Travelling

Exploring Indonesian's magnificent places is my passion

Mountain Bike

The most exercise I did during my free time

Photography

To capture the beauty of the places I've visited

Culinary

The other reason why I love to go traveling

Engineering

Because big dreams never come so easy

Moto-Adventure

Graze the road and enjoy the adventure from each and every miles

Pantai Batu Hiu dan Batu Karas Pangandaran

Setelah seharian melakukan body rafting di Citumang, kami memilih area Pantai Batu Karas sebagai tempat menginap dan beristirahat sebelum melakukan body rafting di Green Canyon. Pantai Batu Karas yang terletak di -7.749799N, 108.501869E dipilih karena lokasinya paling dekat dengan lokasi basecamp operator body rafting Green Canyon, bila dibandingkan jaraknya jika kita menginap di Pantai Pangandaran. Tujuannya agar kami mendapat istirahat yang cukup dan tidak terburu-buru. Jarak antara Pantai Batu Karas dan Green Canyon sangat dekat, namun karena jalannya kondisi jalannya kurang baik, waktu tempuh menjadi cukup terulur. Kabar baiknya, saya lihat sudah ada beberapa ruas jalan yang sedang diupgrade menjadi beton.

Keindahan pantai Legok Pari Batu Karas

Sebelum menuju ke Pantai Batu Karas tempat penginapan kami berada, sebelumnya kami menuju ke Pantai Batu Hiu. Pantai ini disebut Batu Hiu, bukan karena banyak hiu berkeliaran seperti di Afrika Selatan.. bukan!. Melainkan adanya batu karang di laut yang terkikis karena deburan ombak sehingga menyerupai punggung ikan hiu. Entah karena imajinasi saya kurang atau memang salah melihat batu mana yang dimaksud, saya tidak menemukan satu pun batu karang yang berbentuk punggung hiu tersebut. Mungkin juga karena proses abrasi akibat deburan ombak ini terus berlanjut, jadi sudah tidak berbentuk hiu lagi. Anyway, pantai ini cukup teduh karena dikelilingi oleh pohon-pohon pandan pantai yang tinggi dan lebat, bukan pohon kelapa seperti pantai pada umumnya. Posisinya yang berada di ketinggian dibandingkan laut sekitar membuat kita seolah-olah berada di Pantai Selatan Bali atau Pantai Kidul, tapi versi KW nya hehehe. Oh ya, pintu gerbang menuju kawasan pantai ini berupa mulut ikan hiu yang menganga, jadi kita seperti ditelan oleh hiu tersebut. Sayangnya keberadaan pengemis di dalam lorong gerbang itu cukup mengganggu, terutama bila ingin narsis di depan gerbang hiu tersebut. Di dekat kawasan Pantai Batu Hiu, terdapat penangkaran penyu yang dikelola LSM setempat. Disini telur penyu ditetaskan dan ditangkarkan agar cukup besar baru dilepas ke laut. Ada beberapa yang cacat sehingga meskipun sudah besar, tetap dipelihara disini. Sepanjang garis pantai yang langsung ke lautan Samudera Indonesia ini merupakan area pendaratan penyu untuk bertelur.

Paviliun di Pantai Batu Hiu
Selain kelapa, pohon pandan pantai mendominasi pantai ini
Tugu yang menandakan Pantai Batu Hiu
Kembali ke Penginapan kami di Batu Karas, Penginapan kami berada di sekitar pantai nelayan Batu Karas, bukan pantai wisatanya. Penginapan kami lebih disebut villa atau rumah sewa karena memang satu rumah 2 lantai yang disewakan termasuk kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. Hal pertama yang ingin dilakukan setelah sampai di Batu Karas adalah melihat sunset di pantai wisatanya yang disebut Pantai Legok Pari. Posisi Pantainya agak nanggung sih, karena menghadap ke timur laut, sehingga matahari terbenam bukan di garis horizon laut, melainkan di daratan, itu pun harus melihatnya dari atas bukit karang di sisi sebelah timur pantai ini. Yang istimewa dari pantai ini adalah pantainya yang dangkal namun mendapat ombak yang cukup besar dari Samudera Indonesia yang diredam oleh sisi timur pantai ini. Katanya sih, pantai ini paling cocok untuk peselancar pemula dan menengah yang ingin sekedar bersenang-senang. Untuk peselancar pro dan pecandu adrenalin berlebih, rasanya lebih cocok kalau ke Pulau Mentawai atau G-Land. Tidak heran banyak penginapan disini yang konsepnya adalah hotel peselancar, misalnya Java Cove dan banyak penginapan di sekitar pantai wisata di sini. Karena temanya adalah selancar, jangan kaget kalau pantai ini banyak bule nya, mirip-mirip di Kuta Bali, dimana mereka wara-wiri sambil menenteng papan selancarnya.
Pantai yang dangkal, dan ombak yang besar, konstan, dan panjang, surganya para peselancar
Pengunjung yang datang ke Batu Karas kebanyakan adalah peselancar


Di dekat pantai wisata ini, terdapat areal parkir dimana pedagang-pedagang suvenir dilokalisasi disini. Selain itu restoran-restoran ala barat, meksiko, Indonesia, dan seafood berjejer sepanjang jalan raya di tepian pantainya. Berbeda dengan di Pantai Pangandaran yang kurang tertata dengan baik, disini sangat tertata dan pandangan kita ke Pantai tidak terhalang oleh bangunan kios-kios. Mengenai harga, jangan khawatir, kejadian memalukan seperti harga tembak atau pemerasan kedai-kedai makan seperti yang terkenal di Pantai Anyer tidak terjadi di sini, namun harganya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan di emperan kaki lima (namanya juga tempat wisata). Kalau malam tiba, sering ada peselancar-peselancar bule yang mengadakan api unggun di tepi pantai. Disana kita bisa ikut bergabung dan berkenalan.


