Eksotisme Flobamora, Jelajah Flores, Kembali Ke Masa Kecil (Part 3/7)

Akhirnya kami sampai di Kepulauan Komodo. Satu kata : EPIC. Ini benar-benar indah, menakjubkan. Hari pertama kami di Kepulauan Komodo, kami mengunjungi Gili Laba dan Pink Beach. Kali ini kami mengakhiri perjalanan hari pertama di tempat yang menurut saya paling Epic paling Eksotis dari semua lokasi yang kami kunjungi selama di Kepulauan Komodo... Pulau Padar!!. Selain itu kami juga akan bertemu satwa ikon di kawasan ini, yaitu Komodo, serta tempat mengunjungi sunset terindah dan snorkeling di taman laut yang cantik di Pulau Kanawa. Sayangnya pada hari ini adalah hari terakhir penjelajahan laut kami yang rencananya akan berakhir malam ini di Labuan Bajo, yang totalnya memakan waktu 4 hari 4 malam.

Golden hour Pulau Padar, pemandangan mahal bro!

3. Pulau Padar, Pulau Eksotis dengan tiga pantai berbeda warna.

Sore itu saya sudah bersiap dengan ransel kamera dan menjadi tim pertama yang menepi di pulau itu. Di dekat pantai, sudah merapat sebuah kapal yang ada bendera putih bertuliskan "My Trip My Adventure", sebuah program televisi lokal yang menceritakan pengalaman perjalanan di Indonesia. Entah memang kru program tersebut atau hanya fans, tapi dari fanpage di instagram, MTMA memang sedang syuting disini, di Kepulauan Komodo, di waktu yang sama. Hal ini membuat si Budi yang norak memanggil-manggil Nadine di kapal tersebut.. ah bikin malu saja. Sampai merapat di pantai, saya kaget betapa banyak sampah di pantai ini, pantai memang didominasi kerikil karang dibandingkan pasir. Mungkin terbawa arus laut ke tepian pantai sini.

Ayo mendaki Pulau Padar, masih setengah jalan nih.

Mendaki sedikit bukit di depan kami, akhirnya ada pertigaan. Ke kiri adalah tebing yang lumayan harus mendaki, ke kanan bukit-bukit terjal yang harus pakai alat-alat pendakian. Ya kami ke kiri lah. Saya berjalan lebih lambat dari yang lain karena sambil mengambil gambar keindahan disini. Belum lagi saya belok dulu ke kiri lagi sampai ke tebing dimana di bawah saya adalah jurang langsung ke laut, dan terlihat kapal-kapal yang parkir di lokasi labuh. Saya langsung menggelar lapak dengan membuka tripod dan mengambil gambar dari atas tebing itu, terutama beberapa ekor elang laut yang terbang bermanuver di dekat posisi saya duduk. Tim dari kapal yang ada bendera MTMA pun datang dan menerbangkan drone dji phantom. Saya takut mengganggu kalau ini beneran syuting sehingga saya balik arah dan lanjut mendaki lagi ke posisi teman-teman yang sudah sampai atas. Kami di atas sampai sunset dimana tinggal tersisa rombongan fotografer yang tripodnya berbaris rapi termasuk tripod saya. Sayangnya saya tidak membawa filter apapun untuk mendapat gambar optimal sunset disini. Belum lagi hanya saya yang membawa headlamp, dan kami berlima (saya, Rima, Hendra, Rico, dan Zhafir) akan turun kembali ke pantai dengan gelap-gelapan. Ya sudah, saya memutuskan pulang, eh Rima malah panik katanya iphone nya dia tidak ada, mungkin jatuh.. wah, akhirnya saya meminjamkan headlamp saya dan kami mulai mencari. Hingga malam datang, iphone nya masih belum ketemu, sehingga diputuskan besok pagi kami akan kembali kesini sekaligus melihat sunrise. Kami lalu turun pelan-pelan dan terlihat beberapa kru kapal rombongan fotografer tadi menyusul dan bertemu kami di tengah jalan dan menyarankan kami tidak bermalam di Pulau Padar karena punya sejarah ditinggali Komodo meskipun sudah tidak terlihat lagi, dan ULAR DERIK aka rattlesnake yang berbisa. Wah.. makin semangat kami turun hahahaha.

