Travelling

Exploring Indonesian's magnificent places is my passion

Mountain Bike

The most exercise I did during my free time

Photography

To capture the beauty of the places I've visited

Culinary

The other reason why I love to go traveling

Engineering

Because big dreams never come so easy

Moto-Adventure

Graze the road and enjoy the adventure from each and every miles

Sang Batu Satam, Keindahan di Belitung Timur

Mencoba Grup Baru

Grup backpacker Satu Warna semakin sepi inisiasi trip akhir-akhir ini. Sebagian mulai membuat trip sendiri-sendiri untuk keperluan membuat majalah "Ransel". Sebagian mulai aktif di forum Backpacker Indonesia kembali, dan grup kami di facebook mulai ramai oleh travel agent yang membuat promosi trip di sana. Sangat disayangkan tentunya.  Saya pun juga akhirnya kembali ke forum itu untuk mencari trip share-cost untuk bulan Maret. Solo traveling? sudah dong, bulan Februari kemarin kan baru Solo Traveling ke Jogja dan Dieng, masa solo lagi, forever alone nanti jadinya. Lihat-lihat forum ngga ada yang menarik, di grup sepi, eh tiba-tiba di grup facebook Kakigatel ada ajakan trip ke Belitung dengan harga yang murah.
Pemandangan Pulau Lengkuas
Kakigatel sendiri sebenarnya adalah traveling group? travel agent? entahlah. Saya juga tidak yakin benar golongannya apa, mungkin condong ke arah travel agent ya? Lengkapnya bisa dicek disini. Selain website tersebut, juga dibuat grup di facebook dengan nama sama. Saya diajak bergabung grup facebook nya setelah mengikuti event Gabung Mulung Tidung 2 pada September 2011 silam. Saya bergabung di event itu pun setelah ada ajakan dari grup backpacker Satu Warna dimana beberapa anggotanya ikut. Saya yang belum ada rencana di bulan itu mengiyakan bergabung karena menurut saya acaranya positif (buktinya didukung greenpeace dan green fm). Setelah itu, diadakan acara gathering di Kota Tua, Jakarta untuk peserta dan panitia. Dan di gathering itu disounding mengenai rencana ke Belitung walaupun belum jelas, baru sounding saja.
Gabung Mulung Tidung 2nd
Sejak Januari 2012, invitation melalui facebook sudah diterima oleh saya, namun saya belum memutuskan, masih menunggu dari grup Satu Warna. Namun karena masih belum jelas mau kemana, saya putuskan untuk bergabung saja, sekalian memperluas relasi, siapa tahu di antara anggotanya ada yang berjiwa backpacker juga. Sekitar Rp. 1.85 juta budget yang dibutuhkan sudah termasuk tiket, kapal hopping islands, dan hotel AC. Murah bukan? Dengan budget serendah itu, saya asumsikan gaya perjalanannya adalah backpacker, dan saya benar.