Pemandangan sunrise di sisi pantai Nelayan Batu Karas
Saat pagi buta adalah saat yang tepat untuk melihat sunrise/matahari terbit. Lokasi paling baik untuk melihatnya adalah di Pantai Nelayan, bukan di Pantai Wisatanya. Disini kita bisa melihat aktivitas para nelayan di pagi hari, termasuk para nelayan penjerat lobster yang banyak terdapat di karang dangkal sekitar pantai nelayan ini. Karena alas an itulah, pantai ini kurang baik untuk dipakai berenang karena tertutupi karang tajam. Saya menyebutnya pantai nelayan, karena sisi pantai ini merupakan area parkir kapal nelayan. Pada pagi hari, istri-istri nelayan mengantarkan para suaminya untuk melaut. Para nelayan dan masyarakat sekitar ramai-ramai mendorong kapal nelayan ke laut sebelum menyalakan mesin kapal menerjang ombak pantai, lalu melaju ke laut hingga tidak kelihatan lagi di garis cakrawala. Saya dan beberapa pengunjung dan bule-bule yang sedang lari pagi kadang iseng membantu mendorong kapal yang memiliki cadik tersebut. Sisi positifnya, meskipun pantai nelayan, namun pantai ini jauh lebih bersih daripada pantai-pantai wisata di Ancol. Sisi kearifan masyarakat lokal terbukti disini bahwa pada akarnya Budaya Indonesia adalah hidup harmoni dengan alam. Mungkin juga karena di sekitar sini tidak ada kios-kios masyarakat sehingga sulit menemukan calon-calon sampah seperti kemasan minuman ringan dan makanan ringan. Bagi saya, lari pagi di sepanjang pantai nelayan ini merupakan momen yang berkesan. Saat matahari sudah mulai agak tinggi, kapal-kapal nelayan yang mencari ikan semalam mendarat ke pantai ini. Melihat hasil tangkapan salah satu kapal, kebanyakan adalah ikan layur (Trichiurus lepturus) ikan kesukaan saya. Ikan-ikan ini langsung ditampung oleh seseorang yang saya yakini sebagai juragan kapal tersebut dan transaksi dilakukan saat itu juga. Sangat disayangkan kenapa hasil laut seperti ini tidak dijual melalui pasar ikan (TPI).


Masyarakat gotong-royong mendorong kapal nelayan agar bisa dipacu ke tengah laut
Transaksi ikan langsung terjadi bahkan ketika kapal baru merapat ke pantai


Ketika matahari sudah meninggi saya kembali ke penginapan dan bersiap untuk body rafting di Green Canyon, sekaligus berkemas karena kami juga meninggalkan penginapan tersebut dan pulang ke Jakarta. Sebelum pulang ke Jakarta, pada sore harinya kami mampir ke kawasan konservasi hutan lindung Pangandaran. Dipandu oleh petugas konservasi disana, kami mengunjungi kawasan hutan, goa-goa yang memiliki latar sejarah, dan yang memiliki latar mistis. Di ujung kawasan ini ada padang penggembalaan rusa dan kijang dan pantai timur Pangandaran, tidak nyambung juga melihat sunset di Pantai Timur Pangandaran, harusnya di Pantai Barat Pangandaran. Disana ada Bapak-Bapak Nelayan menawari kami jasa sewa perahunya untuk melihat sunset dari Pantai Pasir Putih dan berkeliling ke area snorkeling (sudah kesorean Pak hahahaha). Sebenarnya untuk menjelajahi kawasan ini seluruhnya harus dengan persiapan yang matang dan dengan pemandu yang berpengalaman, karena jalan paving dan aspal sudah tidak ada lagi, melainkan benar-benar masuk ke hutan belantara. Mungkin mirip dengan ekspedisi belantara di Taman Nasional Ujung Kulon. Katanya di ujung kawasan ini ada air terjun yang langsung jatuh ke laut.



Pantai Timur Pangandaran dilihat dari sebuah mulut goa
Sebelum benar-benar pulang ke Jakarta dengan perjalanan yang panjang, niat saya mencari oleh-oleh ikan asin jambal roti akhirnya saya urungkan karena saya lihat ikan asin jambal roti yang dijual masih dalam keadaan basah dan beberapa digerayangi belatung!. Harus hati-hati saat membeli ikan disini. Sisi positifnya, pastinya ikan ini bebas formalin, lah belatung aja bisa hidup hahahaha.