Menikmati sunset Pulau Padar

Sampai di pantai, saya mengarahkan headlamp dilambai-lambaikan untuk memanggil kapal jemputan. Akhirnya kapal jemputan datang dan kami sampai di kapal untuk makan malam yang sudah terlambat. Yang lain sudah makan malam dan khawatir kami hilang. Saya menceritakan bahwa ada musibah iphone Rima jatuh dan besok pagi kami akan kembali kesana. Pagi buta keesokan harinya, rombongan kemarin malam plus Melda dan Wuki berangkat kembali ke Pulau Padar diantar kru kapal. Sampai di Pulau tidak berapa lama terdengar suara ringtone, ternyata dari alarm iphone Rima!!! Dicari-cari ternyata selama ini iphone tersebut ada di saku tersembunyi di tas tangannya. Ya Elah!. Diputuskan meskipun sudah ketemu kami lanjut semua untuk melihat sunrise. Akhirnya spot yang sama, namun di pagi hari, keindahan Pulau Padar yang sebenarnya terlihat. Jujur, Pulau Padar sangat sangat sangat indah jika sunrise, bukan sunset. Momen optimalnya adalah saat golden hour, dimana cahaya keemasan dari matahari pagi menyinari Pulau Padar dengan sangat sempurna, bahkan jika ada yang mau berfoto dengan latar tersebut, arah cahaya jatuh dari sudut yang pas menyinari objek yang mau difoto.

Golden hour Pulau Padar

Jiwa narsis memanggil, kami bergantian berfoto. Tripod saya pasangkan ke TG3 untuk timelapse ke arah laut (matahari terbit) sedangkan Zhafir menggunakan iphone dan aplikasi Lapse-it membantu untuk ke arah bukit-bukitnya. Di pagi hari jelas terlihat bahwa Pulau Padar memiliki tiga pantai berbentuk bulan sabit di ketiga sisi pulaunya, di kiri berwarna hitam, ditengah berwarna merah dan di kanan berwarna putih. Ini pemandangan mahal Bung!! Teman-teman yang lain yang malas mendaki kesini memilih jalur kanan di pertigaan bawah tadi ke arah perbukitan terjal. Sedangkan mayoritas masih leyeh-leyeh di kapal, tidak ikut turun ke Padar lagi. Mereka kelihatannya sedang menghemat tenaga karena tidak lama setelahnya, kami rencananya akan trekking Komodo di Pulau Rinca.

Sunrise dari atas Pulau Padar
4. Pulau Rinca, Kota nya komodo. 

Begitu kami sampai di kapal dan mengabarkan bahwa iphone Rima tidak pernah kemana-mana, Rima langsung disoraki teman-teman yang lain. Pagi itu kami langsung sarapan lagi dengan menu yang sama dengan hari-hari sebelumnya, yaitu pancake pisang yang ditaburi gula pasir dan disiram susu kental manis coklat. Saya memperlihatkan keindahan sunrise di Padar, sunrise terbaik selama perjalanan laut ini, lewat foto-foto saya. Hasil timelapse Zhafir di Padar pagi itu pun sangat indah sehingga saya memintanya untuk dipakai di video dokumentari pendek saya. Kru kapal meminta kami bersiap untuk trekking, dan saya sih pakai baju yang saya pakai dari pagi saja, toh sudah kepalang kena keringat. Sambil sarapan saya melihat burung-burung laut yang terbang menukik vertikal dan menghujam ke laut, mirip rudal tomahawk atau javelin.

