennya yang berupa kapal-kapal ikan dari negeri jiran. Sistemnya jika jumlah ikan siap panen mencukupi, kapal ikan akan datang menjemput ikan-ikan di keramba ini. Saat itu di keramba terlihat ada ikan kerapu macan seukuran 5 kiloan mati mengapung di permukaan keramba. Agar tidak mempengaruhi kesehatan ikan lainnya, bangkai ikan itu dibuang di laut, padahal insangnya masih agak merah (sayang sekali). Selesai mengunjungi keramba, kami bersiap mengemas barang karena kami akan pindah ke Maratua Paradise Resort. Dengan baik hati, Pak Jahim akan mengantarkan barang-barang kami kesana menggunakan motor gerobak miliknya. Kami menyusul dengan berjalan kaki menyusuri pantai menuju resort. Sampai di resort, kami langsung menuju kantor dan mendapat kunci bungalow kami. Noha dan Cempaka di Bungalow Beach Chalet No.1 sedangkan saya dan Faiz di Beach Chalet no.4. Kami bisa saja meminta seorang satu bungalow karena disini menginap dihitung per-kepala bukan per kamar, namun ketersediaan kamar tidak mengizinkan. Selesai menurunkan barang di kamar, kami menuju restoran untuk makan siang pertama kalinya di resort itu. Sistem makannya adalah prasmanan, dimana semua tamu berbaur menjadi satu disini. Tamu-tamu penyelam dari Florida (terlihat dari seragam kaos yang mereka gunakan) sudah duluan disana. Meskipun kelasnya bintang 5, namun "norma" yang berlaku di resort ini adalah dive-resort... ya, bebas. Mau makan pakai baju wetsuit basah, atau belum mandi sekalipun, bebas... ya contohnya mereka itu, pakai wetsuit basah sambil makan siang, padahal bule lho, cuek banget. keren!.
Kerapu mati yang terpaksa dibuang karena sudah menjadi bangkai |
Setelah makan siang, rupanya mobil pickup sudah siap mengantar kami. Tanpa banyak persiapan, kami langsung naik di belakang dan mobil mulai menjelajahi Pulau Maratua. Saya teringat sewaktu ke Derawan dulu, sempat singgah ke Maratua karena si skipper punya urusan dengan mertuanya disini. Kami naik dari pantai di bawah meniti tangga dari pohon kelapa naik ke tebing curam setinggi hampir 20 meter. Saya mencoba menebak-nebak di mana saya saat itu, dan akhirnya ketemu. Tempatnya tidak jauh dari Maratua Paradise. Mobil terus melaju melewati hutan-hutan, proyek Bandara di Maratua, desa Payung-Payung, lalu jembatan Teluk Pea yang harmonis dengan alam sekitarnya. Di teluk ini banyak penyu jika sore hari karena didasarnya ditumbuhi rumput laut makanan penyu. Lokasi ini juga bersebelahan dengan Turtle Traffic, yang akan kami eksplorasi esok hari. Beberapa puluh meter dari jembatan, mobil berhenti dan parkir di dekat bangunan semen yang entah untuk apa. Dari sana, kami akan melanjutkan dengan berjalan kaki melalui pinggiran pantai. Jaraknya cukup jauh, mungkin hampir 1 jam kami berjalan kaki. Panas yang terik membuat kami cepat haus. Setelah pinggir pantai, anak kecil yang menjadi penunjuk jalan mengarahkan kami untuk berbelok di undakan karang. Tidak ada tanda-tanda penunjuk arah, jadi kalau tidak bawa guide, dipastikan belokan ini tidak akan terlihat, karena sama saja dengan pinggiran pantai lain di sekitarnya. Berjalan selama 15 menit di daratan yang banyak pandan tajamnya, kami sampai di suatu lubang yang di bawahnya ada airnya. Disinilah tempatnya. Apa? biasa saja, mana goanya? ternyata di bawah permukaan air itu adalah goa vertikal sampai ke dasar kedalaman lebih dari 100 meter. Untuk sampai kesana, sedikit berbelok ke kanan, ada akses masuk ke goa tersebut. Nah disinilah terlihat ray of light cahaya matahari yang menembus air di goa ini sampai di kedalaman yang tidak tentu. Seperti cahaya surga di Goa Jombang, namun ini versi bawah airnya. Airnya dingin dan agak tawar (tetap asin kok), dan karena tidak terlalu asin, daya apung menjadi lebih menurun dibanding air laut. Saya jadi agak takut juga berenang disini terutama airnya yang dalam dan dingin hingga membuat badan menggigil. Namun, Noha, Faiz, dan Iwan dengan asyiknya berenang kesana kemari dan lompat dari atas jalan yang kami lalui sewaktu kami datang. Saya dan Cempaka duduk di pinggir sambil menggigil kedinginan.