Umbi bunga bangkai Raflessia arnoldii yang masih belum mekar ada di Cagar Alam Pangandaran

Body Rafting Sungai Citumang dan Green Canyon Pangandaran

Body Rafting adalah olahraga air yang prinsipnya seperti rafting/arung jeram namun tidak menggunakan rakit maupun dayung. Secara internasional, istilah yang dipakai secara umum adalah Canyoning atau Canyoneering, yang berasal dari kata Canyon yang artinya tebing sungai, yaitu cerukan yang terjadi akibat pengikisan sungai terus menerus sehingga menjadi dinding tebing. Canyoning adalah aktivitas outdoor yang meliputi trekking, panjat memanjat tebing, lompat/terjun ke air, rapelling (menuruni tebing/air terjun dengan tali), dan berenang, yang semuanya dilakukan melintasi badan sungai. Ya, benar, saya menyebut sungai, ini olahraga basah-basahan. Di Green Canyon atau Citumang sendiri aktivitas Canyoning hanya terbatas aktivitas sederhana, yaitu trekking, terjun dan berenang, tidak ada menuruni air terjun, sehingga masuk kategori Canyon walking/Gorge Walking.

Aktivitas canyoning atau populer disebut body rafting
Meskipun terdengar sederhana, kenyataannya tetap saja olahraga ini tetap masuk kategori olahraga ekstrim sehingga membutuhkan dasar ilmu dan teknik yang tepat. Oleh karena itu, sangat berbahaya jika melakukan olahraga ini sekedar ikut-ikutan saja, atau tanpa pemandu. Pemandu akan mengarahkan kita ke lokasi melompat yang aman, teknik hanyut, dan melewati jeram. Pemandu juga akan menjaga kita jika kita terperangkap arus pusaran bawah atau hanyut terbawa arus ke arah yang tidak dikehendaki. Penting juga bagi para pemandu untuk mengetahui teknik pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan teknik resusitasi jantung paru (RJP). Selain itu pengetahuan akan kondisi cuaca lokal seperti prediksi kapan terjadi banjir bandang, perlu diperhitungkan, serta jika terjebak di kondisi tersebut, bagaimana penyelamatannya. Lihat kan? ini bukan olahraga sekedar main basah-basahan saja.

Medan bebatuan cadas tajam dan licin adalah tantangan yang harus dilalui

Pemandangan goa seperti pintu gerbang ini bisa dijumpai saat body rafting di Green Canyon
Alat pelindung yang digunakan adalah helm, yang biasa digunakan untuk rafting maupun caving, jaket pelampung (bouyancy aid/PFD), sepatu khusus, serta pelindung siku dan lutut (dekker). Baju yang dipakai bisa baju tshirt dan celana pendek yang keduanya berbahan ringan dan tidak menyerap air. Selain karena berat jika menggunakan bahan menyerap air, bahan tersebut juga menghasilkan rasa dingin saat di sungai sehingga menjadi rawan hipotermia. Pakaian tersebut juga harus bisa menjaga serangan hewan sungai pengganggu seperti ikan candiru, lintah, ataupun serangga air yang dapat membuat gatal. Pakaian rashguard berlengan panjang dan celana renang ketat merupakan pilihan terbaik untuk olahraga ini, namun di Green Canyon atau Citumang, biasanya cukup membawa tshirt dan celana pendek. Mengenai sepatu khusus, sepatu ini mirip sendal sepatu Crocs, terbuat dari karet atau silikon namun dengan alas kaki yang outdoor (grip nya didesain untuk batu-batu sungai). Jangan sekali-kali mencoba menggunakan sendal gunung karena jari-jari kaki tidak terlindungi dari pinggiran tebing sungai yang tajam. Jangan juga mencoba menggunakan booties yang dipakai di karang-karang lautan karena alasnya tidak memiliki grip yang sesuai sehingga akan membuat tergelincir. Bahaya kan jika tergelincir saat akan meloncati batu-batu tebing?

Jeram yang ber-variasi, dari aliran tenang hingga kategori white-water siap untuk menguji nyali

Body rafting di Citumang dan Green Canyon memiliki perbedaan mencolok. Body Rafting di Citumang lebih santai, sehingga operator disana menjulukinya semi-body rafting (istilah apalagi ini?). Di Citumang, air berasal dari mata air bawah tanah yang keluar dari sebuah goa satu arah/buntu. Air ini mengalir melalui bebatuan kapur sehingga menghasilkan sungai  berwarna hijau tosca yang indah. Sungai ini mengalir hingga ke laut. Karena tidak terpengaruh sungai lainnya, tingkat beningnya air disini tidak terpengaruh oleh curah hujan, sehingga kadang menjadi alternatif jika di Green Canyon banjir atau sedang keruh akibat banjir di hulu. Debit air yang mengalir relatif kecil, jadi tidak usah takut terseret arus. Bahkan sungai ini sangat aman untuk anak-anak (dengan didampingi pemandu tentunya). Karena relatif aman, maka perlindungan cukup menggunakan jaket pelampung saja, bahkan dianjurkan tidak memakai sandal atau alas kaki apapun.

