Travelling

Exploring Indonesian's magnificent places is my passion

Mountain Bike

The most exercise I did during my free time

Photography

To capture the beauty of the places I've visited

Culinary

The other reason why I love to go traveling

Engineering

Because big dreams never come so easy

Moto-Adventure

Graze the road and enjoy the adventure from each and every miles

Seminggu di Derawan Part 5 : Maratua on The Road


Setelah sehari sebelumnya hopping islands yang membuat betis dan punggung "menjerit" karena berenang seharian, tadi malam adalah tidur paling nyenyak untuk memulihkan tenaga. Penginapan Nur Aini milik Pak Jahim memang sederhana. Lokasinya di pinggir pantai dan dari belakang memang terlihat masih dalam tahap pembangunan. Namun fasilitas kamar mandi dalam, double bed, AC, dan makan malam/pagi/siang prasmanan memang menjadi fasilitas dasar yang nyaman. Belum lagi dengan mesin karaoke canggihnya yang hanya ada dua di Derawan, yaitu disini dan di Mirroliz Pelangi Derawan. Sayangnya kamar mandi terbilang sempit dan posisi toilet jongkok yang juga sempit serta kasur busa yang cenderung melempem. Namun harganya yang bersahabat dan lokasinya di Maratua bisa menjadi pilihan.
Ray of light Goa Haji Mangku
Di sekitar penginapan ini adalah desa Bohe Bukut (bahasa Bajau yang artinya punggung air/laut). Suasana khas desa nelayan bisa kita rasakan disini, jauh dari hingar-bingar wisata di Pulau Derawan. Aktivitas penduduk di sini masih terbilang asri, tidak bergantung pada wisatawan. Rumah makan yang operasional baru ada satu, sisanya masih dibangun. Mungkin ini alasannya paket menginap di Maratua hampir selalu disediakan makanan oleh penginapannya. Bahkan di dermaga desanya, anak-anak pantai bermain dengan ramainya disini, jarang terlihat wisatawan atau speed boat sewaan hilir mudik. Mereka berenang, memancing, dan melompat dari jembatan. Kami menginap di sana hanya satu malam, sebenarnya karena mengantri menginap di Maratua Paradise Resort. Kami akan pindah besok siangnya.
Anak pantai desa Bohe Bukut yang pemberani melakukan lompatan salto dari tiang kelapa setinggi 6 meter menuju air laut di bawahnya
Pada pagi harinya kami akan menjelajahi obyek menarik namum tersembunyi di Pulau Maratua, yaitu Lubang Ikan (Kai Daing) dan Danau Haji Mangku. Danau Haji Buang yang merupakan danau ubur-ubur seperti di Pulau Kakaban kami lewatkan karena tidak akan sempat karena jaraknya jauh dari tepi jalan. Namun untuk penggantinya, kami diajak ke keramba ikan terapung milik Pak Jahim yang sangat modern. Kami menuju obyek pertama setelah sarapan pagi, yaitu lubang ikan atau kadang disebut Goa Kelelawar. Mas Iwan, Pak Jahim, dan Noha membawa motor (yang ini maunya dia sendiri). Saya dibonceng Pak Jahim, Faiz dibonceng Mas Iwan (seorang spearo yang juga agen pemerintah untuk pembangkit listrik tenaga surya di Maratua), sedangkan Cempaka dibonceng Noha. Motor kami parkirkan di Pintu masuk dermaga ke arah laguna. Perjalanan kami lanjutkan dengan sampan. Sebenarnya airnya tidak dalam, namun berlumpur dan penuh dengan kepiting bakau dan ikan-ikan ramai. Pintu masuk ke lubang ikan melewati mulut goa yang pendek dan kalau telat menunduk, kepala bisa terbentur stalagtit goa. Setelah melewati mulut goa, ruangan di dalam goa luas dan terdapat beberapa kelelawar menggantung dan berterbangan. Mungkin ini alasannya ada yang menyebutnya Goa Kelelawar. Di bawah terlihat bulu babi yang durinya besar namun jarang-jarang.