Menjelang sore, keasyikan di Goa Haji Mangku kami akhiri. Jalan pulang yang kami lewati ketika datang sudah dipenuhi oleh air pasang. Mengingat pari bintik biru yang kami temui ketika kami datang, saat ini kami harus waspada dengan rute jalan yang akan kami injak. Disini juga penting membawa drybag apabila membawa barang-barang elektronik tidak tahan air. Saya membawa kamera, satu lensa, handphone, dan botol air mineral di tas Hypergear 15L kuning saya. Noha dan Iwan menitipkan handphone ke tas saya sedangkan Cempaka menitipkan ke tas Eiger merahnya Faiz, karena hanya kami berdua yang membawa drybag. Sampai di Maratua Paradise, kami menghabiskan waktu menikmati kemewahan resort. Kamar mandi luas yang dilengkapi bath tub, air hangat dan kamar ber-AC sudah cukup membuat lelah ini hilang. Tidur siang sebentar, saya bangun lebih dulu pukul 17:00 untuk bersiap mengambil foto-foto slow speed. Faiz yang berencana menerbangkan lagi DJI Phantomnya, mengurungkan niatnya mungkin karena sudah terlalu kelelahan. Kami berkumpul lagi pukul 18:00 untuk makan malam, namun apa yang terjadi?? Makan malam disini pukul 19:30 !!. Ya ampun, akhirnya dengan bekal snack yang ada, kami makan snack tersebut sambil menikmati matahari terbenam. Makan malam pun akhirnya tiba, dan kami makan dengan lahap bersama tamu-tamu penyelam lainnya. Setelah makan malam, kami bersantai di pelantaran, duduk di kursi malas sambil kembali curhat-curhatan, tentang kehidupan, pekerjaan, masa kecil, alah.... hahahaha. Di sebelah kami ada keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan dua anaknya, menikmati alunan barat romantis lagi dari loudspeaker handphonenya. Istrinya pelan-pelan mengikuti bersenandung dan bukan main, merdu suaranya... tak disangka, ibu itu adalah kontestan KDI dari Berau (kata Pak Feri itu juga, kan Pak Feri fans berat KDI). Setelah itu kami istirahat tidur untuk aktivitas snorkeling esok hari. Harus saya akui bahwa pesona wisata di daratan Pulau Maratua memang luar biasa.
Hari Kelima, 14 April 2014. Perkampungan Penyu dan Laguna Tersembunyi Kakaban.
Setelah sarapan, kami bersiap dengan wetsuit yang asal jemur dari hari pertama. Sesuai janjinya, Pak Feri datang pukul 08:00, dan sesuai kesepakatan, Pak Feri juga akan kami sewa mengantar kami pulang ke Tanjung Batu dari sini. Oleh karena itu Pak Feri harus menginap di Pulau Maratua ini. Untungnya di Resort ini, disediakan kamar untuk skipper jika kami membawa boat sendiri. Hari ini kami menyewa boat Pak Feri setengah hari saja, jadi kami akan makan siang disini. Pak Feri akan makan siang di rumah keluarganya di perkampungan sekitar sini. Tujuan hari ini adalah Turtle Traffic, suatu tempat di dekat Teluk Pea desa Payung-Payung, dimana jumlah penyu disini bisa puluhan bahkan ratusan. Selain itu, kami juga akan mengunjungi laguna tersembunyi di Pulau Kakaban.