Alternatif body rafting, adalah menggunakan tube atau ban dalam sebagai perahu

Di Citumang, perjalanan diawali dari mulut goa mata air yang saya sebutkan tadi, kita berenang melawan arus hingga ke kedalaman dan kegelapan goa tempat mata air keluar. Lalu berenang hanyut mengikuti arus kembali ke mulut goa dan bersiap untuk loncatan khas Sungai Citumang. Titik loncatan berada di mulut goa setinggi hampir 9 meter lebih, dan untuk mencapainya harus memanjat akar-akar pohon yang menempel di dinding-dinding goa. Cara melompat aman yaitu dengan merapatkan tubuh dan melindungi rusuk (seperti cara melompat ke laut dari kapal saat darurat).

Mulut goa di Citumang

Air terjun Citumang sebagai titik lompat kedua
Selesai lompatan itu, berjalan sebentar mengikuti arus, sampai di air terjun setinggi 2 meter. Yap, disini kita harus melompat juga, namun lebih santai dan bisa dengan gaya apapun. Selain itu disini juga ada ayunan tarzan yang bisa dipakai mengayun lalu terjun ke sungai. Setelah air terjun pertama, kita hanyut mengikuti arus sungai dan tiba di air terjun kedua yang lebih pendek, sekitar 1.5 meter. Disini tempat yang bagus untuk berfoto dan melompat lagi. Setelah itu, hanyut mengikuti arus sungai yang santai kita akan menemukan akar yang bisa dipanjat serta tangga monyet, lalu berakhir di bendungan irigasi. Di bendungan ini, body rafting di sungai berakhir dan dilanjutkan dengan penutup yaitu meluncur di sepanjang saluran irigasi, dari bendungan tadi. Durasi body rafting disini sekitar 1-1.5 jam.

Air terjun kedua di Citumang
Suasana hijau rindang dari hutan yang menutupi jalur body rafting Citumang
Irrigation tunnel di Citumang sebagai penutup petualangan semi body rafting

Di Green Canyon, level kesulitan sangat berbeda dibandingkan dengan Citumang. Peralatan lengkap kami kenakan dan briefing, pemanasan, dan doa bersama pun tidak lupa dilakukan sebelum berangkat. Titik pemberangkatan atau pos sekretariat/basecamp berada di areal parkir Kawasan Wisata Green Canyon di Cukang Taneuh, Pangandaran. Normalnya, body rafting di Green Canyon memakan waktu 2.5 - 3 jam, bahkan bisa 4 jam. Kami diantar ke titik awal body rafting menggunakan mobil pick-up yang dimodifikasi agar ada pegangannya.

Titik lompat pertama body rafting dari depan Guha Bahu (Goa Bau), terjun ke air tenang
Medan white water di body rafting Green Canyon
Karena operator kami adalah Guha Bahu (goa bau), maka titik mulai kami adalah di goa bau. Dinamakan goa bau karena di dalam goa sedalam 105 meter ini dipenuhi oleh kelelawar dan di lantai goa nya banyak kotoran kelelawar yang membuat aroma bau (seperti amoniak). Dimulai dengan lompatan pertama setinggi 8 meter, lalu kami mengikuti arus hingga menemukan tebing lompatan kedua, yang juga setinggi 8 meter. Lalu mengikuti berbagai jeram dengan tingkat kesulitan berbeda-beda, dan akhirnya melewati tebing air terjun yang jatuh ke sungai. Lalu dilanjutkan dengan jeram-jeram berikutnya hingga mencapai titik istirahat yang berupa pinggiran sungai yang di atasnya adalah perkampungan penduduk. Penduduk setempat menjual kopi, teh, gorengan dan pop mie yang lumayan mengatasi rasa lapar. Tidak perlu takut tidak membawa uang tunai, karena pemandu membawanya dan kita tinggal membayarnya kembali saat di pos nanti.

Titik istirahat body rafting dimana dijual pop mie, kopi, teh dan gorengan
Nenek-nenek penjual makanan di titik istirahat body rafting Green Canyon, ditemani suaminya dan dua anaknya
Setelah istirahat, dilanjutkan dengan beberapa jeram hingga akhirnya sampai ke tebing-tebing dimana air terjun jatuh dari sepanjang pinggiran tebing, mirip dengan jalan menuju air terjun Madakaripura di Malang. Disini terdapat titik lompatan ketiga yang jatuh di celah sempit di antara bebatuan. Kita harus jatuh tepat disana jika tidak mau cedera akibat terkena batu sungai.

Air terjun yang memanjang sepanjang sisi tebing sungai mirip dengan air terjun sepanjang Madakaripura
Air terjun yang airnya segar dan katanya bisa membuat awet muda

Setelah terjun, kita harus siap mengangkat badan kita melayang di permukaan air karena langsung masuk ke jeram deras, lalu berenang ke tepian sebelah kanan. Jika gagal, maka kita akan terhisap ke jeram deras yang melalui bebatuan sempit. Dari tepian tersebut kami melipir tepian tebing dan melewati percikan mata air yang jatuh pada batuan yang subur ditumbuhi lumut. Air yang jatuh dari mata air ini sangat segar dan dipercaya siapa yang meminumnya akan awet muda.