Jumat, 9 Maret 2012, kami berkumpul di terminal 1C Soekarno Hatta untuk pesawat Batavia Air pada pukul 08:00 pagi. Saya sudah tiba lebih pagi namun tersasar di terminal 1A karena salah informasi (saya kira Lion Air). Ternyata ada dua keberangkatan, yaitu sebagian yang tidak kebagian pesawat Batavia, menyusul dengan Lion Air, hanya berbeda jam terbangnya saja, selisih satu jam lebih lambat, Batavia Air berangkat lebih dahulu. Kebetulan teman yang saya hubungi kebagian di Lion Air. Saya menyusul ke terminal 1C dengan menumpang bus damri yang menurunkan penumpang yang kebetulan lewat. Sampai di terminal 1C, saya langsung bingung bagaimana masuknya, kan saya tidak pegang tiket? Saya tanya-tanya ke petugasnya, dan diminta langsung masuk dan menunjuk kepada seorang laki-laki Botak. Dialah Bang Arta, Trip Organizer ke Belitung sekaligus founder Kakigatel. Di sekitarnya sudah banyak peserta yang berkumpul. Sambil minta maaf karena salah titik kumpul, ternyata saya tidak telat kok, malahan on-time, dan ternyata ada yang telat dan ada salah satu peserta yang akan menggunakan satu tiket peserta lain yang cancel, istilahnya ganti nama gitu. Soal pengurusannya saya tidak terlalu memperhatikan karena saya lebih sibuk kenalan dengan peserta lainnya. Selesai semua kumpul dan mengumpulkan KTP, kami mendapatkan boarding pass. Oya, karena airport tax tidak dicover, maka kami membayar sendiri-sendiri. Tidak menunggu lama kami menuju ruang tunggu pemberangkatan dan pesawat pun berangkat.
Bandara HAS Hanandjoeddin Belitung
Tidak terlalu lama perjalanan ke Belitung ini, hanya sekitar 45 menit dan kami sudah mendarat. Ketinggian jelajahnya saja tidak setinggi biasanya saya ke Batam atau ke Kalimantan. Akhirnya pesawat mendarat di bandara H.A.S Hanandjoeddin di Belitung, Airport disini seperti rumah atau kantor dibandingkan airport. Bangunannya tidak besar dan hanya satu lantai. Sampai di bandara, kami harus menunggu sekitar satu jam untuk teman-teman peserta lainnya yang menyusul menggunakan Lion Air. Setelah semua peserta terkumpul, kami menaikkan barang-barang ke mobil yang sudah dibagi-bagi berdasarkan kelompoknya. Satu kelompok terdiri dari 7-8 orang dan harus ada minimal 2 orang yang bisa mengemudi karena inilah alasan pertamanya mengapa trip ini bisa murah, ngga pakai sopir bos.. Saya jujur dari awal tidak bisa mengemudi, bahkan belum punya SIM A. Tapi saya bisa jadi navigator yang baik dan anti ketiduran di mobil. Kemampuan saya ini akan berguna nanti. Saya agak kaget juga karena saya menjadi laki-laki satu-satunya di mobil kelompok saya. Malu juga saya karena tidak bisa mengemudi. Di mobil saya ada 8 peserta, formasi di depan ada Bu Dokter pemberontak Jenny sebagai pengemudi utama, Yanti sebagai pengemudi cadangan, Saya sebagai navigator yang ditempatkan di kursi belakang, lalu ada Kak Olin, Balkis, Rina, Usrok, dan Uli. Total ada empat mobil yang disewa. Selesai menaikkan barang-barang, kami melaju ke penginapan. Lagi-lagi penginapan ini bukan hotel bahkan masih dalam tahap pembangunan/pengembangan. Positifnya penginapan ini ber-AC dan ada TV di tiap kamar, namun peduli amat dengan TV dan AC itu, karena kami bahkan hampir tidak tidur malam itu. Satu kamar ditempati oleh empat sampai lima orang, dimana laki-laki dan perempuan tidak bercampur. Lalu setelah mendapat kamar, kami menyimpan barang di kamar masing-masing. Karena saya tidak kebagian kelompok kamar, maka saya ikut di kamar panitia, (tumplekan abis jekk)..
Batu Satam (Meteorite) yang menjadi ikon Kota Belitung
Hotel Mustika tempat kami menginap
Setelah barang-barang disimpan di penginapan dan membawa barang-barang yang dibutuhkan, kami diberikan kesempatan untuk makan siang. Namun karena hari jumat, kami dipersilakan untuk menunaikan Shalat Jumat untuk muslim. Karena alasan itu, makan siang kotakan akan dimakan bersama di Pantai Tanjung Pendam. Setelah semua siap, kami berangkat ke Pantai Tanjung Pendam. Di sini pantainya tidak bagus-bagus banget kalau saya boleh kasar... BIASA..hehehe. Disini kami makan siang sebentar sambil mengisi perbekalan minuman ringan di warung-warung sekitar pantai. Tidak pakai lama, kami meninggalkan pantai dan melanjutkan ke Pantai Tanjung Tinggi (Tanjong Tinggi). Kami akan berada di sini hingga sunset, namun kelihatannya cuaca tidak mendukung, mendung berawan. Tanjong tinggi ini salah satu ikon Belitung karena merupakan pantai dengan batuan granit terbesar dan terbanyak dibandingkan pantai-pantai lain di Belitung. Lokasi ini juga menjadi salah satu set adegan ikonik di film "Laskar Pelangi". Seharusnya hari ini kami ke Bukit Berahu dan Tanjung Binga, namun diputuskan ditunda ke hari terakhir. Alasannya : Sunrise di Tanjung Binga juga merupakan momen yang indah.
Pantai penuh batu granit di pantai Tanjong Tinggi
Setelah gelap, kami kembali ke Tanjung Pandan Belitung, dan kami mengunjungi sentra oleh-oleh khas Belitung. Kok hari pertama sudah beli oleh-oleh? Karena dikhawatirkan tidak akan sempat di hari terakhir kami disini. Setelah membeli oleh-oleh sekedarnya, kami kembali ke penginapan. Sebagian besar langsung tidur setelah makan malam nasi/mie goreng. Namun di kamar panitia, mereka sangat ramai main gaple. Saya yang sempat ketiduran pun jadi ikutan melihat mereka main, lalu ada saja ide untuk karaoke malam ini... jam 23:00 lho ini? mana ada karaoke buka? bukan Bang Arta namanya kalau tidak punya info, ada hotel lumayan bagus disini yang punya fasilitas karaoke, biasanya buat karaoke pengunjungnya, dan karena hari ini sepi (ini hari jumat lho), maka kami boleh menyewa karaoke selama 2 jam. Jadilah kami karaoke malam itu dan kembali ke penginapan sekitar pukul 01:30. Padahal besoknya kami akan banyak beraktivitas fisik (snorkeling dan hopping islands).

