Eksotisme Flobamora, Jelajah Flores, Kembali Ke Masa Kecil (Part 1/7)

Menjelajahi negeri Flores adalah keinginan yang sudah lama terpendam bahkan sejak saya masih kecil. Pada tahun ini, saya merencanakan untuk pergi ke sana sebagai destinasi wishlist saya tahun ini. Oleh karena itu, saya mulai merencanakan itinerari bahkan sejak awal tahun, namun saya akhirnya menyadari bahwa untuk bisa menjelajahi Flores dengan intensif, butuh banyak orang agar masih dikatakan ekonomis. Akhirnya saya memutuskan untuk ikut travel group saja namun dengan itinerari yang sama dengan rencana awal saya.

Seekor Ikan Clownfish di Pulau Satonda

Kembali ke masa kecil saya dahulu dimana saya tinggal di bumi Flobamora ini sejak saya berumur 6 tahun. Saat itu perjalanan menggunakan pesawat adalah suatu hal yang mewah, apalagi berpergian dengan keluarga dalam rangka mudik lebaran atau hanya sekedar liburan. Satu-satunya moda transportasi yang ekonomis adalah dengan jalur laut menggunakan kapal dari PELNI. Saat itu kapal yang melayani perjalanan laut keluarga saya dan selalu kami gunakan adalah KM.DobonsoIo. Saat itu jalur pariwisata Kepulauan Komodo tidak seramai sekarang, sehingga jalur kapal laut antar pulau seperti KM.Dobonsolo masih melewati Selat Sape di perairan Kepulauan Komodo lalu melaju di perairan utara NTB sebelum transit di Pelabuhan Benoa di Bali dan melanjutkan ke Tanjung Perak di Surabaya, dan akhirnya Tanjung Priok di Jakarta. Saat itu, saya hanya bisa memandang indahnya Kepulauan Komodo di kejauhan dari anjungan kapal. Saya berjanji suatu saat saya akan menapaki daratan eksotis tersebut. Hingga sekitar tahun 1998-1999, dimana terjadi kerusuhan konflik antar agama, yang menyebabkan kami sekeluarga memutuskan untuk pindah kembali ke Jawa Barat, tempat kelahiranku dan kampung halaman orangtuaku. Namun perjalanan terakhir saya saat itu memberikan kenangan yang membuat saya semakin tidak bisa melepaskan keinginan saya untuk benar-benar ada di sana. Seekor paus yang melompat dekat kapal mengiringi kepergian saya dari tanah Timor ke Pulau Jawa. Hingga akhirnya, setelah 16 tahun berlalu, saya yang sudah memiliki penghasilan sendiri, mewujudkan mimpi masa kecil saya selama ini.

Menikmati keindahan Danau Satonda

Dengan waktu luang yang cukup dan bertepatan dengan musim laut tenang di perairan Timor, serta akhir musim hujan, saya memantapkan diri untuk merealisasikan rencana saya. Kebetulan juga saya menemukan travel di forum Backpacker Indonesia yang akan mengadakan perjalanan ke sana dengan harga yang ekonomis. Bagi saya lebih nyaman tidur di hotel seribu bintang daripada hotel bintang lima. yaa, beda orang beda selera kan? Travel yang saya gunakan adalah Wuki Traveler, dimana saya akan melakukan perjalanan laut dengan berlayar (Live on Board) atau LOB Lombok - Labuan Bajo sambil Hopping Islands selama 4 hari, lalu dilanjutkan dengan penjelajahan darat Pulau Flores (Overland) selama 5 hari. Selain itu, saya mengaIokasikan satu hari untuk nostalgia masa kecil di kota kampung halaman saya yang kedua, yaitu Kota Kupang.

Kapal Pinisi untuk Live on Board
Kapal jemputan yang membawa kita ke tepian


1. Penjelajahan Laut Lombok Timur dan Sumbawa

Sesuai dengan itinerari dari travel, meeting point ditentukan di Bandara Lombok International (LOP) paling lambat pukul 09:00. Di dalam pesawat Garuda penerbangan pagi saya sempat berkenalan dengan Atar dan Hendra, yang merupakan peserta juga. Setiba di bandara, kami langsung menuju Solaria karena ada beberapa peserta yang telah tiba sehari sebelumnya. Setelah makan ringan, kami menuju meeting point sebenarnya di depan minimarket. Satu persatu peserta berdatangan menggunakan maskapai yang berbeda-beda. Setelah lengkap, bus jemputan kami menuju pelabuhan Labuan di Lombok Timur pun datang. Total ada lebih dari 30 orang peserta yang cukup untuk memenuhi satu bus pariwisata. Agenda pertama adalah makan siang, karena perjalanan ke Labuan lumayan jauh dari Praya. Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan, tidak lupa untuk berhenti sebentar untuk shalat Jumat. Sekitar pukul 14:00 kami tiba di Pelabuhan dan langsung naik kapal Pinisi yang dibantu dengan mesin. Kapal LOB kami tidak dilengkapi dengan kamar atau dek, namun kami akan tidur di lantai menggunakan matras dan sebuah bantal serta selimut. Kapal ini dilengkapi dengan 2 kamar mandi merangkap WC dan stok air tawar yang terbatas. Air untuk MCK menggunakan air laut yang dipompa.