Sisi tebing yang cukup sulit dilewati karena harus berusaha berenang tajam ke sisi kanan lalu ke sisi kiri
Saya mengambil foto ini sambil berpegangan ke sisi tebing dari arus yang memutar/turbulen
Dari tebing itu kami berpindah tepian dengan berenang melintas dan bersiap untuk lompatan terakhir. Titik lompatan terakhir dinamakan batu cendawan karena mirip dengan cendawan. Lompatan ini juga setinggi 8 meter.  Dari titik lompatan itu tinggal mengikuti arus sungai hingga ke titik akhir dimana kita akan dijemput dengan perahu motor ke pos akhir.
Mendekati titik akhir, sungai menjadi lebih lebar dan arus menjadi lebih tenang, saatnya bersantai
Mulai dari titik ini, pengunjung yang tidak mengambil paket body rafting bisa berenang di sungai ini karena airnya tenang
Di titik akhir, kita akan dijemput perahu motor ke basecamp body rafting

Tes Foto Makro Olympus TG-3 iHS

Berhubung kamera underwater saya rusak di Derawan, maka saya mencari penggantinya. Kamera sebelumnya, yaitu Intova IC-12 adalah kamera poket yang ringan dan dilengkapi casing underwater yang didesain khusus untuk kamera tersebut, bahkan menjadi satu paket dengan kameranya. Kamera buatan Hawaii itu sudah menemani saya dalam 3 tahun terakhir dan mengabadikan "momen-momen basah" (istilah berbahaya) dengan cukup baik. Sayangnya kameranya rusak (lebih spesifik layar LCD menyala tetapi ada garis hitam mengganggu, dan baterai "hamil"), sedangkan casing underwater-nya masih baik-baik saja, jadi tetap saja tidak bisa dipakai. Sayangnya tidak ada kamera yang bisa dipakai untuk casing underwater itu, sehingga, ya mau tidak mau harus mencari kamera baru.

Setelah ngulik-ngulik internet dan toko kamera, pilihan saya jatuh pada Olympus Tough 3 (TG-3) yang terkenal karena generasi "Tough"-series nya. Soal kualitas gambar, ya so so lah, standar kamera poket, sensor cuma 1/2.3" jadi standar,, itu saja.. Yang membedakan adalah bukaan lensanya, dengan bukaan f2.0, dibandingkan rata-rata kamera underwater yang terkenal lambat f4 di bukaan terbesarnya, keunggulan ada di seri Tough ini. F2.0 adalah kategori cepat, tapi ada minusnya, nanti saya beritahu. Rentang fokal zoomnya juga lumayan untuk kategori kamera underwater, yaitu wide setara 25mm dan tele maksimum 100mm di format 35mm. Selain itu keunggulan yang dibenamkannya adalah ini kamera tough, tidak perlu casing saat dioperasikan di dalam air, tahan benturan, dan dilengkapi GPS, altimeter/manometer, serta wifi untuk kontrol jarak jauh dan transfer foto langsung ke smartphone. Fitur yang paling menonjol di kamera ini adalah hasil makro nya yang sangat luar biasa untuk ukuran kamera poket. Di mode makro ini diperkenalkan salah satu teknologi terdepan dalam dunia makro, yaitu focus stacking dan focus bracketing. Hal ini untuk memperluas detail saat memfoto makro dengan menggabungkan beberapa foto yang fokusnya diatur maju/mundur lalu digabung. Teknik yang sama juga dipakai di fotografi makro menggunakan dslr + lensa makro, dimana biasanya menggunakan bukaan sekecil mungkin lalu dikompensasi dengan flash. Fitur ring flash guide juga tersedia namun dijual terpisah, berbeda dengan Pentax seri WG dan Ricoh seri WG yang memiliki ring flash guide built-in. Namun hasil foto yang sudah cukup terang sudah bisa membuat foto makro yang menarik.

Berikut contoh hasil jepretan makro dari si TG-3 ini.

Jam tangan outdoor saya, Casio G-Shock GAC-100, hasil cukup detail bahkan debu di kaca jam bisa tertangkap
Putik bunga diabadikan dengan detail yang dapat dihasilkan dengan focus stacking
Seekor capung, post processing color balance agar menutupi bg yang ramai
Seekor lalat buah bertengger di daun
Seekor laba-laba rumah yang penasaran

Lumayan kan hasilnya?
Catatan : Semua foto binatang diambil hidup-hidup, kecuali bunga, karena bunga itu jatuh/gugur dari pohonnya.