Mercusuar dan Batu Granit

Pagi itu kami sudah harus bersiap-siap untuk hopping islands. Setelah mandi dan sarapan, saya masih belum puas tidur karena karaoke semalaman. Kami berangkat berkonvoi. Hal yang baru saya sadari hari ini adalah, sekarang sedang musim dukuh, terlihat dari ranumnya pohon dukuh yang ada di sekitar penginapan. Baru kali ini melihat buah dukuh ranum teruntai seperti anggur begitu. Selama ini hanya mengenal dukuh saat sudah di tumpuk bersusun seperti kacang rebus, atau berbaris rapi di tukang jualan dukuh palembang asli tidak dioplos, hihihihi. Di tengah perjalanan Bang Arta menepi untuk mengambil box makan siang kami, lalu melanjutkan ke Pantai Tanjung Kelayang. Disana sudah ada guide dan boatman serta peralatan snorkeling. Kami memilih peralatan snorkeling yang sudah dipesan sebelumnya. Selesai menaikkan barang ke kapal (ada dua kapal), kami siap berangkat. Di Tanjung Kelayang ini terkenal dengan Batu Garuda, yaitu bongkahan batu granit besar di pulau lautan dekat pantai yang menyerupai kepala burung garuda. Namun kami tidak akan mengunjungi pulau tersebut. Tujuan pertama kami adalah Pulau Lengkuas yang terkenal dengan Mercusuar nya.

