Resepsionis hotel seperti keheranan karena rombongan pendaki berdebu membawa tas carrier besar berbondong-bondong menuju lobby. "Pak, kami yang tadi telpon, yang pesan kamar untuk satu malam". Haha, kami baru reunian di Ranu Kumbolo. Sebagian dari kami memilih menggunakan kereta Matarmaja gerbong tambahan malam ini, sebagian memilih menggunakan pesawat terbang besok, sehingga istirahat transit di hotel ini.
Hotel receptionist felt peculiar because a group of dusty hikers carrying big backpack entering the lobby. I said 'Sir, we have called you for Hotel Reservation for tonight', then he understood. We were just going back from Mt. Semeru for reunion. Some of my colleague were taking tonight additional Matarmaja train to Jakarta, and the rest of us will spend the night at Malang, before going back to Jakarta via train, airlines, and bus
Yang unik dan membuat saya geli adalah kelakuan teman-teman saya ini. Beberapa teman menenteng seikat rangkaian buah berwarna merah terang ini, cabai gendot, yang secara internasional lebih dikenal sebagai cabai Habanero. Mereka tertarik untuk membawanya sebagai oleh-oleh karena bentuk dan warnanya yang keren mentereng, namun mereka tidak menyadari buah apa yang mereka bawa itu dan bahaya kadar capsaisin di dalamnya.
The funny thing was my friend's behavior. Some of them were just following me bought a bundle of a bright red colored fruit, Gendot pepper or internationally called Habanero pepper. They were interested for the bright red color of those fruits and they thought they were indeed edible fruit. Yes, they were edible, but not for direct consumption, because it tastes hot, even hotter than regular pepper. It has capcaicin content higher than regular pepper, even rawit pepper
Cabai gendot yang dijual masyarakat Tengger // Gendot pepper that offered by Tengger people |
Capsaisin, atau senyawa pedas dari cabai, yang terdapat pada cabai ini memiliki nilai 100 ribu - 350 ribu pada skala Scoville (SHU). Nilai ini artinya minimal tiga kali lebih pedas daripada cabai rawit atau yang secara internasional disebut thai-chili pepper/Ceyenne, yang berkisar 50 ribu - 100 ribu skala Scoville. Dulu cabai ini sempat digadangkan sebagai cabai terpedas di dunia hingga kini menjadi ketiga terpedas di dunia setelah dikalahkan cabai red savina pepper dari California yang merupakan rekayasa genetik dari habanero sendiri, serta cabai setan, Bhut Jolokia dari India, yang juga rekayasa genetik persilangan habanero (Capsicum chinense) dan cabai rawit/ceyenne (Capsicum frutesences).
Capcaicin or hot component from pepper that is contained within this fruit has 100k-350k score of SHU (Scoville Heat Unit). This value means it is three times hotter than rawit pepper (thai-chili pepper/ceyenne) that only valued 50k-100k SHU, even its heat taste is famous in tabasco sauce. A few years ago, this fruit was awarded as the hottest pepper in the world, until now it has been beaten with genetically developed red savina pepper and bhut jolokia pepper. Red Savina is Californian trans-genetic between hottest habanero varieties, meanwhile Bhut Jolokia is Indian trans-genetic between the hottest habanero (Capsicum chinense) and ceyenne (Capsicum frutesences)
Saya sudah tahu sepak terjang cabai ini karena pernah membawanya sebagai oleh-oleh dari kunjungan saya ke Dieng. Namun kepolosan teman-teman saya, apalagi sampai ada yang mencoba mencicipi langsung sewaktu di hotel dengan satu gigitan besar, membuat saya kegelian melihat reaksinya. Namun, alasan sebenarnya saya membawa buah ini sebagai oleh-oleh adalah membandingkan rasa pedasnya dengan yang saya bawa dari Dieng. Lagipula saya pun baru tahu bahwa masyarakat Tengger juga membudidayakan cabai yang asalnya dari Semenanjung Yucatan di Amerika Selatan ini.
I already know these hot tastes fruits because I have met them before in Dieng. Because of curiosity, one of my friend took a huge bite of this fruit like eating an apple, then suffered by the heat. We laughed so hard of him. Well I too have my own curiosity. I wonder which will be hotter, habanero planted here in Semeru or habanero I had at home from Dieng. Even though I was surprised Tengger people cultivated this fruit that originally came from Yucatan Peninsula in Southern America
Cabai Gendot dan Carica dari dataran tinggi Dieng // Gendot pepper and Carica from Dieng Plateau |