Bukit Kenawa
Destinasi pertama adalah Pulau Kenawa. Pulau yang didominasi oleh savana ini mirip bukit savana Bromo. Sayangnya saat itu sedang hujan lebat sehingga harus menunggu hujan reda dan arus laut melemah, sebab Kapal Pinisi kami tidak bisa merapat dan harus menggunakan sampan bermotor, jadi supaya tidak basah dan terbawa arus, maka hal ini perlu dilakukan. Akhirnya setelah menunggu selama kurang lebih 1 jam, hujan mereda dan kami mulai berpindah ke pulau menggunakan sampan. Karena baru selesai hujan, padang rumput masih basah dan jalan menuju puncak bukit sangat licin, dan juga nyamuk-nyamuk agas yang sangat mengganggu. Namun gangguan ini tidak mengurangi betapa indahnya Pulau Kenawa ini pada saat Sunset. Bayangan puncak Gunung Rinjani menjulang di atas awan dan menjadi siluet cahaya kuning kemerahan sunset hari itu. Meskipun masih tertutup mendung, namun gagahnya Puncak Rinjani masih menyisakan memori pendakian saya kesana hampir setahun yang lalu.. dialah puncak ketiga tertinggi di Indonesia.

Puncak Rinjani terlihat dari Pulau Kenawa
Ketika hari sudah gelap, kami kembali ke kapal untuk membersihkan diri sekaligus makan malam. Saat makan malam juga diadakan sesi kenalan agar lebih akrab. Maklum, kami baru bertatap muka kali pertama, meskipun saya baru tahu bahwa ternyata Atar dan saya pernah satu tempat kerja dulu di Batam. Makan malam dimasak di atas kapal, makanan sederhana namun gizi mencukupi untuk mengganti energi aktivitas kami hari itu. Akhirnya waktu tidur tiba. Ada satu ruangan yang dikhususkan untuk wanita, lalu dek bawah serta dek atas yang jadi satu dengan ruang kemudi kapal. Dek bawah lebih luas dan diperuntukkan untuk yang "berisik" sedangkan di dek atas untuk yang mencari ketenangan. Saya tentu saja mencari ketenangan hehehe. Dan matras, bantal, serta selimut pun dibagikan. Dan kami pun mulai memilih "lapak" kami masing2. Ya sempit2an lah, kaki ketemu kepala dan kepala ketemu kaki. Kalau mau lebih leluasa, banyak yang mengambil posisi di lorong meskipun agak mengganggu jalan. Sambil kami tidur, kapal bergerak menuju Pulau Moyo.

Pemandangan dari atas bukit Kenawa
Pagi keesokan harinya kami tiba di Pulau Moyo. Sarapan pun diberikan berupa pancake pisang yang dilumuri susu kental manis coklat. Sambil mempersiapkan sampan, kru kapal menantang kami untuk berenang menuju pantai. Saya menjadi orang pertama yang terjun. Sambil menggunakan alat snorkeling milik saya sendiri, saya bukan saja menuju pantai, namun juga mengitari karang-karang sekitar dan saya menemukan banyak sekali ikan kakap, kerapu dan ikan Lion Fish yang ukurannya cukup besar. Pun begitu, saya masih lebih cepat dari rombongan sampan yang baru tiba lama setelah saya sudah santai-santai di pantai. Rencananya kami akan trekking ke dalam pulau itu untuk menuju air terjun Sengalo. Trekking tidak jauh dan medannya juga tidak sulit, sehingga saya cukup memakai booties saya saja.

Lion fish di pantai perairan Pulau Moyo

Air terjun Sengalo berair tawar dan menciptakan kubangan-kubangan yang bisa dipakai berendam. Di sekitar air terjun saya menemukan seekor ular air dan bebatuan yang menjadi tempat berjemur kawanan kupu-kupu. Kata kru kapal, disini adalah tempat mandi air tawar terakhir yang tidak dijatah selama perjalanan kami, sehingga silakan dinikmati mandi air tawarnya.

Air terjun Sengalo di Pulau Moyo
Selesai di Pulau Moyo, kami menuju Pulau Satonda yang di tengahnya terdapat kawah vulkanik yang telah menjadi danau luas. Kami tidak terlalu lama di area danau nya, namun lebih banyak snorkeling di sekitar bibir pantai. Disini karangnya dangkal, jadi yang belum bisa snorkeling dengan benar, tolong tidak menginjak karang. Rata-rata kedalaman 1.5 meter hingga 8 meter, di luar itu bahaya arus yang kencang sehingga kru kapal memperingatkan kami untuk tidak terlalu jauh dari bibir pantai. Spesies koral dan anemon di sini cukup beragam, dan ikan-ikan seperti wrasse, sergeant mayor/damselfish, ikan kakatua, serta batfish juga ikan badut/clownfish besar-besar yang sangat protektif dengan rumah anemonnya, sehingga sangat mudah untuk memfotonya.

Freediving di Pulau Satonda

Di pantai Satonda terdapat kamar mandi bilas seadanya yang dikenakan tarif. Juga penjual minuman ringan dingin. Kami diingatkan agar tidak terlalu lama di Satonda mengingat malam nanti kami akan mengarungi laut yang berombak tinggi di Selat Sape hingga rencananya pada pagi hari tiba di Perairan Kepulauan Komodo.
-bersambung-

Gallery :