Mercusuar di Pulau Lengkuas
Penyu sisik (hawkbill) yang "ditangkarkan"
Di Pulau Lengkuas terdapat Mercusuar yang bisa dinaiki dengan kapasitas terbatas. Di bawahnya terdapat "penangkaran" atau malah lebih mirip "penjualan" tukik untuk dilepas ke laut. Karena saya tidak tegaan, saya menebus dua ekor tukik karena ternyata harganya lumayan mahal. Tukik tersebut saya lepas di pantai di depan pulau Lengkuas, tepat dimana kami akan snorkeling nanti. Setelah itu antrian naik mercusuar mulai terurai dan saya ikut mengantri. Untuk naik ke atas, alas kaki harus dilepas dan kaki wajib dicuci menggunakan air tawar terlebih dahulu. Hal ini untuk mengurangi struktur baja mercusuar berkarat karena garam yang terbawa di kaki kita. Di dasar mercusuar ada penjara, yang saya bingung juga, untuk apa memenjarakan orang disini? Setelah naik beberapa dan beberapa dan beberapa lantai, sampailah di pucuk mercusuar dimana terdapat lampu berbentuk kumparan/spiral yang dipantulkan dengan cermin cembung. Di luar mercusuar terdapat balkoni yang bisa memantau perairan sekitar dan pulau ini pada umumnya. Pemandangan disini luar biasa indah kalau cerah, dan luar biasa menakutkan kalau hujan petir hehehehe. Di lantai bawahnya terdapat ruangan-ruangan setiap lantai yang dilengkapi jendela dimana beberapa di antaranya sudah tidak memiliki daun jendela.
Pemandangan dari atas Mercusuar Pulau Lengkuas

Lampu kumparan mercusuar
Setelah mercusuar, kami akan melanjutkan ke Pulau lainnya setelah sebelumnya snorkeling di sekitar pulau. Tidak terlalu bagus tempat ini untuk penghobi snorkeling karena koralnya tidak terlalu sehat dan ikannya tidak beragam. Namun untuk yang tidak biasa snorkeling, tempat ini lumayan menarik karena bisa memberi makan ikan dengan makanan apapun yang kita punya, menyedihkan sih menurut saya. Setelah selesai snorkeling, kami melanjutkan ke Pulau Burung. Di Pulau ini satu-satunya terdapat penginapan di antara pulau-pulau sekitar sini. Disebut pulau burung karena lagi-lagi ada susunan batu granit yang mirip kepala burung garuda. Kenapa tidak disebut pulau Garuda saja? karena sudah ada Batu Garuda di Tanjung Kelayang.. hehehe cape deh. Di pulau ini kami istirahat makan siang dan menikmati segarnya air kelapa muda yang baru dipetik dari pohon. Setelah dari Pulau Burung, kami melanjutkan ke Pulau Gusung Pasir yang terkenal dengan bintang laut berdurinya. Disini memang sering terdampar bintang laut berduri, entah kenapa. Selanjutnya ke pulau kecil yang disebut Pulau Babi, karena batunya mirip Babi, dan tidak ada yang menarik disini, jadi kami tidak lama-lama. Yang menarik adalah Pulau Batu Layar, yang dari jauh batu granit nya mirip dengan kapal layar. Disini kami menghabiskan waktu hingga pukul 14:00. Lalu kami kembali lagi ke Tanjung Kelayang. Rencananya kami akan mengunjungi Pantai Burung Mandi, minum kopi di Manggar, lalu ke SD Muhammadiyah Gantong tempat Laskar Pelangi mengambil set bersekolah.
Pulau kepala burung
Bintang laut merah berduri khas pulau Gusung Belitung

Tersesat Yang Disengaja dan Set Sekolah Laskar Pelangi Sebenarnya.

Mobil kami adalah mobil terakhir yang meninggalkan Pantai Tanjung Kelayang karena terlalu lama narsis di lapangan bangunan disana. Di antara kami semua tidak ada yang tahu lokasi berikutnya yaitu Manggar. Di tengah jalan mobil kami tertinggal jauh dan Kak Olin yang duduk di depan tertidur, mungkin kelelahan setelah snorkeling dan hopping islands. Saya yang asyik menjelajahi google maps menemukan beberapa objek terkenal yang tampaknya akan kami lewatkan dengan rute biasa. Oleh karena itu, ketika Mbak Jenny panik karena kehilangan jejak mobil lainnya, saya sudah merancang rute jalan alternatif melalui objek-objek wisata terlewatkan itu, sebut saja Kampung Bali dan Danau Kaolin. Konsekuensinya kami akan melewatkan Pantai Burung Mandi, dimana yang saya lihat uraiannya di internet, sama saja dengan pantai nelayan pada umumnya, yaitu banyak perahu dan bengkel perahu. Lagipula menurut GPS, lebih cepat lewat jalur alternatif itu.