Melanjutkan perjalanan dengan memanjat batuan karang
Hingga akhirnya kami keluar goa kembali dan terdapat di dalam cekungan besar bukit karang. Kami harus memanjat ke atas dengan berpegangan ke karang dan pohon-pohon yang bisa kami raih. Setelah sampai di atas, terdapat cerukan goa yang dalam lagi dan penuh dengan stalagtit-stalagmit. Menyusuri mulut goa tersebut (tidak masuk), kami akhirnya sampai ke Lubang Ikan. Lubang Ikan sebenarnya adalah aliran goa dasar laut yang tersambung ke sisi lainnya di Pulau ini. Karena kaya dengan makanan (mungkin kotoran kelelawar), banyak ikan-ikan dari ukuran sepanjang jari telunjuk hingga sekitar 1 meter lebih. Kami tidak menemukan ikan di dalam sana saat itu, namun menurut Pak Jahim, ikan terbesar di goa ini adalah red snapper (kakap merah).
Lubang Ikan atau Kai Daing
Lalu kami kembali ke dermaga dan berpindah dari sampan ke perahu speedboat. Kami menuju ujung dermaga dan masuk ke laguna Maratua. Pulau Maratua berbentuk seperti bulan sabit dimana di tengah cekungannya terdapat beberapa pulau. Terlihat Pulau Nabucco dari kejauhan, tampak seperti ada tiga pulau disana. Kami menuju ke keramba yang berisi berbagai macam ikan yang dibudidayakan, seperti kerapu, kakap putih, cumi-cumi dan kakap merah. Ikan ini akan dijual ke luar negeri, dijemput langsung oleh pembelinya jika sudah layak panen. Keramba apung ini dibuat dari bahan plastik dan sangat modern. Kata Pak Jahim, bagan ini adalah sumbangan dari pemerintah (DKP).
Stalagtit-Stalagmit yang hampir bersatu
Setelah selesai di Lubang Ikan, kami kembali ke penginapan dan pindah ke Maratua Paradise Resort. Kami sudah menyewa sebuah kendaraan pickup untuk mengantar kami ke Goa Haji Mangku. Kami akan dijemput setelah makan siang di Resort. Makan pagi/siang/malam disediakan oleh Resort. Dengan membawa kamera dslr, air minum, makanan ringan, dan sunblock, semua dimasukkan ke dalam drybag 15L Hypergear. Disarankan selalu membawa drybag jika menuju Lubang Ikan atau Goa Haji Mangku, terutama jika membawa peralatan elektronik tidak tahan air. Jalan menuju Goa Haji Mangku harus menunggu saat surut jika melalui darat dan saat pasang jika melaui jalur laut (menggunakan sampan). Namun kedalaman air saat surut siang hari adalah yang paling bagus karena akan ada "ray of light" di airnya yang berwarna jernih dan dingin. Goa Haji Mangku merupakan goa dasar laut yang menyambung ke daratan. Sekitar 50 meter kedalamannya. Goa ini mirip dengan Green Canyon di Pangandaran, bedanya airnya asin.
Belut laut yang mencari makan anak kepiting
Saat kembali ke parkir mobil di tepi pantai, jalur yang kami lewati sudah tertutup air pasang. Di sinilah gunanya drybag apalagi jika membawa kamera dslr atau smartphone. Juga disarankan menggunakan booties full heel karena jalur yang dilewati adalah karang tajam yang ditutupi lumut, sehingga rawan terpeleset, juga adanya ikan pari bintik biru yang akan menyengat jika tidak sengaja terinjak atau merasa terancam.
Akhirnya kami sampai di parkiran mobil pick up. Jembatan yang kami lewati banyak disinggahi penyu saat sore hari. Jembatan itu adalah Jembatan Teluk Pea. Mungkin karena letaknya dekat desa Payung-Payung dimana terdapat situs Turtle Traffic. Udara cerah sore itu mudah-mudahan pertanda cuaca baik besoknya karena kami akan kembali ke laut untuk mengunjungi laguna tersembunyi di Pulau Kakaban dan Turtle Traffic itu sendiri.