Penyu di Turtle Traffic |
Jarak ke Turtle Traffic dari Maratua Paradise sangat dekat, hanya 15 menit naik boat. Begitu terjun ke air, saya langsung melihat 2 penyu. Makin ke pinggir, makin banyak penyu yang sedang diam tiduran di dasar, menggerogoti karang, berenang hilir mudik, dll. Sangat banyak. Saya mengikuti rombongan besar penyu ke tengah laut, dan ketika sampai di tengah saya menyadari saya terpisah dari rombongan. Sambil memberi isyarat ke Pak Feri di atas kapal, Pak Feri menunjuk posisi teman-teman saya. Saya pun kembali menuju teman-teman saya dan bergerak secara rombongan kembali. Disini koralnya tidak terlalu bagus, tapi ikan-ikannya sama banyak dan bagusnya dengan tempat lainnya di Derawan. Moorish idol, humphead parrotfish, angelfish, batfish, dll banyak terdapat disini, termasuk belut mooray. Namun yang paling menonjol disini dalam sisi jumlah ya penyu. Mayoritas disini adalah penyu hijau, dan dari banyaknya penyu disini kami hanya menemukan satu penyu sisik. Noha berkali-kali mencoba menyelam dan memegang satu penyu disini namun sepertiya sulit karena ukurannya tidak sebesar di Derawan, sehingga mereka bisa berenang dengan lincah. Sampai disini Faiz mengatakan stok memory card untuk Go Pro-nya sudah tinggal kartu terakhir (dia bawa 7 kartu memory), sisa 15 menit. akhirnya sisa memory dialokasikan untuk laguna di Kakaban nanti.
Setelah selesai di Turtle Traffic, tinggal geser sedikit, kurang lebih 15 menit, kami sampai di Pulau Kakaban. Ya ampun, serba dekat!! inilah keuntungan jika mengambil basis penginapan di Maratua, bahkan makan siang bisa kembali ke Resort... Coba kalau Derawan... (hahahaha). Sambil menelusuri pinggiran pulau untuk mencari tanda-tanda goanya, akhirnya goa itu terlihat. Goa yang merupakan pintu keluar masuk air laut di laguna Kakaban mengingatkan saya dengan laguna sejenis di Pulau Sempu, Jawa Timur. Air laut masuk dan keluar melalui Goa ini mengikuti ketinggian air laut saat pasang-surut. Goa ini pendek dan cenderung pipih, dan untuk masuk ke dalam, kami harus merangkak. Karena tidak tahu kedalaman air di dalam goa ini, kami menggunakan galah untuk tes pijakan, dan ternyata tidak ada palung di goa tersebut. Setelah melewati goa tersebut, memang benat, ada laguna di baliknya. Bukan sembarang laguna, namun makhluk laut juga terdapat disini seperti anemon, ikan-ikan dan kerang-kerangan. Juga termasuk lalat hijau akhirnya mendeteksi kami disini dan mulai menyerang. Ternyata akses menuju goa ini akan tertutup saat air laut pasang sehingga kami bisa saja terperangkap kalau terlalu keasyikan di dalam sini. Namun tenang saja, penduduk disini ada yang membuat shelter di atas karang tepat di atas goa ini termasuk akses berupa pijakan tangga di sisi laguna dan tali tangga monyet di sisi luar pulaunya. Jadi kami bisa leluasa berada di sini tanpa takut terjebak air laut pasang. Turtle Traffic dan laguna tersembunyi memang bukan paket standar wisata Derawan jadi harus meng-arrange sendiri perjalanan kesana tanpa EO jika ingin mengunjunginya.
Tepat sebelum tengah hari, kami meminta Pak Feri untuk mengantarkan kami sebentar saja ke dinding koral Kakaban lagi. Pak Feri menyanggupi dan selama setengah jam berikutnya kami melanjutkan eksplorasi dinding Kakaban yang sempat terputus kemarin akibat kaki kram. Kabarnya di bawah sana terdapat kawanan barakuda dan juga hiu martil yang agresif. Oleh karena itu, saat berenang, kami tidak membawa benda-benda yang berkilauan agar tidak memicu serangan. Tepat jam makan siang (tengah hari), Pak Feri mengantar kami kembali ke Resort, sedangkan Pak Feri melanjutkan ke rumah keluarganya. Di siang itu kami mencari ikan Lion Fish yang banyak terdapat di bawah kaki-kaki bangunan restoran Maratua Paradise. Selain itu memberi makan ikan langsung di tangan juga tidak kalah mengasyikan, sedangkan saya melatih kemampuan menahan napas sambil melihat-lihat tingkah laku ikan kodok (frog fish) di dermaga resort ini. Iseng-iseng saya mencoba mengambil foto makro dengan kamera Faiz dan akhirnya berhasil. Lalu kami melanjutkan untuk tidur siang.