Saya mengambil inisiatif menjadi navigator. Saya arahkan ke jalur yang saya siapkan dan kami melaju ke arah Pantai Tanjung Tinggi. Terus melaju dan tidak lama kami melewati Kampung Bali, suatu perkampungan Bali di Belitung, yaitu saat penjajahan Belanda, banyak orang Bali yang dipaksa bekerja di Belitung lalu memutuskan tinggal dan membentuk perkampungan disini. Banyak Pura dan arsitektur khas Bali. Setelah itu kami melewati Danau Kaolin. Danau Kaolin adalah danau bekas tambang timah yang indah namun sebenarnya lingkungannya sudah rusak permanen. Kami tidak berhenti karena semua di mobil mulai sadar kalau kami "nyasar". Saya tenangkan dan mengatakan kita di jalur yang benar untuk menuju Manggar. Mobil lainnya juga tidak menunggu kami dan mengatakan akan menunggu di Manggar. Saat itu sudah sore (pukul 16:30) akhirnya kami tiba di jalan besar menuju Manggar. Kelompok lainnya juga melewatkan Pantai Burung Mandi dan langsung menuju Manggar. Kami yang kemalaman di jalan menuju Manggar diberi informasi kalau tim sudah menginggalkan Manggar dan menuju Gantong. Manggar terkenal dengan kopi Belitung dan saya menanyakan kelompok di mobil apakah akan terus ke Manggar untuk minum kopi atau menuju Gantong, dan disepakati menuju Gantong karena sudah Pukul 17:00. Di tengah jalan Mbak Jenny kelelahan menyetir dan kami beristirahat di perbatasan Gantong. Di tempat ini, kami malah mendapat warung yang menyediakan kopi Belitung yang diolah secara tradisional.. hehe rezeki tidak kemana. Kami akhirnya mendapatkan Kopi Belitung, tidak usah jauh-jauh ke Manggar.