Gerbang tunggu ranger di Loh Buaya
Resort Loh Buaya, Konservasi Komodo Pulau Rinca

Tidak berapa lama, kapal melambat dan di depan seperti memasuki kawasan hutan mangrove. Kapal kami menyusuri pantai mangrove tersebut sampai di suatu dermaga yang bernama Loh Buaya. Loh artinya teluk, buaya artinya ya buaya, tepatnya Komodo dianggap sebagai buaya di darat sedangkan di pantai mangrove nya ada buaya muara. Untung tidak ada buaya terbang hahahaha. Di Loh Buaya, kami diminta menunggu di depan gerbang karena untuk masuk ke area Loh Liang, kami harus ditemani ranger, sebab si buaya darat alias komodo tadi bebas berkeliaran di kawasan ini. Akhirnya ranger penjemput datang dan memandu kami ke kantor ranger di dalam kawasan konservasi. Sepanjang jalan melewati hutan mangrove yang berlumpur dan berbau khas, banyak terlihat monyet abu-abu ekor panjang dan babi hutan. Di antara lumpur, terlihat banyak lubang-lubang kepiting dan kepiting-kepiting kecil yang sedang makan. Beberapa meter di depannya sudah sampai di jalan pelataran kayu dan gerbang yang ada patung komodo nya. Dibanding gerbang yang ada di pulau komodo, di Pulau Rinca ini gerbangnya lebih sederhana. Di ujung jalan pelataran kayu, sampai di daratan kantor Loh Liang dan ada komodo ukuran sedang yang nangkring di depan kantor tersebut. Turis-turis asing malah mengerumuni komodo tersebut tanpa didampingi pemandu, bahkan belum sempat dibriefing. Bahkan teman satu rombongan kami nekat melompati komodo tersebut.. dasar sinting. Untung tidak digigit. Akhirnya ranger datang dan membubarkan kerumunan itu. Kedatangan ranger tepat waktu karena si komodo tersebut kelihatannya sangat terganggu lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Di padang rumput tidak jauh dari sana, di bawah pohon kom, ada seekor komodo kecil yang berjalan sendirian. Inilah kelebihan Pulau Rinca dibandingkan Pulau Komodo. Di Pulau Rinca, jumlah komodonya lebih sedikit, namun menempati area yang sangat jauh lebih kecil dibandingkan Pulau Komodo. Jadi lebih padat penduduk komodo disini sehingga kemungkinan bisa melihatnya lebih besar. Ibaratnya disini adalah kota komodo yang padat sedangkan di Pulau Komodo adalah kampungnya hahahaha. Namun ukuran rata-rata komodo disini tidak sebesar di Pulau Komodo nya.

Membawa tongkat bercabang untuk menghalau komodo yang menyerang

Rombongan kami lalu diarahkan ke salah satu lapangan dan dipecah menjadi empat grup yang masing-masing grup ditemani dua ranger. Disana ada suatu pagar yang dipenuhi tengkorak kepala rusa dan kerbau, yang kata rangernya adalah mangsanya komodo disini. Memang disekitar sini banyak kerbau liar dan rusa, dan mungkin monyet pun dimakan juga oleh si komodo ini. Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh ranger adalah apakah ada yang sedang haid?, dan ternyata ada. Maka teman saya yang saat itu haid harus dekat-dekat dengan ranger yang membawa tongkat panjang bercabang. Katanya tongkat ini paling efektif untuk menghalau komodo, yaitu untuk menahan leher atau ketiak komodo. Kenapa harus bercabang? Karena kalau tongkatnya tidak bercabang, nanti komodonya luka tertusuk dong, hahahaha kidding. Petunjuk ranger lainnya adalah jangan membuat gerakan tiba-tiba, tidak ada pakaian/aksesoris yang terjuntai, tidak berisik, serta tidak menggunakan flash kamera.Trekking sebentar, kami sudah menemukan komodo lainnya di dekat dapur suatu rumah. Secara insting, mereka akan mencari sumber makanan yang bisa mereka dapat dengan mudah, maka mereka menunggu di dapur. Mereka seperti sedang tiduran namun dalam sikap waspada, maka kami pun harus waspada juga. Air liur komodo yang beracun terlihat selalu menjuntai dari mulutnya. Kami melanjutkan trekking dan sang pemandu berhenti di beberapa tempat untuk memerlihatkan lubang sarang komodo, dimana mereka menggali lubang-lubang tipuan agar telur mereka aman dari predator telur komodo seperti biawak dan babi hutan. Namun ketika telur menetas, ancaman terbesar komodo kecil adalah induknya dan komodo dewasa lainnya yang kanibal. Karenanya begitu menetas, mereka harus memanjat pohon dan tumbuh besar hingga remaja di atas pohon. Mereka akan memangsa burung dan telur burung. Komodo kecil dipersenjatai racun namun seiring beranjak dewasa, racun tersebut digantikan oleh bakteri karena kebiasaannya memakan bangkai hewan mangsanya yang sudah membusuk. Bakteri ini menyebabkan sakit pada area luka tergigit dan menyebabkan infeksi parah. Setelah mangsa lemas atau kadang sudah mati membusuk, maka bangkai tersebut akan dimakan dengan dicabik-cabik dan ditelan utuh. Karena itu di kotoran komodo, yang tersisa adalah kotoran yang mayoritas adalah tulang dan bulu. Meskipun terlihat bergerak lambat, komodo dapat berlari cepat dalam jarak pendek, karena itu kita harus mengambil jarak yang cukup ketika ada komodo.