Water villa Maratua Paradise Resort |
Di sore hari, kami menghabiskan waktu di pelantaran pandang di kompleks Water Villa. Suasana sunset yang romantis, dimana banyak penyu-penyu bersliweran di bawah dan sesekali mengambil napas dengan suara hembusannya yang berat, seberat kata-kata yang sulit terucapkan (jiahhh...curcol). Di belakangnya seekor ikan pinnata batfish mengikuti, entah untuk apa. Pada malam harinya, setelah makan malam, Pak Feri mengajak untuk ikut minum bir bersama teman-teman sesama skipper, namun kami tolak dan kami menawarkan dua botol bir untuk mereka (disini bir hanya dijual untuk pengunjung, tidak untuk pegawai ataupun skipper). Suasana malam ini lebih berangin dan di arah barat terlihat langit berkilat-kilat. Karena cuaca kelihatannya akan hujan, kami kembali ke kamar masing-masing untuk berkemas dan tidur. Malamnya badai menerjang Pulau ini, bungalow terasa bergoyang-goyang tertiup angin. Jemuran wetsuit kami berterbangan. Di malam gelap berangin itu, dengan susah payah saya menemukan kembali jemuran saya, lalu merendamnya di bath tub. Sedangkan Faiz mengingatkan Cempaka dan Noha tentang badai itu agar tidak panik.
Hari Terakhir, 15 April 2014. Selamat Tinggal Pulau Maratua, Selamat Datang Rutinitas.
Bantuan bensin di tengah laut |
Pagi itu, sambil mandi pagi saya membersihkan rendaman saya semalam akibat badai. Selesai berkemas, setelah makan pagi kami bersiap di restoran bersama barang bawaan kami untuk check out. Saya membeli dua kaos suvenir. Kami masing-masing diberi satu stiker Maratua Paradise Resort. Karena Cempaka tidak mau stiker itu, saya ambil bagiannya, hehehe. Lumayan satu untuk mobil di rumah (sayangnya malah ditempel Bapak di bemper belakang, bukan di kaca, sial!!! padahal mending buat pintu kamar daripada bemper) dan satu untuk calon mobil nanti (sudah ada stiker ini dan stiker resmi dari Apple). Kami berangkat pukul 09:00 pagi dan diperkirakan tiba di Tanjung Batu pukul 12:00 (Kapal speedboat kecil, maklum). Di tengah perjalanan, kapal Pak Feri kehabisan bensin. Dengan paniknya, Pak Feri menghubungi teman-teman sesama skippernya untuk meminjamkan bensin. Berhasil, dua kapal teman Pak Feri memang sedang lewat situ untuk ke Tanjung Batu. Transaksi pengisian bensing dilakukan di tengah laut, dan ekspresi wajah Pak Feri yang diledek teman-temannya membuat saya ketawa kegelian.