Setelah istirahat, kami melanjutkan ke Sekolah Laskar Pelangi, dan mendapat laporan kalau mereka sudah tiba disana (Sekolah Laskar Pelangi). Katanya sekolah itu kini menjadi PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK/SD. Dan akhirnya kami pun berpapasan di suatu jalan menuju Gantong. Kami yang tidak tahu arah menuju kesana akhirnya berjalan terus hingga sampai ke Pasar Gantong. Di pasar, kami bertanya ke penduduk sekitar mengenai SD yang menjadi tempat syuting Laskar Pelangi. SD Muhammadiyah Gantong. Ternyata SD aslinya kami lewati tadi, yaitu SD yang sekarang menjadi PAUD. Namun lokasi syutingnya sendiri bukan disana melainkan di Bukit Gantong... see? inilah rezeki kami. Si penjaga toko tadi pun minta izin ke ayahnya untuk mengantar kami kesana. Namanya Lintang, jadi kami panggil Koko Lintang (agak keturunan Chinese gitu wajahnya). Tiba disana, memang lokasi ini sangat familiar karena memang disinilah set syuting film Laskar Pelangi. Bangunan sekolahnya, plang namanya, pagarnya, bukir pasirnya, dan tempat serodotan pasirnya. Semua ada disini. Sayangnya lokasi ini sudah gelap sehingga dokumentasi foto kami kurang maksimal. Setelah selesai berfoto disana, sudah malam dan kami memutuskan kembali ke Tanjung Pandan, untuk makan malam. Koko Lintang menunjukkan arah ke Tanjung Pandan dan dia berpamitan kembali ke toko (ruko kali ya) dengan motornya.
SD yang menjadi set di film inspiratif Laskar Pelangi
Di perjalanan mendadak Mbak Jenny sudah tidak kuat menyetir lagi dan situasi di sekitar benar-benar gelap total, karena tidak ada lampu jalan. Kami ada di jalan alternatif antar kabupaten. Sangat jarang kendaraan lewat sini kalau malam. Kiri dan kanan adalah rawa-rawa. Saya membayangkan di tengah jalan kami dihalangi oleh buaya seperti adegan di Laskar Pelangi... kira-kira mobil ini kuat tidak ya untuk melindasnya? hehehe. Akhirnya pengemudi cadangan, Yanti ambil giliran. Dia baru belajar mengendarai mobil, belum lancar dan belum punya SIM. Mbak Jenny tetap duduk di depan sambil istirahat. Pertimbangan kami jalan sepi dan lebar, mudah-mudahan aman. Dan memang, dasar baru belajar menyetir mobil sering oleng ke kanan, ke kiri dan sempat keluar jalan ke trotoar yang berupa tanah lalu kembali ke jalan. Wah, kalau nyemplung ke rawa-rawa kasus nih. Saya menyarankan istirahat namun Mbak Jenny mempercayakan ke Yanti dan memintanya jalan pelan-pelan saja, nanti diawasi Mbak Jenny. Sampai di perbatasan, jalan mulai ramai karena sekarang malam minggu. Mbak Jenny langsung ambil alih kemudi dan mengemudi kembali. Kami mencari tempat makan malam dan diputuskan di pujasera yang ramai orang Belitung berkumpul malam mingguan. Kami singgah di Kedai makanan oriental dan makan malam disana. Dan ternyata kami adalah kelompok pertama yang tiba di Tanjung Pandan, karena jalur alternatif tadi memang jauh lebih dekat, tapi ya itu, sepi dan gelap. Setelah makan malam, kami kembali ke penginapan dan beberapa puluh menit kemudian, kelompok lain tiba, belum pada makan malam. Mereka makan nasi kotak, sedangkan kami sudah kekenyangan malam mingguan. Kami menceritakan pengalaman kami tersesat dan mereka malah jadi ingin ikut tersesat seperti kami, hehehe.

Bye Belitong

Hari terakhir kami di Belitung kami bangun pagi sekali, pukul 05:00 pagi tepat kami sudah berangkat ke Tanjung Binga. Di Pantai ini sunrise juga tidak kami dapatkan karena mendung. Saya dan beberapa teman meniti dermaga yang bolong-bolong dan berhasil sampai ke ujung. Sedangkan beberapa teman lainnya menyewa perahu nelayan dan menyebrang ke pulau di ujung dermaga Tanjung Binga. Disana kami berfoto bersama. Setelah selesai di Tanjung Binga kami melanjutkan ke Bukit Berahu. Disini adalah resort dan memiliki pantai pribadi. Disini tempat ideal untuk pengamatan elang laut. Kami menikmati kopi pagi di restoran Resort tersebut. Setelahnya kami makan malam di kuliner khas Belitung yaitu Mie Atep atau Mie Belitung. Mie kuning mirip soto mie yang diguyur kuah udang sehingga terasa manis.
Kelompok mobil kami di depan Mie Belitung Atep : Jenny, Yanti, Usrok, Uli, Rina, Balkis, Kak Olin
Mie Belitung Atep

Selanjutnya kami menuju kembali ke Penginapan dan bersiap-siap packing. Setelah Packing, kami masih memiliki banyak waktu sehingga kami memutuskan mengunjungi Klenteng Sijuk (Hok Tek Ceng Sin) dan Pelabuhan Laskar Pelangi sambil menuju bandara. Pelabuhan ini merupakan penghargaan kepada Andrea Hirata atas novelnya yang kemudian laris lalu diangkat menjadi film yang inspiratif sekaligus membawa nama baik Belitung. Saat itu di Pelabuhan sedang bersandar Kapal Layar atau Kapal Pinisi.
Kapal Pinisi berlabuh di pelabuhan Laskar Pelangi
Karena masih ada waktu, kami mengunjungi lagi sentra oleh-oleh, lalu kemudian ke Bandara untuk kembali ke Jakarta menggunakan pesawat Batavia Air.