Tips Memotret Bulan


Hari ini bukan hanya malam purnama biasa, namun terdapat fenomena astronomi yang populer dengan sebutan Supermoon. Supermoon sebenarnya adalah penampakan bulan yang secara visual lebih besar dari biasanya karena berada di jarak terdekat di lintasannya terhadap bumi, yang disebut perigee. Fenomena ini berulang hampir setiap tahun, atau tepatnya setiap 14 kali purnama. Supermoon berikutnya diprediksi akan jatuh pada tanggal 10 Agustus 2014. Momen ini adalah saat yang sangat tepat untuk memotret bulan. Memotret bulan sangat tricky dan membutuhkan pemahaman tentang segitiga eksposur, yaitu kombinasi sensitivitas (ISO), bukaan rana (Aperture), dan kecepatan rana (Shutter speed). Hal ini disebabkan metering, atau sistem pintar kamera untuk mengukur cahaya dan mengatur segitiga eksposur secara otomatis kebingungan akibat kontras yang tinggi antara bulan dan langit gelap sebagai latarnya.
That night was not the ordinary full moon, but the astro phenomenon that popularly called supermoon will take place. Supermoon actually is the day where the moon is visually larger than its usual size because it is in its nearest distance to earth, that scientifically called perigee. This phenomenon repeats every 14 moon cycle. The next supermoon is predicted to take place in August 10, 2014. This is the perfect moment for astro-photographers interesting to make the moon as their object. Photographing full moon is actually very tricky and requires the knowledge of manipulating exposure triangle, which are sensitivity (ISO), aperture, and shutter speed. It is basically because metering system, the one programming in most digital camera to measure the light and compared it with normal exposure, is fouled because the high contrast between the bright moon and the dark sky as the background.
Menggunakan mode metering spot pun tidak akan berguna dalam hal ini karena akan menyebabkan bulan terlihat datar (putih terang). Padahal permukaan bulan yang dipenuhi kawah-kawah dan gunung-gunung memberikan identitas tersendiri dalam hasil foto kita. Karena itu, pada kamera model otomatis atau biasa disebut point-and-shoot biasanya tidak akan memberikan hasil yang bagus dalam memotret bulan. Mode manual sangat disarankan untuk mengambil foto bulan ini. Tantangan berikutnya adalah pergerakan bulan akibat rotasi bumi, akibatnya kecepatan rana yang terlalu lama malah menghasilkan foto bulan yang blur. Kecepatan gerak bulan juga berbeda-beda tergantung posisinya dari cakrawala. Seperti halnya sunrise dan sunset, moonrise dan moonset, gerakan bulan lebih cepat jika makin dekat dengan cakrawala. Hasil keluaran foto yang diinginkan adalah permukaan bulan yang fokus dan tajam, dengan eksposur yang pas dengan seminimal mungkin noise. Oleh karena itu, pengaturan manual adalah ISO serendah mungkin untuk mengeliminasi noise, bukaan sekecil mungkin yang pas untuk menghasilkan ketajaman maksimum tanpa menghasilkan distorsi, dan kompensasi kecepatan rana yang rendah tanpa menghasilkan gambar blur akibat pergerakan bulan. Umumnya, foto yang baik mudah didapatkan asal polusi cahaya akibat lampu, awan, dan cahaya kota bisa dihilangkan. Oleh karena itu, untuk gambar bulan yang baik, sebaiknya dilakukan dengan cara berikut.
Using spot metering will also useless because the exposure will be based on the moon surface, so the result will make the moon as a flat white. Instead the moon contour that filled by craters and mounts will make a unique identity of the moon photos. Because of that, point-and-shoot camera will not produce decent image of the moon. Manual mode is recommended. The other challenge is the earth-moon movement so that the long exposure time will make the moon photo to be blurred. This movement's relative speed is higher when the moon position near the horizon. The expected result is the moon surface to be captured in perfect focus and sharp, optimal exposure with minimum noise. The technique will involve the lowest ISO as possible, sharpest aperture without distortion, and sufficient exposure time that still produces images without blur due to moon movement. In general, good photo can be captured in condition of clear sky and no light polution from the city light. Here are the tips to create a good moon photograph:

1. Bebas polusi cahaya
Alam terbuka dan jauh dari kota sangat ideal untuk fotografi astronomi pada umumnya. Cari tempat yang agak jauh ke pedesaan, dan tempat yang tidak ada cahaya di sekitarnya.
 1. Free of light pollution  
Outdoor and far from the bright town is very ideal for most astro-photography. Find the place that free from light pollution.
2. Cuaca
Perhatikan cuaca setempat, karena perjalanan mencari titik pandang astronomi akan berantakan jika cuaca mendung atau berkabut.
2. Weather
Take precaution of the current weather, because long trip to find a good astro-photography will be messed if the weather will be cloudy or foggy.
3. Tripod
Meskipun tripod sangat dianjurkan, banyak foto bulan yang bisa diambil secara handheld. Ikuti saja aturan jika kecepatan rana lebih lama dari 1/panjang fokal*crop factor, maka harus menggunakan tripod, kecuali kamera/lensa dilengkapi dengan sistem stabilisasi, seperti IS di Canon dan
VR di Nikon, yang dapat mengantisipasi beberapa f-stop. Teknik memegang kamera pun sangat berperan disini, terutama karena obyek yang akan difoto berada di atas.
3. Tripod
Even tripod usage is very recommended, many moon photograph are taken handheld. Just follow the rule of thumb if shutter speed is longer than one divided by focal length multiplied by crop factor, it will be very recommended to use it. Unless the cameras/lenses that equipped with stabilization system, like IS in Canon, VR in Nikon, VC in Tamron, SS in Sony, OS in Sigma, etc, that can tolerance the longer shutter speed from calculation above a few f-stop. Nevertheless, if handheld, camera holding technique will be very useful, moreover the object to be captured is located overhead. 
4. Lensa Telephoto
Makin besar panjang fokal, maka makin baik. Panjang fokal yang efektif biasanya minimal 400mm (35mm format). Penggunaan sensor crop memiliki keunggulan dalam aplikasi teknik ini dibandingkan sensor full-frame atau medium format. Sensor crop memiliki faktor crop yang memperpanjang jarak efektif fokal. Pada Canon adalah 1.6 dan pada Nikon adalah 1.5. Penggunaan lens-extender bisa sangat membantu.
4. Telephoto lens
Longer the focal length, the better. The minimum effective focal length usually 400mm (35mm format). Crop sensor camera have advantages for this purpose if compared with full frame sensor or medium format. Crop sensor has crop factor that multiplies the effective focal length, which for Canon is 1.6 and 1.5 for Nikon. The use of lens extender will also be advantage.
5. Filter
Idenya adalah mengefektifkan cahaya yang masuk, maka semua filter termasuk UV Filter harus dilepas.
5. Filter
The idea is to make the light coming to sensor as effective as it can, so all filter including UV filter shall be removed.
6. Cable release/timer
Untuk meminimalisasi gerakan, sangat dianjurkan menggunakan cable release, remote atau timer. Fitur mirror lock up juga bisa sangat berguna untuk menghasilkan foto yang tajam dan detail.
6. Cable release/timer
To minimize the vibration, it is recommended to use cable relase if using tripod or using 2-sec delay shutter if handheld. Mirror lock up will be useful to enhance image sharpness and capturing the most details.
7. Eksposure
Untuk mendapatkan pencahayaan yang pas, maka gunakan setting memotret pada siang hari. Abaikan metering pada kamera karena memotret bulan tidak akan bisa langsung bagus jika dilihat pada viewfinder. Untuk mendapatkan detail kawah pada permukaan bulan, cara terbaik memang mengunakan teleskop yang akan memberikan perbesaran setara 1500mm. Namun detail tersebut bisa didapatkan dengan lensa tele dengan timing yang tepat. Pengaturan eksposure harus agak over namun tidak terjadi clipping, caranya lihat di preview & histogram. Area clipping ditandai dengan histogram yang mentok di kanan/kiri, atau mudahnya terlihat berkedip di display. Area clipping di luar bulan tidak apa-apa. Gunakan format RAW. White balance harus di-set ke "shade", dan mode capture nol kan semua (faithful), dan tingkatkan sharpness sampai maksimal. Untuk mendapatkan detail hingga ke tepi (memberi kesan dimensi), maka pengambilan gambar harus diambil sehari setelah full-moon atau sudah muncul sedikit bingkai bayangan di salah satu sisi bulan. Ambil banyak gambar dengan setting yang berbeda namun pastikan over-eksposure tanpa clipping terjaga. Mulai dari bukaan maksimal yang ada di lensa hingga bukaan tertajamnya (biasanya f8). 
7. Exposure
To get the right exposure, keep in mind to use daylight shooting setup. Ignore metering in camera display because taking moon pictures can't be straightforward completed in camera only, post processing is essential. To capture the best details, the proper way is using a telescope those might give you a equivalent focal length 1500mm. But similar result can be produced with tele lens with a lot of cropping and perfect timing. The image captured shall be over-exposure without losing detail (clipping). Check display and histogram to decide your setting is OK or not. Clipping outside moon surface is not a problem (it will be pitch black anyway). Always use RAW format, white balance to "shade", and adjust preset to 0, unless sharpness to be maximized. To capture most details such as craters from center to the edge, capture it one day after full moon when a little shadow had casted on one side of  the moon. Take a lot of pictures with different setting, but keep in mind of the over-exposure principle.
8. Post Processing
Gambar yang sudah didapat bisa diolah dengan post processing dari yang sederhana hingga yang rumit. Secara sederhana, satu gambar terbaik dipilih dan diedit dengan mengatur tonal, kontras, dan ketajamannya menggunakan PS atau LR. Untuk cara yang rumit, cara ini melibatkan banyak foto, dalam contoh saya menggunakan 75 foto. Foto diambil dengan setting berbeda dengan panjang fokal yang sama tentunya. Foto-foto tersebut lalu dicrop dan di-stacking dengan program PIPP dan Registax (program khusus astro-imaging), lalu hasilnya di tuning dengan PS atau LR dengan cara yang sama seperti di atas.
8. Post Processing
The images captured shall be post processed to be a final image, simple way or complicated way. For a simple way, one best image is adjusted of its tone, contrast, and sharpness using PS or LR. For complicated way, it will involve many images, in my case 75 photos take with different setting in same focal length of course. Those photos are cropped and stacked using PIPP and Registax (special free software for astro-imaging). Then the final image is tuned using PS and LR.
(originally posted on june 23 2013, updated august 10 2014)

Supermoon Muara Badak, 10 Agustus 2014, multi images stacking
Supermoon Muara Badak, June 23 2013, single image processing