Lalu kapal kami dan dua kapal teman Pak Feri seperti balapan ke Tanjung Batu, tapi tetap kami kalah karena kami bermuatan, sedangkan mereka kosong. Yang baru saya ketahui, ternyata perairan Tanjung Batu juga terpengaruh pasang surut air laut. Saat surut, jalan ke arah Tanjung Batu seperti melewati sebuah labirin dimana kanan dan kiri adalah karang yang muncul karena surut. Sepertinya karang di jalur ini memang diratakan sehingga mirip seperti sungai jalan raya yang lengkap dengan rambu-rambunya. Di dermaga Tanjung Batu, Pak Amin sudah menunggu bersama sopir yang akan mengantar kami ke Bandara Kalimarau. Perjalanan kali ini kami semua tertidur pulas karena kelelahan. Dalam dua hari ke depan saya dan Faiz akan kembali bertugas di lapangan, sedangkan Noha dan Cempaka akan kembali pada rutinitasnya. Penerbangan dari Kalimarau ke Balikpapan sangat tepat waktu, namun di Balikpapan ke Jakarta, pesawat kami di delay hingga pukul 23:00. Kami tiduran di Bandara Sepinggan karena aktivitas disini (cafe, dll) tutup sejak Pukul 21:00. Kami tiba di Jakarta pukul 24:00 dan Noha langsung menuju pool bus Damri untuk bus ke Bekasi, sedangkan saya langsung mengambil Taksi Bluebird ke Bogor (Damri terakhir ke Bogor adalah pukul 22:00), sedangkan Cempaka dan Faiz naik taksi yang lain.
Perjalanan kami selesai saat itu, namun group whatsappnya masih ada hingga sekarang (Juni 2014).
Foto terakhir kami sebelum pulang ke kediaman masing-masing, hari ke-7, pukul 01:00 dini hari di Soetta |
Selesai..
-----------------------------------------------------------------------------------
Budget/Itinerary
Budget/Itinerary berdasarkan biaya aktual yang kami keluarkan disana per-orang dengan mode non-backpacker alias fasilitas budget menengah-atas, bukan musim liburan (hari kerja) atau low season, dan booking pada dua minggu sebelumnya. Harga di bawah bisa saja berubah tergantung kondisi dan perubahan dari penyedia jasa. Budget di bawah berdasarkan pengeluaran pribadi per-orang mulai dari Bandara Kalimarau Tg. Redeb di Berau dan membawa snorkel gear sendiri, belum termasuk oleh-oleh dan air mineral selama disana, selama 6H-5M adalah Rp. 3,055,000.
Waktu | Aktivitas | Alokasi Biaya | Biaya | Catatan |
---|---|---|---|---|
Kamis, April 10 2014 | ||||
11:20 WIB - 15:45 WITA | Penerbangan Jakarta - Balikpapan | Penerbangan GA Promo V CGK-BPN pp. | Tidak ditampilkan | Biaya pesawat tergantung maskapai dan musim |
16:10 - 17:30 | Penerbangan Balikpapan - Berau Tg. Redeb | Penerbangan redeem milage Garudamiles BPN-BJW pp. | Ada biaya fuel surcharge dan pajak | |
18:00 - 20:45 | Transportasi darat (Tg. Redeb - Tg. Batu) | Rental avanza dari Mega Buana homestay pp. | 225k | Avanza minibus 7 seaters, 450K per mobil satu arah, 900K pp., |
20:45 - 22:00 | Makan malam ke-1 | Café The Pantai, Seafood Restaurant | 35k | Sate cumi, nasi putih, sup bening, lemon tea |
22:00 - dst. | Istirahat | Mega Buana Homestay | 60k | kamar @120K untuk 2 orang |
Jumat, April 11 2014 | ||||
07:00 - 08:00 | Sarapan, berkemas, menuju dermaga | Mega Buana Homestay | Gratis | berjalan 800m ke pelabuhan, tapi kalau tidak mau capek ada ojek |
09:00 - 10:30 | Speedboat ke Pulau Derawan | Fibreglass speedboat hari ke-2 | 75k | Speedboat tg.Batu - Derawan 300K satu arah, kapasitas 4-5 orang. |
10:30 - 13:00 | Explore penginapan | Dira & Reza Water Villas | 15k | Bungalow di atas air untuk 2-3 orang, kamar apung/dermaga, hadap laut |