Seekor komodo yang mengawasi gerak-gerik rombongan kami
Trekking mendaki jalan tanah karang, melintasi sungai, dan akhirnya savana, tanjakan yang tidak nanjak amat bisa membuat stamina sangat terkuras akibat panas terik cuaca pagi itu. Namun semua terbayar setelah mencapai puncak bukit dan terlihat pemandangan Loh Buaya dari atas. Setelah itu kami menuruni bukit kembali ke kantor. Di kantin terdapat penjualan minuman ringan yang cukup mahal. Patung pahatan kayu komodo yang saya beli di Pink Beach dari penduduk setempat seharga Rp.50 ribu disini dijual Rp. 250 ribu. Saya disini membeli emblem untuk melengkapi emblem-emblem taman nasional yang saya jahit di tas carrier saya. Harganya lumayan, Rp.50 ribu. Setelah beristirahat sejenak, kami kembali ke kapal untuk menuju spot Manta Run.

Loh Buaya atau Teluk Buaya

5. Manta dimana dan sunset terindah Kanawa

Selesai dari Pulau Rinca yang memberikan oleh-oleh celana pendek yang robek parah akibat terjatuh, saya langsung bergegas menuju kapal untuk berganti baju snorkeling. Tujuan kami berikutnya adalah Manta Run, sesuai namanya, kami akan ke lokasi dimana banyak terdapat pari Manta. Disebut run karena lokasi Manta tersebut berarus deras, sehingga kru kapal membatasi yang boleh turun hanya yang mahir berenang/snorkeling saja. Sampai di lokasi sudah ada banyak kapal yang berkeliling. Kami menanyakan apakah kapal tersebut melihat manta disini, namun mereka menjawab sudah tidak ada. Kami terlambat, karena hari sudah terik, para manta pasti sudah berteduh ke cleaning station nya. Andai kami datang lebih pagi, pasti ketemu. Sayang sekali. Setelah kapal berputar-putar di sekitar lokasi, memang tidak ditemukan manta di sini. Dasar laut terlihat jelas, air laut begitu jernih dan dasar laut pasir dengan sedikit karang, jadi mustahil manta sebesar itu bisa luput dari pengamatan kami. Memang tidak ada satu pun, teman-teman semua kecewa, termasuk rombongan freediver asal Malaysia yang sudah menggebu-gebu ingin turun ke laut. Maka kami menyerah dan memutuskan melanjutkan ke Pulau Kanawa dan snorkeling disana yang katanya taman lautnya cantik dan terdapat hiu karang yang berpatroli di sekitar pantai.