Tumis Daging Se'i Pedas Dengan Taburan Oregano

Apa itu daging se'i? Daging se'i adalah daging asap (smoke beef) yang dimasak dengan cara tradisional khas Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Daging disini bisa daging sapi, daging babi, atau ikan. Awalnya dibuat untuk mengawetkan daging agar bisa disimpan lama, karena zaman dulu belum ada kulkas. Karena saya muslim, saya memesan oleh-oleh daging se'i sapi yang terjamin halal, salah satunya daging se'i dari Ibu Soekiran. Apa yang membedakannya dengan daging asap biasa? Daging se'i dibuat tidak hanya dengan kayu kusambi, juga dibuat dengan daun-daunan khusus yang memberikan aroma asap yang khas. Selain itu, daging yang dipotong-potong memanjang itu dibumbui terlebih dahulu dengan garam dan rempah-rempah yang khas. Secara teknis daging ini sudah masak, sehingga tidak perlu dimasak terlalu lama. Selain itu daging ini sudah berasa asin, sehingga penambahan garam harus hati-hati kalau tidak mau terlalu asin. Kemasan daging ini biasanya diplastik vakum dalam keadaan dingin (-5°C) dikemas per 500 gram.
Tumis daging se'i pedas dengan taburan oregano
Daging Se'i Sapi Asli Kupang, NTT


Lalu daging se'i ini enaknya diolah seperti apa? Banyak lho.. bisa dianggap sebagai daging asap (dengan tambahan aroma khas dan rasa rempah khas NTT), sehingga bisa dibuat isian sandwich, nasi goreng, lumpia, dll. Bisa juga dimasak menjadi balado, capcay, atau ditumis biasa seperti yang akan saya lakukan. Di Kupang sendiri, daging se'i diolah dengan berbagai macam resep kuliner tradisional NTT yang dikupas di website berikut.

Masakan daging se'i ini saya beri nama:

Tumis Pedas Daging Se'i Sapi Empat Cabai Dengan Taburan Oregano.

Bahan-bahan tumis daging se'i oregano
Bahan:
  1. Daging Se'i Sapi 500 gram (1 pack).
  2. Cabai merah besar 6 buah. Tidak berpengaruh ke tingkat kepedasan.
  3. Cabai paprika merah ukuran kecil, 1/2 bagian buah. Tidak berpengaruh ke tingkat kepedasan.
  4. Cabai rawit padi merah, 12 buah atau tergantung tingkat kepedasan nanti, sensasi pedasnya di lidah. Kalau tidak ada, bisa pakai cabai rawit merah.
  5. Cabai gendot/habanero, 5 buah atau tergantung tingkat kepedasan yang diinginkan, kepedasannya akan melengkapi pedasnya cabai padi, pedasnya kena di rongga mulut.
  6. Bawang putih satu siung.
  7. Bawang merah 8 siung.
  8. Bawang bombay ukuran kecil 1 buah.
  9. Merica bubuk 2 sdt.
  10. Garam 1/2 sdt.
  11. Air perasan jeruk lemon 2 sdm.
  12. Daun jeruk 6 lembar.
  13. Oregano 2 sdt atau sesuai selera.
  14. Minyak goreng/zaitun 5 sdm (untuk tumis kering).

Persiapan bumbu potong/cincang:
  • Cabai merah dipotong memanjang 4 bagian.
  • Cabai habanero dipotong kotak-kotak besar.
  • Cabai paprika merah dipotong kotak-kotak besar.
  • Cabai padi/rawit merah dipotong dua memanjang.
  • Bawang bombay di cincang kasar.

Persiapan bumbu ulek kasar:
Bawang merah dan daun jeruk ditumbuk kasar, bawang putih geprek saja, lalu potongan cabai merah besar ikut dipencet-pencet hingga lemas. Tambahkan garam dan air perasan jeruk lemon. Aduk-aduk agar merata lalu disimpan ke dalam wadah. Biarkan agak lama hingga air jeruk lemon meresap dan air dari cabai keluar.

Persiapan daging se'i:
Daging se'i dipotong sesuai ukuran potongan yang diinginkan, idealnya seukuran panjang kartu atm. Lalu daging se'i dipukul-pukul dengan pemukul daging sampai serat-seratnya pecah dan daging menjadi lembut. Jika pada awalnya daging se'i dalam kemasan plastiknya beku, rendam daging se'i yang masih tersegel dalam kemasan plastiknya (belum dibuka) pada air keran yang mengalir, jangan menggunakan air hangat/panas untuk mencairkannya. Jika kemasannya sudah terlanjur terbuka, angin-anginkan saja dan jangan dicuci dengan air.

Memasak:
  1. Panaskan wajan penggorengan dan tuangkan minyak goreng secukupnya, karena akan menumis kering.
  2. Api kecilkan dan minyak panas, masukkan potongan bawang bombay, habanero, cabai padi dan paprika. Tumis hingga bawang harum dan cabai lemas.
  3. Masukkan bumbu halus beserta airnya, masukkan merica bubuk dan aduk-aduk hingga merata, aroma pedas menyengat keluar dengan mantap dan bawang bombay mulai meng-karamel.
  4. Masukkan daging se'i. Karena secara teori daging ini sudah masak, pemasakan tidak boleh terlalu lama.
  5. Cek rasanya apakah kurang garam? Seharusnya tidak.
  6. Setelah 10 menit matikan api dan taburkan oregano sambil diaduk merata.
  7. Sajikan dalam keadaan panas dan dengan nasi putih pulen.
Tumisan beraroma sedap dan pedas menyengat dari daging se'i