Gallery












Seminggu di Derawan Part 4 : Ubur-Ubur Tanpa Sengat dan Lalat Hijau Penghisap Darah

Stingless jellyfish berbagai ukuran disini menandakan spesies ini berkembang biak dengan baik
Setelah puas berenang bersama Manta Di Sangalaki, kami melanjutkan ke Pulau Kakaban. Begitu kapal hampir sandar ke dermaga, kami disambut oleh rombongan ikan bannerfish ukuran sedang. Kami sangat ingin berenang ke dinding koral saat itu melihat air lautnya yang sangat bening. Namun agenda utama adalah danau ubur-ubur tanpa sengat. Setelah membayar tiket masuk di loket Kakaban, kami menjajaki undakan tangga kayu ulin menuju ke danau.

Saat itu langit yang mendung sudah berubah menjadi cerah, malah cenderung terik. Kami tidak membuang waktu dan langsung memasuki kolam hanya dengan booties dan wetsuit/rushguard kami. Sayangnya, karena cuaca baru saja hujan, lalat tabanus (Tabanidae) yang suka menghisap darah, mulai mengganggu kami dengan menggigiti kami. Rasanya gatal dan cenderung menyakitkan. Namun himbauan tidak memakai lotion anti serangga jika memasuki danau membuat saya melakukan tindakan represif kepada nyamuk/lalat tabanus tersebut. Lalat/nyamuk tabanus itu satu persatu bertumbangan saya pukul saat menggigit lengan dan punggung saya. Karena serangan serangga ini tidak habis-habis, maka kami memutuskan cepat-cepat meniggalkan danau. Namun nyamuk/lalat tabanus tetap mengikuti hingga ke dermaga. Maka kami langsung melakukan snorkeling di sekitar dermaga.
Lalat Tabanus (March Flies) pengganggu, gigitannya lebih menyakitkan dari gigitan nyamuk, bahkan menembus wetsuit
Dinding koral atol yang curam (drop-off) sangat indah. Penyu hijau pun sempat terlihat berenang dengan anggunnya disini. Ikan chromish berwarna biru, hijau, kuning, dan ungu bercampur di atas koral yang rimbun. Ikan bannerfish yang menyambut kami di awal saya jumpai kembali, dan ketika saya ikuti, saya menemukan rombongan bannerfish berukuran besar dan ikan-ikan besar lainnya berteduh di bawah bayang-bayang dermaga. Sambil mencari nudibranch yang dulu saya temui di dermaga ini, posisinya sudah ditempati oleh kima kecil berwarna biru yang hanya terlihat mulutnya.
Jalan menuju Danau Kakaban
Akhirnya berakhir sudah sesi hopping islands di Perjalanan Pulau Derawan kali ini. Kami menuju penginapan Nur Aini di Pulau Maratua karena Maratua Paradise Resort sudah penuh. Pak Jahim sebagai pemilik penginapan menyambut kami dengan ramah. Namun kami hanya semalam menginap disini karena besoknya kami akan menginap 2 malam di Maratua Paradise resort.

Jalan menuju Danau Kakaban

Gallery












Seminggu di Derawan Part 3 : Terkepung Manta di Sangalaki


Manta ray di spot Manta Parade Sangalaki
 
Pagi itu niat kami mengabadikan matahari terbit dari lautan di depan kamar penginapan kami akhirnya batal. Hujan disertai petir menghalangi pemandangan matahari terbit, serta mungkin saja rencana kami hopping islands hari ini. Awan hitam pekat disertai petir berkilat-kilat di arah lautan dimana kami akan menuju. Namun dengan bujukan dari pemilik kapal (Pak Feri) kalau ada tanda-tanda cerah begitu kami sampai, akhirnya tepat jam 9 kami berangkat ke Sangalaki dan Kakaban.

Logo di depan speedboat kami, milik Pak Feri

Di perjalanan terlihat cuaca mulai membaik, meskipun mendung menutupi. Namun rezeki tidak kemana-mana. Kami dikelilingi Manta. Manta yang biasa (punggung hitam, bagian bawah putih), Manta yang seluruh badannya hitam (seperti pesawat siluman pembom B-117 Spirit), serta Manta yang memiliki corak seperti tengkorak putih di punggungnya yang hitam. 

Jumlah Manta Ray sangat banyak disini
Ikan pelagis ikut mencari makan di laut yang sangat kaya Plankton dan Krill saat itu


Saat itu sedang feeding frenzy, permukaan laut dipenuhi krill dan plankton, serta baby ubur-ubur mungkin, karena sangat gatal jika terkena kulit. Penggunaan rushguard atau wetsuit full body sangat direkomendasikan. Mereka semua rupanya makanan ikan-ikan pelagis termasuk Manta. Beberapa kali ikan putih, bonito, serta ikan pelagis lainnya membentuk rombongan (schooling) dan mengelilingi kami. Lalu juga Manta yang datang dari dasar lalu menyergap plankton dengan melawan arus laut dan membuka mulutnya lebar-lebar.
  
Sirip punggung Manta jika dekat permukaan air mirip seperti hiu
 
Strategi agar Manta mendatangi kita adalah dengan tenang mengapung mengikuti arus laut, jangan repot-repot mengejar Manta karena dia akan berenang menjauh dan kita tidak akan sanggup mengejar dia yang berenang melawan arus. Sangat percuma dan membuang2 tenaga. Kalau bisa diving, menyelam dan berpegangan pada sesuatu di dasar laut juga merupakan strategi yang baik. Namun dengan cara itu, kontak terhadap Manta sulit terjadi. Saya "ditampar" oleh manta di punggung tangan kiri saya ketika saya sedang asyik mengambil foto manta satu lagi di sebelah kanan badan saya. Kulitnya kasar seperti amplas namun agak licin berlendir gitu deh. Saya tidak sengaja menyentuhnya ya, dia yang menyentuh saya, catat! hehe.
  
Burung Kingfisher biru-putih di Pulau Sangalaki

Selanjutnya kami memutuskan mengujungi Pulau Sangalaki untuk makan siang. Saya mengusulkan untuk mengunjungi coral garden karena kunjungan tahun 2012 lalu sangat indah. Namun usulan saya ditolak dan disepakati untuk lebih banyak di Dinding Koral Pulau Kakaban. Disana sudah tidak ada lagi NGO seperti WWF dan Berau Turtle, hanya ada BKSDA. Penyu yang baru menetas akan dilepaskan pada malam harinya, tidak dibesarkan dulu seperti di Pulau Pramuka. Juga terdapat burung-burung yang berkicau bersahut-sahutan.

Tukik atau Bayi Penyu yang akan dilepaskan malam harinya