Menyelam bebas di Kanawa
Memeriksa karang, mencari lobster
Saat itu masih siang dan kami sudah sampai di dermaga Kanawa. Kapal tidak sandar di dermaga, jadi kami menggunakan kapal sampan bermotor untuk menuju dermaga. Kami menuju dermaga dengan melompati kapal-kapal yang sedang parkir. Saya memakai baju snorkeling dan membawa ransel kamera. Saya dan beberapa teman-teman dari Malaysia sampai duluan di dermaga dan langsung menuju restoran di resort Pulau Kanawa. Saya langsung memesan jus wortel. Begitu minuman sampai, saya langsung minum dan menyusul teman-teman freediver dari Malaysia yang sudah turun dari tadi. Sambil berjalan di dermaga, saya melihat hiu karang bersirip ujung hitam (black tip shark), berukuran kecil. Sayangnya hiu itu berenang di bagian pantai yang dangkal jadi tidak biaa berinteraksi dengan hiu tersebut. Saya turun di ujung dermaga dan terlihat teman-teman freediver sudah ada di sisi jauh pantai ke bagian yang dalam.

Ikan chromish yang senang mendiami terumbu karang seperti ini

Perlahan saya turun dan bermain dengan sekumpulan ikan teri yang berenang berkelompok sangat banyak sehingga membuat schooling ikan yang seperti pusaran. Selain itu di sekitar dermaga terdapat beberapa lion fish yang pemalu. Sambil berpegangan di tiang dermaga satu kru kapal mendekati saya dan mengajak saya ke tengah bersama rombongan freediver itu. Kami berenang berdampingan lalu sesekali dia menyelam dan saya mengikutinya. Dari karang yang biasa saja di pinggir dermaga saya perlahan menuju lokasi dimana karang dan koral mulai menjadi rapat dan beragam dan inilah taman laut di Kanawa. Ikannya sangat beragam, dan banyak sekali kima atau kerang tiram besar disini. Saya mengikuti kelompok batfish, lalu mengikuti kawanan angelfish, lalu ke moorish idol, lalu bluefin trevally. Sayangnya tidak ada hiu disini, namun saya melihat ikan todak atau needlefish ukuran besar yang tidak malu-malu. Saya bahkan bisa merekam video ikan itu dalam jarak dekat. Saya lihat matahari mulai rendah, dan saya tidak mau melewatkan sunset yang indah disini. Saya pun pamit dan berenang kembali ke dermaga sendiri.

Ray of light dari langit Kanawa
Sampai di restoran tadi, saya langsung mengambil tas ransel saya dan bergegas mendaki bukit Kanawa. Saya mendapat spot yang bagus untuk memotret sunset, minimal Golden sunset nya. Langit yang mendung membuat kadang terlihat ray of light atau garis cahaya yang menembus awan dan menghujam ke laut. Saat hampir sunset saya mengambil gambar terakhir dari atas bukit dan bergegas turun untuk memotret momen sunset dari pantai. Berhasil, saya tiba sesaat sebelum matabari terbenam dan dengan tripod yang sudah terpasang dan kamera sudah saya set, saya tinggal jepret saja lewat smartphone saya via wifi. Sambil menunggu momen yang tepat, saya ikut foto-foto narsis bersama teman-teman. Sungguh sunset saat itu sangat romantis, andai ada pasangan saya disini, mungkin ini akan menjadi momen yang sangat indah.

Pulau Kanawa terlihat dari atas bukit
Langit sudah semakin malam dan saatnya kami kembali ke kapal. Di kapal kami sibuk mempacking tas ransel carrier kami masing-masing karena kapal bergerak menuju Labuan Bajo. Sebagian teman-teman akan menginap di Labuan Bajo termasuk saya karena akan mengambil penerbangan pagi atau melanjutkan perjalanan dengan overland. Sebagian yang lebih santai akan menginap di kapal yang bersandar di dermaga, dimana nanti malam sudah direncanakan kapal akan ke tengah laut dan buang jangkar lalu diadakan pesta di kapal. Saya termasuk sebagian yang akan melanjutkan perjalanan dengan overland pada pagi harinya sehingga tidak bisa ikut menginap di kapal. Besok saya dan teman-teman yang lain akan melakukan hiking, jadi stamina yang habis selama aktivitas jelajah pulau dan laut harus cepat-cepat dipulihkan. Kami akhirnya berpisah di dermaga Labuan Bajo dan makan malam bersama terakhir di foodcourt seafood di Labuan Bajo bersama kru kapal sambil mengucapkan salam perpisahan.

Sunset terindah dari Pulau Kanawa
-bersambung-

Gallery :