13:00 - 14:00 | Makan siang ke-1 | April Seafood Restaurant | 30k | Ikan kakap merah bakar, es teh |
14:00 - 16:00 | Menjelajahi perairan Derawan | Coral Garden & Pulau Gusung | Gratis | Bonus dari Pak Feri |
16:00 - 18:00 | Explore penginapan-2 | Gratis | Daun pisang free atau seikhlasnya. Penyewaan alat snorkeling 50K per set per hari. | |
18:00 - 19:00 | Makan malam ke-2 | April Seafood | 42k | 2 kakap merah bakar ukuran jumbo dan satu baronang raksasa untuk 4 orang. Es jus lemon. |
19:00 - dst | Istirahat | Dira & Reza Water Villas | ||
Sabtu, April 12 2014 | ||||
07:00 - 09:00 | Breakfast and packing | Dira & Reza Water Villas | Gratis | Prasmanan |
09:00 - 11:00 | Manta Point & Manta Parade | Fibreglass speedboat hari ke-3 | 375k | Full tour pulau-pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban, Maratua 1.5M seharian, start dari Derawan |
11:00 - 12:30 | Pulau Sangalaki & Makan siang ke- 2 | April Seafood Restaurant | 37,5k | Lunch box berisi ikan goreng, aqua gelas, lalapan, sambal, harga 30K per box |
12:30 - 15:00 | Pulau Kakaban & Kakaban Wall Dive | Tiket masuk danau ubur-ubur Kakaban | 20k | |
15:00 - 18:30 | Mendarat di Pulau Maratua Homestay di desa Bohe Bukut | Nur Aini homestay | 175k | 350K kamar untuk 2 orang, |
18:00 - 19:00 | Makan malam ke-3 | Nur Aini homestay | 40k | Prasmanan gabung sama grup travel |
19:00 - Late | Istirahat | |||
Minggu, April 13 2014 | ||||
07:00 - 08:00 | Sarapan dan berkemas | Nur Aini homestay | Gratis | prasmanan |
08:00 - 10:30 | Menuju Lubang Ikan dan keramba | Longboat, Speedboat, Motor | 50k | 200K all in. |
10:30 - 11:00 | Pindah ke Maratua Paradise Resort, lalu Makan siang ke-3 | Maratua Paradise Resort | 1,21M | 2 malam di kamar Beach Chalet (pantai), 605K per malam per orang, bayar di website/onthespot |
11:00 - 15:00 | Menjelajah Goa Haji Mangku, Cave freedive | Menyewa mobil pick-up | 75k | biaya sewa 300k per 4 jam |
15:00 - dst | Menikmati fasilitas Resort dan Makan malam ke-4 | Maratua Paradise Resort | Gratis | |
Senin, April 14 2014 | ||||
07:00 - 08:00 | Sarapan | Maratua Paradise Resort | Gratis | prasmanan |
08:00 - 12:00 | Turtle Traffic, Laguna tersembunyi, dan Kakaban Wall Dive | Fibreglass speedboat hari ke-5 | 150k | 600K kapasitas 4 orang, start Maratua |
12:00 - Late | Menikmati fasilitas Resort, Makan siang ke-4 dan Makan malam ke-5 | Maratua Paradise Resort | Gratis | |
Selasa, April 15 2014 | ||||
07:00 - 08:00 | Sarapan dan berkemas | Maratua Paradise Resort | Gratis | Prasmanan |
09:00 - 11:00 | Maratua - Tg. Batu | Fibreglass speedboat hari ke-6 | 300k | 1.2M satu arah dari Pulau Maratua ke Tg. Batu |
11:00 - 14:00 | Transportasi darat (Tg.Batu - Tg.Redeb) | Innova | 225k | Sudah dibayar di hari pertama |
14:00 - 17:00 | Makan siang ke-5 | Airport Kalimarau | 40k | Sop tulang, nasi putih dan pulpy |
17:00 - 18:00 | Penerbangan tg.Redeb - Balikpapan | Redeem Mileage Garuda | ||
18:00 - 23:00 | Delay, cuaca buruk | Airport Sepinggan | Jam buka toko bandara sampai 21:00 saja | |
23:00 WITA - 24:00 WIB | Penerbangan Balikpapan - Jakarta | Tidak ditampilkan |
Cerita sebelumnya mengenai Pulau Derawan dengan mode backpacker alias nge-gembel:
CATATAN PERJALANAN : Backpacker ke Derawan 2012
Penyu Hijau Raksasa Kepulauan Derawan
Surga Terumbu Karang Pulau Sangalaki Kalimantan Timur
Atol Purba Pulau Kakaban